Jakarta, NU Online
Kepala Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU), Muhammad Ali Yusuf mengatakan, pemahaman masyarakat Nusa Tenggara Barat tentang penanganan bencana perlu ditingkatkan.
Peningkatan ini bisa dilakukan dengan cara memberikan edukasi pada warga tertimpa bencana. “Selain diberi bantuan logistik, pengetahuan masyarakat NTB tentang bencana dan cara penanggulangannya juga perlu diberikan,” kata Muhammad Ali Yusuf kepada NU Online di Jakarta, Rabu (15/8).
Ia menduga penguatan pemahaman mengenai penanganan bencana di NTB dan sekitarnya masih terbilang lemah. Hal itu yang disinyalir menjadi menyebabkan lambatnya partisipasi masyarakat di sekitar kawasan terdampak.
“Tidak seperti di Jawa Timur dan Jawa Tengah misalnya. Pemahaman kawasan ini terhadap bencana berbeda dan cenderung kurang baik. Di Jawa Tengah misalnya, kalau ada kejadian (bencana) di satu titik, kepala BPBD-nya mendorong salah satu daerah yang kuat dalam bidang itu untuk terjun langsung,” kata dia membandingkan.
Lebih jauh, pemahaman terhadap bencana semestinya sudah bersifat sudah landscape atau kawasan. Artinya resiko bencana yang ada di NTB, NTT, Bali, Sumbawa dan wilayah sekitar menurutnya hampir serupa karena geografis berdekatan. Resiko bencana yang bisa diprediksi di kawasan tersebut antara lain berupa bencana dari laut, gunung, berupa gempa bumi, banjir dan jenis lain.
Ke depan, penguatan terhadap penanganan bencana ini sebaiknya bisa diprioritaskan, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Kendati pemerintah yang memegang peranan penting, karena memiliki anggaran dan resource lain, komponen lain seperti masyarakat dan ormas juga dianggap perlu melakukan hal serupa.
“Keluarga besar NU juga perlu melakukan upaya penanganan darurat tidak hanya karitatif tapi juga pemberdayaan dan penguatan bagi masyakat NU sendiri,” pungkasnya.
Sebelumnya, BNPB menetapkan bahwa fase tanggap darurat diperpanjang hingga 25 Agustus 2018. Hingga Senin (14/8) korban jiwa bencana gempa bumi di Nusa Tenggara Barat dan Bali mencapai 436 jiwa. Selain korban jiwa, terdapat pula korban luka-luka yang mencapai 1.353 orang. Sementara itu, data dari Posko Tanggap Gempa Lombok mencatata bahwa total pengungsi mencapai 352.793 orang. (Ahmad Rozali)