Nasional

Mahfud MD: Pemerintah Harus Memilah Antara Pengunjuk Rasa dan Aktivis Separatis

Rabu, 4 September 2019 | 04:30 WIB

Mahfud MD: Pemerintah Harus Memilah Antara Pengunjuk Rasa dan Aktivis Separatis

Mahfud MD mengatakan pemerintah harus jeli memilah antara pengunjuk rasa yang hanya sekadar mengeskpresikan solidaritasnya terhadap kasus Surabaya, dan pengunjuk rasa yang berlatar belakang separatis. (Foto: IG @mohmahfudmd)

Jakarta, NU Online
Pemerintah harus jeli memilah antara pengunjuk rasa yang hanya sekadar mengeskpresikan solidaritasnya terhadap kasus Surabaya, dan pengunjuk rasa yang berlatar belakang separatis. Sebab, tidak semua orang yang berunjuk rasa di Papua dan Papua Barat itu memberontak, menuntut kemerdekaan dan sebagainya. 

“Saya yakin sebagian besar rakyat Papua tidak mau memberontak. Ada beberapa orang yang memang mau (menuntut) merdeka. Itu yang harus ditindak tegas seperti sekarang ini sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Ketua Suluh Kebangsaan, Muhammad Mahfud MD saat menjadi narasumber dalam acara Indonesia Lawyers Club yang disiarkan langsung sebuah stasiun televisi nasional, Selasa (3/9) malam

Sedangkan bagi mereka yang berunjuk rasa hanya ikut-ikutan untuk memberi dukungan kepada warga Papua yang terlibat kasus di Surabaya dan Malang, itu harus dilindungi karena hanya menyampaikan aspirasi. Menyampaikan aspirasi adalah hak setiap warga negara Indonesia. 

Dikatakan Mahfud, dalam teori pidana sebuah tindak pidana dibangun atas dua unsur, yaitu mens rea (niat batin) dan actus reus (perbuatan yang melanggar undang-undang pidana). Orang yang berunjuk rasa kalau mens rea-nya  ingin melawan negara dan dibuktikan dengan actus reus itu berarti melakukan tindak pidana yang harus diproses secara hukum.

"Tapi kalau hanya ikut-ikutan, itu tidak bisa ditindak. Mereka tidak tahu apa itu tujuan bawa bendera bintang kejora, itu harus dilindungi karena mereka saudara kita," ungkapnya.

Mahfud menegaskan bahwa membawa bendera bintang kejora, tidak dilarang sepanjang tidak dikaitkan dengan isu kemerdekaan. Katanya, Gus Dur pernah membolehkan bendera bintang kejora dikibarkan namun tidak boleh sama atau melebihi tingginya bendera merah putih. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada kesan bahwa bendera bintang kejora akan menggantikan bendera resmi Indonesia di Papua, yaitu merah putih. 

"Tapi kalau sudah menuntut (Papua) merdeka, 'mari lawan pemerintah' itu yang harus ditangkap," tambahnya.

Hal yang sama juga terjadi pada bendera tauhid. Bendera tersebut tidak masalah dibawa. Itu adalah identitas kebanggaan umat Islam untuk menguatkan iman. Namun jika bendera tersebut digunakan oleh sekelompok orang sebagai simbol untuk melawan negara dan mengganti ideologi bangsa yang sah, itu namanya radikal.

"Jadi harus dilihat fakta dan tujuannya untuk apa," tukasnya.
 
Pewarta: Aryudi AR 
Editor: Muchlishon