Jakarta, NU Online
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin secara resmi membuka pagelaran Muktamar Pemikiran Santri Nusantara 2018 yang digelar di halaman pondok pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, Rabu (10/10) sore. Prosesi pembukaan dihadiri ribuan orang yang terdiri dari santri, kiai, pejabat pemerintahan, akademisi, masyarakat umum, dan lain-lain.
Selain panel dan presentasi makalah, Muktamar ini juga menyajikan serangkaian acara lain seperti Malam Kebudayaan Pesantren, Festival Serban & Pegon Kiai, serta Expo Santri yang dihelat terbuka di Lapangan Ali Maksum Krapyak pada 10-12 Oktober.
Dalam kesempatan ini Menag Lukman mengatakan, muktamar ini merupakan ajang aktualisasi pemikiran kaum santri dan juga sebagai ruang perjumpaan pengalaman intelektual serta spiritual para santri yang diperbincangkan dan dipendalami sehingga mampu memberikan respon yang positif.
“Tentu tidak hanya problem keagamaan secara langsung, tetapi juga problem kehidupan kemasyarakatan, pemerintahan, berbangsa dan bernegara,” kata Lukman pada rangkaian kegiatan Hari Santri 2018 yang diadakan oleh Direktoran Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kemenag itu.
Lukman mendorong santri melakukan kajian yang mendalam tentang turats al-mu’tabarah (kitab kuning berstandar) yang dikaji di pondok pesantren sekarang ini dibanding puluhan tahun lalu apakah semakin berkembang ataukah semakin menyempit. Baginya, ini juga bagian yang harus dikaji dan didalami.
“Perkembangan pondok pesantren ini luar biasa. Perkembangannya tidak hanya pada pendalaman keilmuan, tetapi juga perubahan di bidang garapan yang menjadi konsentrasi pesantren, yang punya pranata pengembangan masyarakat, bahkan sampai koperasi simpan pinjam, ekonomi syariah, mengembangkan bank, teknologi tepat guna, bibit pertanian, dan seterusnya,” dorongnya.
“Itu secara langsung maupun tidak langsung bisa mempengaruhi perkembangan keilmuan yang menjadi core atau inti dari pondok pesantren. Jadi kualitas pemahaman santri-santri terhadap ilmu-ilmu keagamaan, rujukan kitab-kitab yang selama ini digunakan oleh pesantren itu perlu dikaji, apakah kitab-kitab besar yang diajarkan guru-guru kita berkembang atau menyempit,” lanjut Lukman.
Menag Lukman berharap forum muktamar seperti ini dapat berlanjut pada tahun-tahun selanjutnya, agar para santri tidak hanya berkumpul untuk silaturrahim tetapi juga bisa silatul afkar (ajang tukar pikiran, red) yang selama ini menjadi tradisi di pondok pesantren.
"Mestinya (santri) diberikan wadah yang direncanakan dengan baik, terstruktur, berkelanjutan, sehingga harapannya keberadaan kaum santri bisa dirasakan manfaatnya oleh kita semua," pintanya. (M. Zidni Nafi’)