Nasional

Menag: Ulama Harus Jadi Penjaga Moral di Tengah Krisis Kemanusiaan dan Teknologi

NU Online  ·  Sabtu, 22 November 2025 | 18:30 WIB

Menag: Ulama Harus Jadi Penjaga Moral di Tengah Krisis Kemanusiaan dan Teknologi

Menag Nasaruddin Umar saat Pengukuhan Kader Ulama Masjid Istiqlal, Sabtu (22/11/2025). (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online 
Menteri Agama (Menag) Prof Nasaruddin Umar menegaskan bahwa ulama memiliki peran strategis sebagai penuntun moral bangsa di tengah meningkatnya ancaman dehumanisasi global, kerusakan lingkungan, hingga kecerdasan buatan (Artifficial Intelligence/AI) yang berkembang tanpa etika. 

 

Ia menekankan bahwa ulama hari ini dituntut untuk menguasai teks keagamaan sekaligus memahami perkembangan ilmu pengetahuan modern.


Menag menegaskan bahwa konsep ulama dalam Al-Qur’an tidak semata merujuk pada keahlian fikih, tetapi juga kemampuan membaca realitas alam.

 

"Satu-satunya kata al-ulama di dalam Al-Quran adalah Surah Al-Fatir ayat 28 Ayat ini berbicara tentang kimia, fisika dan biologi,” jelasnya saat Pengukuhan Kader Ulama Masjid Istiqlal, Sabtu (22/11/2025).

 

Menurutnya, ulama masa kini harus mampu membaca dua kitab sekaligus yaitu kitab turats (mikrokosmos) dan kitab alam semesta (makrokosmos).

 

“Para ulama-ulama juga harus memahami kitab-kitab makrocosmo Tantangan kita ke depan bagaimana menjembatani dua hukum ini menjadi satu sistem," terangnya.

 

Menag menyoroti meningkatnya konflik global yang melahirkan dehumanisasi dan retaknya kemanusiaan. Dalam situasi ini, ulama dinilai memiliki posisi penting untuk kembali menegakkan nilai kasih sayang dan perdamaian.


“Religious Diplomacy itu sangat efektif untuk mencegah problem dehumanisasi Dengan menggunakan kesadaran bahasa agama," jelasnya.

 

Ia menilai seruan agama lebih mampu menggerakkan hati masyarakat dibandingkan pendekatan politik atau hukum semata.

 

Kerusakan lingkungan dan krisis iklim, menurut Menag, merupakan persoalan moral yang membutuhkan intervensi tokoh agama.

 

“Bahasa politik, bahasa hukum, bahasa demokrasi tidak terlalu efektif untuk mengajak masyarakat memelihara lingkungan. Yang paling efektif adalah menggunakan bahasa agama," imbuhnya.

 

Ia menyebut bahwa ulama harus membawa kesadaran ekologis ke tengah umat untuk mencegah bencana ekologis yang semakin parah.

 

Selain isu lingkungan, Menag menyoroti perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang tidak diarahkan oleh nilai spiritualitas.

 

“Artificial Intelligence kalau itu melalui tanpa ada direksi agama, itu akan terjadi demoralisasi," kata Imam Besar Masjid Istiqlal itu.

 

Menurutnya, ulama perlu terlibat memberi panduan etika agar teknologi tidak merusak martabat manusia.

 

Menag juga menyinggung kemajuan diplomasi agama Indonesia di forum internasional, termasuk pertemuan tokoh lintas agama dunia.

 

Ia menilai ulama Indonesia memiliki ruang luas untuk berkontribusi dalam agenda perdamaian global.

 

Menag mengingatkan bahwa masa depan kemanusiaan tidak bisa dilepaskan dari peran ulama. “Kalau tidak ada direksi agama, itu akan terjadi demoralisasi dan dehumanisasi," pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang