Semarang, NU Online
Dosen Sejarah Universitas Negeri Semarang (Unnes) sekaligus penulis buku Sejarah Kontroversial di Indonesia Tsabit Azinar Ahmad mengatakan buku 'Menjerat Gus Dur' terbilang unik dan patut diapresiasi.
Pertama, Virdika sendiri tidak pernah masuk dalam struktural di organisasi maupun banom-banom NU, sehingga buku ini bisa muncul dengan perspektif dari luar NU dan tentunya bisa menjadi justifikasi untuk diterima banyak orang.
"Berbeda ketika buku ini ditulis oleh orang struktural NU yang mungkin akan muncul dengan tingkat subjektivitas yang lebih, dan itu akan mungkin untuk tidak mendapat sambutan semeriah sekarang," katanya pada kegiatan Bedah Buku 'Menjerat Gus Dur' Karya Virdika Rizky Utama di aula Rumah Ilmu Lantai II Universitas Negeri Semarang, Ahad (19/1).
Kedua lanjutnya, buku 'Menjerat Gus Dur' hadir sebagai sebuah puzel pelengkap sejarah Indonesia. Buku ini mengisi kekosongan dalam periode pasca reformasi yang sejauh ini tak banyak diungkap, terutama dalam proses pemakzulan Gus Dur yang alasannya simpang siur.
Sementara Virdika sendiri tak begitu banyak mengulas isi buku. Ia menekankan beberapa poin penting di antaranya kebijakan Gus Dur selama memerintah yang merupakan cerminan mandat dari reformasi dan juga cermin dari nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, dan keadilan. Baginya kebijakan-kebijakan Gus Dur ini telah meninggalkan standar tinggi dalam sejarah kepemimpinan bangsa.
Namun lanjutnya berbagai kebijakan, termasuk pemecatan terhadap menteri dan upaya pembubaran parlemen, ternyata tidak bisa diterima oleh para kelompok lama. Kelompok lama ini adalah mereka yang masih menjadi kroni-kroni orde baru. Bisa disebut pula sebagai oligarki.
Bagi Virdi, dokumen yang ditemukannya ini menjadi bukti tertulis bagaimana kelompok-kelompok oligarki lama ini menyusun rencana dan strategi dalam mengorkestrasi pemakzulan Gus Dur.
"Tak hanya menjatuhkan Gus Dur melalui jalur konstitusi, Gus Dur dihancurkan moralnya melalui tuduhan korupsi kasus Bulogate dan Bruneigate," katanya.
Meskipun dokumen ini belum berusia 30 atau 50 tahun, ia sengaja menulis buku ini dan menerbitkannya di akhir tahun kemarin dengan semangat menuju haul ke-10 Gus Dur dan sekaligus bisa memberikan ruang klarifikasi bagi pihak-pihak yang namanya disebutkan dalam dokumen dan buku itu.
“Mereka juga berhak mendapat ruang dalam buku ini," kata Virdi pada kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian acara peringatan Haul Gus Dur Ke-10 ini.
Bedah buku ini disambut antusias oleh mahasiswa dan kalangan umum di Kota Semarang. Hal ini terlihat kurang dari sepekan tiket yang disediakan panitia telah ludes terjual. Acara ini dihadiri oleh 250 peserta dan tamu undangan dari mahasiswa umum, anggota PMII se-Kota Semarang serta masyarakat umum lainnya.
Acara ini sekaligus menjadi wadah dan pengukuhan terbentuknya Ikatan Alumni (IKA) PMII Unnes periode 2020-2025 yang diketuai oleh sahabat Jariyanto.
Editor: Muhammad Faizin