Jakarta, NU Online
Beberapa waktu ini, banyak informasi yang menyebarkan empon-empon atau jamu bisa secara efektif menangkal virus corona.
Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) memandang untuk menyatakan kebenaran khasiat jamu harus dikonfirmasi melalui penelitian dengan derajat tertinggi yakni uji klinis pada manusia.
Sayangnya saat ini belum ditemukan publikasi penelitian tentang klaim curcumin bisa menangkal secara spesifik virus corona terbaru ini. Apalagi klaim ini nyata-nyata belum diujikan pada virus corona terbaru (SARS-CoV-2) karena klaim ini dibuat bahkan sebelum kasus covid-2019 ditemukan di Indonesia.
Selain itu, PDNU juga mengamati bahwa dari video yang beredar tentang khasiat curcumin pada empon-empon, penelitiannya baru selevel di lab pada family virus corona sebelumnya (bukan SARS-CoV-2).
Curcumin memang telah lama diteliti sebagai anti-infective. Anti-infective adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan obat apa pun yang mampu menghambat penyebaran atau membunuh organisme infeksius, meliputi antibiotik, antijamur, anthelmintik, antimalaria, antiprotozoa, antituberkulosis, dan antiviral.
Contohnya pada review paper dari orang Indonesia yang bekerjasama dengan Universitas Jerman menyebutkan baru-baru ini, aktivitas antivirus dan antibakteri dari curcumin diselidiki (di beberapa penelitian), dan terlihat mampu melawan berbagai patogen penting pada manusia, seperti virus influenza, virus hepatitis C, HIV dan strain Staphylococcus, Streptococcus, dan Pseudomonas.
Dengan segudang potensi klaim bisa menyembuhkan banyak penyakit, apalagi menangkal HIV, pernyataan tersebut tampak memukau. Sayangnya paper tersebut justru memberi kesimpulan bahwa meskipun berpotensi, curcumin belum disetujui sebagai agen terapi untuk antiviral atau antivirus.
Alasan belum disetujui adalah karena penelitiannya masih level in vitro (uji coba lab) atau in vivo (uji coba hewan), belum sampai pada uji klinis (uji pada manusia). Sedangkan berdasarkan penelitian, mekanisme yang mendasarinya sangat kompleks dan berbeda dari organisme ke organisme, sehingga tidak bisa disimpulkan kemampuannya akan sama antara pada hewan maupun pada manusia.
Dengan demikian, kemampuan jamu, empon-empon bisa menangkal virus corona yang beredar sekarang belum bisa dipercaya seratus persen, baru sekedar potensi dengan level penelitian yang perlu diuji lagi kebenarannya.
PDNU mengutip lembaga kesehatan Inggris yang memberikan kesimpulan yang dinilai tepat terkait curcumin. Bahwa, "Penelitian hewan dan lab yang dilakukan (pada curcumin) telah mengidentifikasi target seluler untuk pengembangan obat baru. Akan tetapi, teorinya masih berada pada tahap awal dan terlalu dini untuk mengklaim pengobatan baru dari empon-empon (rempah-rempah).”
Variasi curcumin mungkin merupakan salah satu obat yang perlu diuji lebih lanjut. Namun, bisa jadi bahan kimia terkait lainnya mungkin memiliki efek lebih besar (dalam menyembuhkan).
Namun demikian, hal ini sekaligus menjadi bukti, bahwa kedokteran saat ini tidak melakukan dikotomi pada obat herbal dari alam ataupun sintetis kimiawi, selama bisa dibuktikan dalam skema EBM tertinggi maka baru bisa diklaim bisa menyembuhkan atau mencegah. Kalau baru tes pada level laboratorium dengan hewan, ya belum bisa diklaim dan dipercayai.
Karena itu, PDNU mengimbau agar masyarakat berhati-hati dengan klaim yang cenderung too good to be true, karena kalau memang benar sesederhana itu harusnya Indonesia sudah dapat penghargaan, bukan malah dicurigai negara lain.
Juga, bagaimanapun Tiongkok dikenal beribu tahun lebih maju dibandingkan Indonesia dalam pengobatan menggunakan rempah-rempah, nyatanya banyak juga yang tertular. Mereka yang sembuh pun masih membutuh gabungan dari TCM (traditional chinese medicine) dan obat barat.
Pandangan serupa juga dikemukakan Ketum Asosiasi Rumah Sakit NU (Arsinu), HM Zulfikar As'ad (Gus Ufik). Ia mengatakan jamu-jamu atau ramuan itu baik, hanya perlu diperdalam lagi secara teoritik kandungan dan kadarnya.
"Secara umum memang bila kondisi fisik baik, virus tidak akan bisa mengenai kita," kata Gus Ufik.
Karena itu, pencegahan terbaik tetap menghindari terkena virusnya, rajin cuci tangan, menghindari daerah wabah, dan selalu menjaga imunitas tubuh secara umum.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan