Direktur Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Prof Waryono saat menyampaikan materi dalam acara Media Gathering MQK Nasional di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023). (Foto: NU Online/J. Nurdin).
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Tingkat Nasional Ketujuh Tahun 2023 akan diselenggarakan di Pondok Pesantren Sunan Derajat, Lamongan, Jawa Timur pada 10-18 Juli 2023.
MQK Nasional 2023 mengangkat tema "Rekontekstualisasi Turats untuk Peradaban dan Kerukunan Indonesia". Tema ini merupakan wujud upaya kontekstualisasi dengan eranya saat ini.
"Kitab kuning itu warisan karya para ulama dan diteruskan direproduksi ulama baru dengan pemaknaan baru sesuai konteks zaman," ujar Direktur Pendidikan Diniyah Pondok Pesantren Prof Waryono saat Media Gathering MQK Nasional di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).
Tahun kerukunan yang menjadi motto Kementerian Agama menarik tema MQK Nasional juga ke tema tersebut. Hal ini sebagai bentuk pemberian petunjuk di tahun-tahun politik agar tetap menjaga keharmonisan dalam berbangsa meskipun berbeda dalam pilihannya.
"Pesantren memberikan pembekalan dan pemodelan bahwa tahun politik jangan sampai menjadi faktor pemecah masyarakat," ujarnya.
Sebab, terang Waryono, kitab kuning memuat ajaran-ajaran tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan di dalam bingkai perbedaan yang beragam. Hal ini mengingat ada sejumlah pendapat dalam kitab-kitab yang dikaji di pesantren.
"Kebetulan dalam kitab pesantren itu, orang pesantren gak akan kaget dengan perbedaan, karena dalam kitab sering ditemukan ada berbagai macam pendapat," ujarnya.
"Yang penting perbedaan itu tentu didasari dalil-dalil nash-nash yang kuat," imbuh guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.
Kitab kuning memberikan pemahaman kepada pembacanya untuk menghargai perbedaan. Sekalipun berbeda dari berbagai hal, pesantren melalui ajaran-ajarannya di dalam kitab kuning memberikan petunjuk agar tetap bersatu.
Sebab, lanjut Waryono, kitab kuning merupakan sumber referensi masyarakat dalam menentukan sikapnya.
Rekontekstualisasi kitab kuning
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan bahwa kitab kuning perlu direkontekstualisasikan dengan realitas zaman. Hal ini mengingat perkembangan peradaban berkembang secara dinamis.
"Substansi kitab kuning perlu direkontekstualisasikan dan diharmonisasi dengan realitas untuk merespons tantangan peradaban yang juga bergerak dengan dinamis," katanya dalam tayangan video di kanal Youtube Pendis Channel.
Gus Yaqut, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa pengkonteksan ulang kitab kuning di era masa kini juga merupakan wujud upaya untuk menjaga harmoni di tengah keberagaman yang demikian kompleks di Indonesia.
"Rekontekstualisasi kitab kuning juga merupakan ikhtiar untuk merajut kerukunan, harmoni, memelihara keberagaman dalam hidup berdampingan yang toleran dan damai bagi seluruh elemen bangsa," katanya.
Kitab kuning, menurutnya, merupakan ciri khas basis pengajaran yang diterapkan dalam pendidikan pesantren. Pengajaran kitab kuning ini tidak dimiliki model pendidikan lain.
"Salah satu kekhasan pesantren yang tidak dimiliki entitas pendidikan lainnya adalah tradisi keilmuan yang berbasis pada pengajaran kitab kuning atau turats," terang menteri kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 48 tahun yang lalu itu.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua