Nasional HARI SANTRI 2018

Muktamar Pemikiran Santri Bertabur Tokoh dari Dalam dan Luar Negeri

Rabu, 10 Oktober 2018 | 12:00 WIB

Yogyakarta, NU Online
Sebagai salah satu rangkaian kegiatan Hari Santri 2018 yang diadakan Kementerian Agama, Muktamar Pemikiran Santri akan menjadi ajang para pemikir pesantren untuk menuangkan gagasannya. Sederet tokoh juga akan hadir di ajang yang berlangusng di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, 10-12 Oktober itu.

Menteri Agama Lukman Hakim didaulat sebagai pembicara kunci muktamar yang bertema “Islam, Kearifan Lokal dan Tantangan Kontemporer”. Hadir pula Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Kamaruddin Amin, Duta Besar Inggris Muazzam Malik, Directur Official Leiden University Marrio Ballen, ulama dari Universitas Al Azhar Syekh Bilal Mahmud Ghanim, dan ulama Ma'had Ali Ibrahimy KH Afifuddin Muhadjir, serta Syekh Salim Alwan dari Dewan Fatwa Australia.

Selain itu ada juga sederet tokoh lain seperti KH Said Aqil Husain Munawar, KH Amal Fathullah, KH Malik Madani, M. Abdullah, Yenny Wahid, KH Husein Muhammad, Hindun Anisah, Badriyah Fayumi, Ahmad Rofiq, Rumadi, dan Marzuki Wahid.

Sederet tokoh tersebut dijadwalkan mengisi acara yang akan dibagi dalam 3 sesi dengan didampingi pembicara lain dan pemapar makalah yang jumlahnya mencapai 170 pemikir santri perwakilan pengurus pesantren, mahasiswa, akademisi, peneliti, dan lain-lain.

Kepala Sub Ma’had Aly Kementerian Agama Ainur Rofiq menilai tema “Islam, Kearifan Lokal dan Tantangan Kontemporer” sangat relevan dengan tantangan pesantren dalam merespons persoalan kebangsaan dan keagamaan yang dewasa ini sudah sedemikian kompleks.

“Medan pergulatan wacana sudah semakin meluas seiring dengan menguatnya gerakan radikalisme, ekstremisme hingga ideologi Islam Transnasional yang semakin mendistorsi pemahaman keagamaan Muslim Indonesia yang lekat dengan nilai serta kearifan lokal,” tuturnya, Rabu (10/10) pagi.

Rofiq menekankan bahwa pengarusutamaan pesantren sebagai subkultur perlu ditingkatkan dengan mendayagunakan kaum santri untuk turut serta mengukuhkan identitasnya sebagai agen perubahan sosial, alih-alih sebagai medium transfer pengetahuan.

“Berangkat dari tradisi keberagamaan dogma Sunni yang selama ini dianut kalangan pesantren, kaum santri memperkenalkan suatu pemahaman keagamaan yang segar, dinamis, tak terjebak dalam dualisme ifrath dan tafrith, serta mampu mendamaikan kutub tekstualis di satu sisi dan liberalis di sisi lainnya,” tegas Rofiq.

Selain itu, muktamar dalam rangka Hari Santri 2018 ini juga ada acara Malam Kebudayaan Pesantren dan Festival Serban & Pegon Kiai yang semuanya dibuka untuk umum dihelat di kompleks Pesantren Krapyak, Yogyakarya. (M. Zidni Nafi’/Mahbib)