Nasional

Ngaji Pasanan, Gus Mus Sebut Ramadhan sebagai Bukti Sayang Tuhan kepada Manusia

Kamis, 21 Maret 2024 | 21:30 WIB

Ngaji Pasanan, Gus Mus Sebut Ramadhan sebagai Bukti Sayang Tuhan kepada Manusia

KH Ahmad Mustofa Bisri saat mengisi ngaji pasan kitab Kimiyaus Sa'adah yang disiarkan langsung di kanal YouTube GusMus Channel. (Foto: tangkapan layar YouTube GusMus Channel)

Rembang, NU Online

Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menyebut bulan Ramadhan merupakan bukti sayang Tuhan kepada manusia. 


Hal itu disampaikan Gus Mus saat ngaji pasanan kitab Kimiyaus Sa’adah yang berlangsung di Aula Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, pada Rabu (20/3/2024) malam.


“Karena Tuhan sayang kepada kita, kita diberi satu bulan supaya kita berakrab-akrab dengan diri kita sendiri, yaitu bulan Ramadhan,” kata Gus Mus.


“Itu pun juga mau ditarik-tarik ke arah duniawi juga. Terus dimanfaatkan oleh kapitalis, dengan hiburan, dengan lawakan, dan segala macamnya. Padahal itu supaya kita akrab dengan diri kita sendiri. Malah ditarik-tarik ke arah duniawi lagi,” tambahnya.


Karena Ramadhan merupakan bukti sayang Allah kepada manusia, Gus Mus berpesan kepada para santri agar jangan sampai menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah tersebut dengan urusan duniawi saja.


“Padahal ini kita diberi kesempatan oleh Allah untuk kita merenung. Kalbu kita semakin menjauh, kalau tidak kita cari, ya sudah. Maka kita harus mencarinya, tidak boleh menyia-nyiakan diri kita untuk urusan dunia saja. Kita cari kalbu kita, karena itu rajanya diri kita,” jelasnya.


Sebelumnya, Gus Mus menjelaskan bahwa Allah sayang kepada manusia, alhasil manusia diberikan waktu khusus dari 12 bulan yang ada.


“Allah karena sayang kepada kita, kita diberi waktu. Dari 12 bulan kita sudah tidak karu-karuan, kesibukan kita hampir seluruhnya soal dunia saja. Sampai kita berkelahi sesama saudara, itu tidak ada yang dikarenakan karena urusan akhirat,” ujarnya.


“Apa ada bertengkar yang dikarenakan rebutan surga? Tidak ada, yang ada itu karena rebutan kedudukan, pangkat. Itu urusan dunia semua,” tambahnya.


Ia mengatakan, pengarang kitab Kimiyaus Sa’adah Imam Al-Ghazali justru memberikan anjuran ekstrem terkait hal ini.


“Malah anjuran Imam Ghazali lebih ekstrem, tinggalkanlah dunia sama sekali. Utrukid dunya kullaha, seperti sufi-sufi yang meninggalkan keramaian dunia itu,” ungkapnya.


“Tapi kita masih bisa meninggalkan dunia tanpa meninggalkan dunia, artinya kita masih ada di dalam dunia tapi tidak kumantil dunia. Dulu kiai-kiai itu kaya semua, tapi kecondongan kepada dunia tidak ada sama sekali, bahkan seperti orang yang tidak punya,” imbuhnya.