Nasional JELANG MUKTAMAR Ke-33 NU

NU Kaji Peran Negara di Tengah Praktik Pasar Bebas

Rabu, 22 April 2015 | 14:01 WIB

Jakarta, NU Online
Para kiai NU tengah mempersiapkan draf bahtsul masail muktamar NU soal konsep dan praktik pasar bebas. Pengangkatan isu ini berangkat dari keresahan pengurus NU di tengah praktik pasar bebas yang cederung melumpuhkan pedagang-pedagang lokal. Di sini, para kiai NU melihat pemerintah belum siap secara regulasi dalam melindungi pengusaha lokal.
<>
“Sementara mayoritas masyarakat dan warga NU bukan pengusaha besar, namun masih level Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM),” kata Abdul Jalil saat memaparkan praktik berikut ekses pasar bebas pada forum bahtsul masail pra Muktamar NU Ke-33 di Jakarta, Rabu (22/4) siang.

Menurut Jalil, pengusaha kecil masih perlu disemai, dipupuk, dan dirawat. Sekuat apapun UMKM, tentu bukan tandingan perusahaan transnasional (Multinational Corporation, MNCs) yang akan menjadi pesaing mereka.

Syafiq Hasyim yang juga hadir pada forum ini mengingatkan bahwa pasar bebas menjadi salah satu tanda praktik ekonomi neoliberal.  Artinya, harga-harga lebih ditentukan oleh mekanisme pasar. Usaha-usaha terutama swasta bebas dari ikatan-ikatan negara termasuk upah buruh.

“Dalam hal ini, pasar yang memimpin. Pasalnya negara tidak banyak mengintervensi,” jelas Syafiq.

Untuk itu, forum Muktamar NU ini harus mengeluarkan konsep-konsep dalam menyikapi pasar bebas yang berlaku pada Desember 2015 mendatang. NU dalam muktamar ini perlu berbicara soal ekonomi pada tataran makro, ujar Ketua PBNU H Imam Aziz.

Pasar kita ini sudah sedemikian rusak. Dengan mengimpor garam dan beras saja, kita sudah babak belur, terang Imam.

“NU harus menekan pemerintah bahwa Indonesia ini tidak menganut paham neoliberal dalam berekonomi. Konsep Munas NU di Kempek kemarin itu luar biasa mengingatkan Khittah RI 1945. Peran proteksi pemerintah melalui regulasi ini yang perlu didorong. Di Korea saja tidak ada kedai makanan cepat saji asal Amerika,” kata H Imam. (Alhafiz K)