Nasional

P3M: Akses Pendidikan Agama bagi Disabilitas Sangat Minim

Jumat, 6 Desember 2024 | 07:00 WIB

P3M: Akses Pendidikan Agama bagi Disabilitas Sangat Minim

Halaqah Nasional dan Peringatan Hari Disabilitas Internasional di Universitas Negeri Jakarta, (2/12/2024). (Foto: dok. P3M)

Jakarta, NU Online

Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim masih sangat kurang dalam akses pendidikan agama Islam bagi disabilitas Muslim, terutama disabilitas tuli dalam belajar Al-Qur'an, hadits, dan ilmu keagamaan lainnya.


Hal itu menjadi perhatian serius bagi Perhimpunan Pengembangan Masyarakat (P3M) yang menekankan perlunya kerja sama dari semua pihak untuk menumbuhkan akses pendidikan agama Islam bagi disabilitas, salah satunya dengan bahasa isyarat hijaiyah.   


Direktur P3M KH Sarmidi Husna menyebut bahwa penyandang disabilitas tuli di Indonesia berjumlah 2,5 juta orang. Dari jumlah itu, lebih dari 2 juta orang disablitas tuli adalah Muslim.


"Tentu mereka perlu belajar agama, seperti belajar Al-Qur'an, hadits, dan lain-lain, akan tetapi akses mereka belajar agama memerlukan juru bahasa isyarat. Namun juru bahasa isyarat kita masih minim, dan lebih minim lagi adalah juru bahasa isyarat hijaiyah. Karena itu, masalah ini perlu dapat perhatian khusus," ungkap Kiai Sarmidi.


Menurutnya, ada tiga hal yang harus dilakukan dalam rangka membangun masyarakat yang ramah disabilitas.


“Pertama adalah masalah mindset (pola pikir). Biasanya orang tua yang mempunyai anak disabilitas dianggap sebagai aib, mereka malu.” kata Kiai Sarmidi, Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.


Kedua, terkait dengan peran negara. Kiai Sarmidi mengatakan bahwa setelah ada UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, negara belum optimal melakukan pelayanan atau memberikan fasilitas kepada penyandang disabilitas.


“Misalnya soal kantor atau gedung yang ramah disabilitas masih minim. Fasilitas publik juga fasilitas keagamaan juga tidak ramah,” tambahnya.


Ketiga, terkait pelayanan, baik masalah kesehatan maupun ekonomi. Kiai Sarmidi menekankan bahwa masalah yang perlu lebih diperhatikan adalah pelayanan pendidikan.


"Kita itu masih defisit guru pendamping khusus. Guru pendamping khusus kalau dipersentasekan hanya 15 persen dari anak siswa penyandang disabilitas,” ujarnya.


Kisah Rasulullah ditegur Allah

Kiai Sarmidi menukil sebuah hadits tentang kisah Nabi Muhammad yang ditegur oleh Allah karena mengabaikan seorang sahabat tunanetra yang bernama Abdullah bin Umi Maktum. Hal itu tergambar dalam Al-Qur'an Surat Abasa.


Menurut Kiai Sarmidi, Islam sangat mengecam sikap dan tindakan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas. Dalam Al-Qur'an dikisahkan perihal interaksi Nabi Muhammad yang dianggap kurang ideal seorang sahabat penyandang disabilitas netra, sehingga Allah kemudian menegurnya. Hal itu tercantum dalam Surat Abasa ayat 1-11.


Para mufasir meriwayatkan, salah seorang penyandang disabilitas yaitu Abdullah bin Ummi Maktum yang mendatangi Nabi Muhammad untuk memohon bimbingan Islam, tetapi diabaikan oleh Rasulullah karena sedang sibuk mengadakan rapat dengan petinggi Quraisy tentang hal yang sebenarnya memang prioritas lantaran menyangkut nasib kaum Muslimin.


"Kemudian turunlah Surat Abasa itu sebagai peringatan memperhatikannya daripada para pemukai Quraisy itu. Sejak saat itu, Nabi sangat memuliakan sahabatnya yang tunanetra itu,” jelas Kiai Sarmidi.


Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Andi Hidayanto menyebut harus ada perubahan paradigma tentang istilah disabilitas.  


“Saya menyitir Habib Ali Al-Jufri yang mengubah pengertian tentang disabilitas. Bukan orang yang membutuhkan perlakuan khusus, akan tetapi disabilitas diartikan orang yang mempunyai  karunia khusus,” ujarnya.


Menurut Andi, cara pandang ini akan mampu untuk memberikan penghargaan yang lebih bagi disabilitas.


“Dengan pemaknaan itu kita bisa memberikan kesempatan sama, berkarier, dan berkembang dengan para disabilitas,” tambahnya.


Pernyataan dua narasumber di atas disampaikan dalam Halaqah Nasional dan Peringatan Hari Disabilitas Internasional di Universitas Negeri Jakarta (2/12/2024).
 

Dalam acara ini, beberapa narasumber yaitu Guru Besar Prof Totok Bintoro dan Hj Ida Zulfiya, dari Lembaga Pentashih Al-Qur’an. Kemudian ada Anggota DPR RI Hj Hindun Anisah sekaligus kepala sekolah inklusi dan Kikin P Tarigan S dari Komisi Nasional Disabilitas (KND).


Selain itu dihadiri oleh sivitas akademika UNJ dan undangan dari berbagai pesantren dan pegiat disabilitas.