Nasional

Pahlawan adalah Mereka yang Bekerja dengan Keikhlasan (2)

Jumat, 9 November 2018 | 18:45 WIB

Jakarta, NU Online
“Pahlawan bisa dari siapa saja dan dari latar belakang profesi yang mana saja” kata Elza Samanta Elmira (25), seorang peneliti di The Smeru Research Institute saat ditanya pendapatnya tentang pahlawan saat ini. 

Bagi dia, definisi pahlawan bersifat kontekstual. Dahulu kala, para pejuang kemerdekaan disebut sebagai pahlawan karena jasanya yang besar dengan cara turun ke medan perang. Sementara, tantangan saat ini lebih berupa rendahnya level pendidikan, kemiskinan dan kesenjangan sosial. Sehingga orang-orang yang disebut pahlawan adalah mereka yang berjuang baik dengan fisik dan jiwa untuk menjawab tantangan itu; untuk memperbaiki kualitas pendidikan, mengurangi kemiskinan dan mempersempit jarak kesenjangan dalam kehidupan sosial.

Secara umum ia mendefinisikan pahlawan sebagai orang yang berkomitmen 100 persen untuk memberikan yang terbaik dan selalu berusaha mencari kebermanfaatan dari apapun pekerjaan yang dia lakukan demi memperbaiki kondisi masyarakat.

Dari definisi itu, sosok pahlawanan bisa datang dari mana saja, termasuk dari seseorang yang hidup di pedesaan yang langsung bersentuhan dan melayani masyarakat. 

“Misalnya kader posyandu yang keliling desa setiap bulan mendata anak belum diimunisasi meskipun tanpa bayaran. Atau anak muda yang pergi ke Pedalaman Kapuas Hulu untuk mengajar di sekolah non-formal untuk anak-anak desa pedalaman,” katanya.

Kelompok pahlawan ini, lanjut Elza, melakukan aktivitasnya demi untuk member sumbangsih yang lebih bagi orang lain. “Mereka ngga nyari like dengan posting di instagram, tambahan gaji atau pengakuan dari siapapun,” pungkasnya.

Sementara itu, Ustaz Zaini (32), seorang pengajar di Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Bintan, Kepulauan Riau, menyebut bahwa seorang guru yang menanamkan nilai kebaikan pada santrinya dengan iklas dan telaten dapat disebut sebagai seorang pahlawan.

Sebab nilai kebaikan dan budi pekerti yang ditanamkan semasa kecil akan menuai kebaikan tingkah laku di masa mendatang. Apalagi sebagai seorang guru di pondok pesantren, ia diberi tanggung jawab lebih untuk membentuk karakter murid atau santri selama 24 jam. 

“Melahirkan santri berkarakter, termasuk yang memiliki karakter untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia merupakan sifat kepahlawanan dari sisi seorang guru,” katanya. 

Pondasi berupa karakter budi yang luhur dan pengetahuan kegamaan semakin penting untuk dimiliki di era saat ini. Karena semakin banyaknya kepentingan politik yang menggunakan ajaran agama untuk ‘ditunggangi dan diarahkan’ pada kepentingan politiknya. (Ahmad Rozali)