Nasional

Pastikan Keamanan, PBNU Minta Pejabat Negara Jadi Contoh Vaksinasi Covid-19

Selasa, 15 Desember 2020 | 13:30 WIB

Pastikan Keamanan, PBNU Minta Pejabat Negara Jadi Contoh Vaksinasi Covid-19

Ketua PBNU bidang kesehatan, H Syahrizal Syarif. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlataul Ulama (PBNU) meminta kepada jajaran pemerintah dimulai dari Presiden RI, Wakil Presiden RI, Menteri, dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjadi kelompok pertama yang melakukan vaksinasi. Vaksinasi di kalangan pejabat menjadi penting agar masyarakat tidak ragu terhadap keamanan vaksin Covid-19.


Ketua PBNU Syahrizal Syarif mengatakan, hadirnya vaksin Covid-19 di Indonesia belum tentu diterima begitu saja oleh masyarakat. Sebab, mereka belum begitu yakin terhadap keamanan dan kehalalan vaksin yang akan disuntikan itu. Penting sekali, kata Syahrizal, jajaran pejabat memulai vaksinasi tahap pertama sehingga menjadi contoh nyata di masyarakat terutama mengenai keamananannya.


“Tidak perlu kampanye besar-besaran soal keamanan ini, pertama produsen vaksin harus menyatakan bahwa ini aman atau tidak. Tapi yang kedua adalah contoh, Inggris mencontohkan Ratu Elizabeth yang usia 90 tahun ke atas yang akan menerima vaksin pertama,” ucap Syahrizal Syarief, Selasa (15/12).


Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) ini melanjutkan, negara lain yang memulai vaksinasi dari kalangan pejabat adalah Singapore. Perdana Menteri dan pejabat-pejabat tinggi Singapura disuntikan vaksin Covid-19 agar masyarakatnya melihat langsung dampak yang akan muncul setelah disuntikan.


Dokter Syahrizal menganjurkan, presiden, wakil presiden serta pejabat-pejabat tinggi negara serta tokoh-tokoh agama menjadi kelompok penerima vaksin Covid-19. Sehingga menjadi contoh bagi masyarakat umum.


“Ini akan menjadi contoh bahwa vaksin ini aman. Saya kira ini paling penting dari isu vaksin ini,” ucapnya.


Tak lupa, Syahrizal mengkritisi kebijakan pemerintah yang akan melakukan vaksinasi tahap pertama kepada usia 18-59 tahun. Padahal, ucapnya, WHO terang-terangan menganjurkan usia lanjut dan penderita penyakit penyerta yang harus diprioritaskan.


“Jadi pilihan bahwa pemerintah pada situasi terbatas ini memberikan prioritas pada mereka usia 18 sampai 59 tahun yang sehat. Itu yang rasanya kurang tepat. Yang tepat jika memberikan vaksin pada mereka yang berusia lanjut atau yang pengidap penyakit penyerta,” tuturnya.


Dia menegaskan, usia lanjut dan penderita penyakit penyerta adalah kelompok masyarakat dengan risiko tertinggi mendapatkan sakit berat bahkan meninggal dunia. Selain itu, vaksinasi juga harus diutamakann kepada tenaga kesehatan dan masyarakat yang rentan terkena Covid-19.


“Tujuan vaksin kan ada dua, pertama, bagaimana caranya bisa mengurangi angka kematian, mengurangi beban kesehatan, mengurangi biaya perawatan itu langkah pertama,” pungkasnya.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Fathoni Ahmad