Nasional

PBNU Tegaskan Unjuk Rasa Anarkis Dilarang Agama

Senin, 19 Oktober 2020 | 16:00 WIB

PBNU Tegaskan Unjuk Rasa Anarkis Dilarang Agama

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saat berpicara dalam sebuah acara. (Foto: Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online
Gerakan buruh dan aliansi rakyat akan kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada 20, 21, dan 22 Oktober 2020 mendatang.


Tanggal itu dipilih karena bertepatan dengan setahun dilantiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin.


Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj kembali mengingatkan agar penyampaian pendapat dilakukan dengan tertib dengan mematuhi ketentuan hukum. Unjuk aspirasi harus dilakukan secara damai dan tidak memantik kerusuhan. 


“PBNU berpandangan bahwa kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi. Namun, harus dilakukan secara beradab, patuh kepada hukum, dan tidak boleh anarkis,” ujar Kiai Said dalam pernyataan pers di Gedung PBNU yang disiarkan langsung oleh 164 Channel pekan lalu.


Tindakan anarkis, lanjut Kiai Said, jelas dilarang oleh agama. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: Wala tufsidu fil ardhi ba’da ishlahiha. Haram hukumnya melakukan kerusakan-kerusakan di muka bumi.


“Oleh karena itu, kami berharap kepada aparat keamanan agar mengungkap siapa dalang atau aktor intelektual di balik kerusuhan-kerusuhan tersebut. Jangan hanya yang di lapangan. Tetapi betul-betul mengungkap secara tuntas,” tandas doktor jebolan Universitas Ummul Qura Makkah Arab Saudi ini.


Kedua, lanjut Kiai Said, menggunakan saluran hukum dengan mengajukan gugatan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi semua pihak yang masih belum menerima UU Ciptaker, ada saluran yang konstitusional, yaitu menggugat melalui MK.


“Ketiga, kami memahami apabila pemerintah dan DPR masih membutuhkan waktu yang cukup untuk melakukan sinkronisasi mengingat undang-undang cipta kerja ini meliputi 76 undang-undang. Hampir 1000 halaman,” tegasnya.


“Kami berpendapat, silakan pemerintah DPR melakukan sinkronisasi sehingga undang-undang ini baik diterima oleh masyarakat,” sambung Pengasuh Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur Jakarta Selatan ini.


Terkait kebijakan pemerintah kepada rakyatnya, Kiai Said mengingatkan bahwa ada sebuah kaidah fiqhiyah yang selalu menjadi pedoman NU, yaitu Tasharruf al-imam ala al-raiyyah, manuthun bil maslahah.


“Seluruh kebijakan pemerintah harus berorientasi pada kemaslahatan rakyat dan kepentingan rakyat. Tidak boleh hanya untuk kepentingan kelompok tertentu,” pungkasnya.


Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Zunus Muhammad