Nasional

Pejabat yang Gagal Paham Ragam Islam

Jumat, 12 Februari 2016 | 16:02 WIB

Para pejabat negara merupakan tokoh panutan dan yang pasti memiliki kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat, memberi perlindungan serta mempertahankan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sayangnya, banyak pejabat di negeri ini gagal melaksanakan kewajibannya. Sistem pemilihan langsung memungkinkan masyarakat memilih calon idamannya, tetapi di sisi lain, mahalnya biaya pemilihan langsung menyebabkan hanya orang tertentu, yang belum tentu berkualitas, menjadi pemimpin. Para calon pemimpin bisa melakukan upaya pencitraan yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Politik uang juga menjadi salah satu problem. Akhirnya, banyak diantara mereka yang melakukan blunder dalam mengambil keputusan. 

Belakangan ramai dibicarakan seorang kepala daerah yang meresmikan kantor sebuah organisasi Islam anti-NKRI dan menentang keberadaan Pancasila. Bagaimana mungkin seorang pemimpin daerah meresmikan kantor organisasi yang merongrong keberadaan NKRI dan tidak menyetujui dasar negara Pancasila. Pada tahun 2013 televisi nasional milik pemerintah juga melakukan siaran kampanye organisasi tersebut yang dari awal memang menginginkan perubahan bentuk negara Indonesia ini. Dua contoh di atas menunjukkan bahwa pemimpin dan pengambil kebijakan di institusi tersebut gagal memahami keragaman dalam Islam. Dikiranya, semua organisasi Islam itu sama, dianggapnya semua organisasi Islam hanya menjalankan dakwah saja dan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, mereka setia dan memperjuangkan NKRI. Padahal banyak sekali keragaman jenis organisasi Islam dan masing-masing memiliki ideologi dan pandangan yang berbeda terhadap sistem berbangsa dan bernegara. 

Islam memang satu, tetapi sepeninggal Rasulullah, saat penafsir ajaran paling otoritatif sudah meninggal, para penerus Islam selanjutnya, para sahabat, tabiin, dan para ulama berikutnya berusaha memaknai Islam sesuai dengan kondisinya masing-masing. Perbedaan tafsir terjadi karena perbedaan cara pandang, perbedaan budaya, beda kondisi sosial, hingga beda aliran politik. Karena ketidakdewasaan, perbedaan tafsir atas Islam ini bahkan menimbulkan perang yang merenggut nyawa secara sia-sia. Hingga kini, aliran radikal dan memaknai jihad hanya sebagai perang masih ada. Berbagai aliran Islam tersebut tetap ada dan meneguhkan eksistensinya dengan membentuk organisasi untuk memperjuangkan visi dan misinya yang dianggap benar. Beruntung, Islam yang ada di Indonesia merupakan ajaran Islam yang menjunjung tinggi kedamaian.

Dengan semakin mudahnya akses informasi di dunia. Satu aliran Islam gampang sekali menyebar dan mencari pengikut di tempat lain. Banyak aliran Islam di Timur Tengah yang kemudian melakukan ekspansi ke Indonesia dengan membentuk cabang di sini. Banyak yang bertujuan untuk menjalankan dakwah dan mencerahkan masyarakat, tetapi ada beberapa yang memiliki ajaran radikal atau ingin merubah tatanan negara yang telah dibangun oleh para bapak bangsa ini dengan susah payah dengan sebuah konsep utopia. Kawasan Timur Tengah bahkan sampai sekarang belum bisa menyelesaikan persoalan internalnya. Keragaman aliran seperti inilah yang tampaknya kurang dipahami oleh sebagian pemimpin. Demi popularitas, demi alasan untuk bisa merangkul semua kelompok, apapun dan siapapun, termasuk yang akan merongrong NKRI pun diakomodasi. Mereka alpa soal ini.  

Kesalahan yang sama masih mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Apalagi dalam sistem demokrasi, organisasi Islam dianggap memiliki massa yang bisa menjadi pendukung. Sikap pragmatis dengan tujuan untuk kepentingan politik seperti ini bisa membahayakan keberadaan NKRI. 

Struktur NU di masa saja tentu harus berjuang untuk menegakkan keutuhan NKRI. Jika ada pemimpin di satu daerah, yang khilaf melakukan sebuah kesalahan karena ketidaktahuan, tentu harus diingatkan. Kejadian saat ini juga menjadi peringatan bagi para pemimpin yang lain agar lebih hati-hati. Jika merasa kurang memahami keragaman aliran dalam Islam, sebaiknya memiliki penasehat yang memahami Islam dengan baik. Tetapi sebagai pemimpin dengan mayoritas penduduk Muslim, tentu sudah seharusnya mereka memahami Islam dengan lebih baik. (Mukafi Niam)