Nasional

Peringati 1 Bulan Wafatnya Affan, KontraS Desak Pemerintah Bentuk TGPF Independen

NU Online  ·  Selasa, 30 September 2025 | 22:30 WIB

Peringati 1 Bulan Wafatnya Affan, KontraS Desak Pemerintah Bentuk TGPF Independen

Aksi memperingati 1 bulan wafatnya Affan Kurniawan di Jalan Penjernihan I, Jakarta, pada Selasa (30/9/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Koalisi masyarakat sipil bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menggelar doa bersama dan pembacaan tuntutan untuk memperingati satu bulan wafatnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang dilindas mobil rantis Brimob dalam aksi demonstrasi akhir Agustus 2025.


Acara peringatan 1 bulan Affan Kurniawan ini digelar di Jalan Penjernihan I, Jakarta Pusat, Selasa (30/9/2025) malam.


Selain Affan, massa aksi juga menuntut kejelasan nasib dua mahasiswa lain, Muhammad Farhan Hamid dan Reno Syahputradewo, yang hingga kini masih hilang dan belum ditemukan.


Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menegaskan bahwa peringatan ini tidak hanya ditujukan untuk mengenang korban, tetapi juga sebagai momentum menuntut akuntabilitas negara.


KontraS mendesak pemerintah agar segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Independen yang melibatkan masyarakat sipil untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM dalam demonstrasi pada akhir Agustus 2025.


“Kami menolak segala bentuk upaya negara yang mengabaikan keadilan. Negara harus bertanggung jawab atas hilangnya nyawa dan ratusan orang yang ditangkap tanpa prosedur jelas,” ujarnya.


Sejumlah massa aksi mengkritik keras langkah pemerintah yang hanya membentuk tim reformasi kepolisian internal tanpa pengawasan independen.


“Jika reformasi hanya dikerjakan oleh polisi sendiri, hasilnya tidak akan pernah menyentuh kebenaran,” kata Dimas.

Di sisi lain, mereka juga menyoroti ketimpangan ekonomi, tingginya pajak, serta hambatan dalam mengakses pekerjaan.


Menurut mereka, kegagalan pemerintah dalam menangani masalah sosial ekonomi turut memperburuk situasi. Karena itu, aksi ini juga membawa agenda reformasi sistemik, termasuk revisi kebijakan ekonomi, reformasi agraria, hingga penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.


Dalam seruan konsolidasinya, massa mendesak pemerintah untuk segera mengungkap keberadaan Muhammad Farhan Hamid dan Reno Syahputradewo. Mereka menuntut informasi yang jelas dan tepat waktu disampaikan kepada keluarga korban.


“Setiap hari tanpa kabar adalah penyiksaan psikologis bagi keluarga,” tutur salah satu orator.

Massa aksi menilai, penanganan demonstrasi akhir Agustus sarat dengan kriminalisasi, ditandai penangkapan massal dan tuduhan anarkisme tanpa bukti kuat. Data penangkapan yang berbeda-beda antarinstansi disebut mengindikasikan kurangnya keterbukaan.


KontraS juga melaporkan bahwa ratusan anak di bawah umur ikut ditangkap. Meski sebagian disebut sudah dibebaskan, kepastian jadwal pembebasan masih belum jelas.


Selain tuntutan akuntabilitas, kritik juga diarahkan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai bermasalah akibat kasus keracunan massal. Massa mendesak agar program tersebut dievaluasi menyeluruh sebelum dilanjutkan.


Kegelisahan publik turut diperkuat oleh isu lain seperti ketimpangan ekonomi, tingginya beban pajak, dan akses kerja yang terbatas. Menurut peserta, kondisi sosial-ekonomi ini memperburuk situasi politik dan menambah potensi konflik.


Dalam tuntutannya, massa menegaskan agar pejabat maupun aparat yang diduga bertanggung jawab atas kematian Affan diproses hukum. Mereka juga menuntut agar keberadaan Farhan dan Reno segera diungkapkan secara resmi kepada keluarga.


KontraS bersama jaringan masyarakat sipil memberi tenggat waktu hingga 20 Oktober 2025 bagi pemerintah untuk menunjukkan langkah nyata, termasuk pembentukan TGPF independen, penghentian kriminalisasi terhadap perbedaan pendapat, serta pemulihan hak-hak korban.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang