Nasional LSN 2017

Pesantren dan Sepak Bola, Dua Simbol Pemersatu

Selasa, 24 Oktober 2017 | 07:06 WIB

Bandung, NU Online
Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) KH Abdul Ghofarrozin mengatakan, pesantren dan sepak bola merupakan dua simbol pemersatu semenjak keduanya tumbuh menjadi bagian dari perjalanan bangsa Indonesia.

Pesantren, menurut dia, yang pada awalnya dimulai dari niat yang sederhana dan tulus untuk memberikan tempat bagi mereka menuntut ilmu agama kemudian berkembang menjadi agen perubahan sosial melalui nilai-nilai keislaman yang mendorong proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga kini.

Sementara sepak bola sendiri dengan mudah diserap menjadi bagian dari rajutan kehidupan sosial budaya Indonesia karena kesederhanaannya.

“Sepak bola terbukti mampu menjadi sebuah kegiatan yang inklusif dan mampu menembus sekat-sekat perbedaan suku, etnis, bahasa, keyakinan serta simbol-simbol primordial lainnya,” jelasnya di Bandung, Selasa (24/10).  

Di pesantren, katanya, eratnya sepak bola dengan kehidupan santri menjadikan olahraga ini sebagai kegiatan unggulan dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan pesantren.

“Melihat besarnya potensi pemain sepak bola yang belum dibina secara terukur dan terarah di kalangan santri, maka perlu adanya wadah yang tepat untuk memfasilitasi tumbuhnya pesepak bola yang profesional. Dari sanalah ajang Liga Santri Nusantara diadakan,” jelasnya.

Melalui penyelenggaraan kegiatan Liga Santri Nusantara diharapkan lahir pemain bola profesional yang dapat mengusung nama baik Indonesia di ajang sepak bola nasional dan internasional.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kini, 19 tahun setelah Reformasi, bangsa Indonesia dihadapkan pada kondisi yang berpotensi merenggangkan rajutan kebangsaan. NU berpandangan bahwa keberadaan pesantren menjadi semakin relevan dalam menjaga keutuhan bangsa dan melalui LSN 2017 masyarakat Indonesia diajak kembali menggalang nilai-nilai kebersamaan dan kerja sama yang merupakan komponen penting bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Abdullah Alawi)