Nasional RISET BALITBANG KEMENAG

Peta Jaringan Intelektual Ulama Sulawesi Abad 20

Selasa, 13 Agustus 2019 | 01:30 WIB

Peta Jaringan Intelektual Ulama Sulawesi Abad 20

Jajaran ulama Sulawesi (Foto: Facebook Ulama Sulawesi)

Sulawesi adalah belahan daerah teritori Nusantara yang sejak abad 17-an telah berkenalan dengan Islam. Rekam jejak penyebaran ajaran Isam di masanya dapat dilihat pada cerita-cerita kaderisasi angngaji kitta yang dilakukan para ulama di daerah Gowa dan Takalar. Masa ini tidak bertahan lama akibat peperangan Rompegading yang terjadi papda tahun 1824 M. Sehinga, sentra-sentra pendidikannya serta pusat pemerintahannya beralih ke Labuang Maros.
 
Bersamaan dengan itu, sejarah perkenalan masyakat Sulawesi dengan ajaran agama Islam dapat pula dilihat pada semarak halakah-halakan pendidikan keislama yang disampaikan oleh Syekh Djaluddin Al-Aidid di daerah Cikoang, Laikang dan Takalar. Syekh Djaluddin sebagai tokoh agama menyampaikan ajaran-ajaran Islam melalui halakah dan pengajian umum di tempat-tempat terbuka. Namun demikian, poses pengenalan Islam ini tidak juga bertahan lama.
 
Sejarah penyebaran ajaran agama Islam, sebagaimana disampaikan dalam temuan riset Balai Litbang Agama (BLA) Makassar Badan Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan (Badan Litbang Diklat) Kemenag, kembali digalakkan pada awal abad 20-an. Pada masa ini, pengajaran ilmu agama dimotori oleh para habaib keturunan asli Arab. Di antara mereka seperti Sayid Syekh Umar Al Yamani yang berkiprah di Parepare, Assayyid Syekh Muhammad Al Akhdal yang mengajar di Pinrang dan Mandar, Sayyid Syekh Mahmud Al Jawab Al Madani, dan ulama asli Nusantara keturunan Bugis yang kembali pulang ke Nusantara. Berasal dari dua entitas inilah jaringan intelektual ulama Sulawesi mulai terbangun dengan rapi hingga hari ini.
 
Para peneliti yakni Syarifuddin, Husnul Fahimah Ilyas, La Sakka, Muh Subair, Muh Sadli Mustafa, Wardiah Hamid, Taufik, Muslimin AR Effendi, Bambang, Hamzah dari Balai Litbang Agama Makassar, Balitbang Diklat Kemenag menyebutkan bahwa jaringan intelektual keulamaan di Sulawesi tersebar secara merata. Di Kabupaten Pinrang jaringan intelektuan keulamaan serta pola transmisi pendidikan agama disampaikan melalui metode mangaji tudang. Metode ini merupakan sistem pendidikan ulama Pinrang yang lebih menekanakan pada penguatan akar kultur dan karakter anak didik yang berbasis budaya dan moral. Salah satu contoh penerapan sistem ini dapat dilihat pada praktek keseharian santri dalam menimba ilmu pengetahuan yang mengedepankan keikhlasan dan kepatuhan pada sang guru. Sistem ini terus dilakukan oleh  masyarakat Pinrang hingga hari ini.
 
Pola jaringan intelektual keulamaan yang lain dapat dilihat pada proses pendidikan yang ada di Kabupaten Pangkep dan Maros. Di daerah tersebut jaringan keulamaan dilangsungkan dengan dua cara. Pertama, melalui delegasi santri Sulawesi yang belajar ke timur tengah. Kedua, melalui jaringan 'kekerabatan antara para Sayyid'.

Mereka yang membangun jaringan intelektual dengan ulama Timur Tengah secara umum belajar di tanah suci Makkah dan setalah merasa cukup mereka pulang ke daerah asalnya dan aktif menyebarkan serta mengabdikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat dengan cara pengajian kitab, halaqah keagamaan, dan bahkan ceramah agama di majelis-majelis keagamaan. Di antara ulama yang menempuh jalan ini adalah Gurutta/Gurunta Haji (GH) Abdurrahim/Cella’ Panrita, GH Muhammad Said Maulana, GH Paharuddin, GH Syamsuddin, GH Asnawi, dan GH Zainuddin.

Selain itu, berasarkan penelitian yang dilakukan tahun 2018 itu, para ulama yang menempuh jaringan keulamaan dengan cara 'kekerabatan antara para Sayyid' adalah keturunan Sayyid Abd Hamid Petta Sampa dan Sayyid Abd Rahim Puang Raga. Kedua ulama ini memiliki hubungan kekeluargaan yang cukup dekat dengan para Sayyid di tanah suci Makkah. Dalam proses penyebaran agama Islam, mereka (beserta anak cucunya hingga sekarang ) membangun masjid, pesantren, dan majlis-majlis taklim yang diperuntukkan umum kepada masyarakatnya. Sehingga dari ini, proses penyebaran ilmu pengetahuan terus berlangsung di tengah-tengah masyarakatnya hingga membentuk suatu jeringan intelektual yang khas.

Di daerah lain, jaringan intelektual keulamaan juga dapat dilihat pada proses pendidikan yang ada di Kabupaten Polewali Mandar. Di daerah Mandar ini terdapat dua titik sentral proses penyebaran ajaran Islam. Pertama, di daerah Campalagian yang berpusat di Masjid Raya Campalagian. Jaringan keulamaan dan proses pendidikan yang berlangsung di Masjid Raya ini dimulai sejak KH Abdul Hamid sebagai perintis dan dibantu oleh Sayyid Alwi bin Abdullah bin Sahl. Sepeninggalan KH Abdul Hamid, proses pengajaran dilanjutkan oleh menantunya, KH Maddappungan yang didampingi oleh seorang ulama dari Makkah, yaitu Syekh Hasan Yamani.
 
Kolaborasi kedua ulama ini selanjutnya tergabung dengan beberapa ulama besar seperti KH Abdur Rahim, KH Muhammadiyah, KH Muh Zein, KH Mahmud Ismail, KH Najamuddin Thahir, dan lain sebagainya.

Kedua, jaringan ulama yang ada di daerah Pambusuang berpusat di Masjid At-Taqwa. Di daerah ini, proses pengajaran ilmu agama dilaksanakan secara turun-temurun oleh keturunan-keturunan Syekh Ady (Guru Ga’de). Kaderisasi ini mencapai puncak berkembangnya pada periode Imam KH Syahabuddin. Namun nasih kurang baik, karena KH Syahabuddin di tengah-tengah perjalan dakwahnya ditangkap oleh pihak Kolonial Belanda.
 
Walau KH Syahabuddin dipersekusi Kolonial, usahanya dilanjutkan oleh Habib Hasan bin Alwi bin Sahl (Puang Lero). Dari Habib Hasan inilah munculnya generasi penerus seperti KH Abdul Hafidz, KH Abd Hadi, KH Muh Said, KH Abdullah, KH Ismail, S Husen Alwy Alatas, KH Najamuddin, KH Abdul Rasyid, dan lain sebagainya.

Selain jaringan keulamaan yang telah dijabarkan di atas, di daerah Majene terdapat jaringan keulamaan yang sangat kuat dengan daerah luar Sulawesi, seperti ke Makkah, Sumatera, Jakarta, Mangkoso, dan Salemo. Tokoh-tokoh ulama di daerah ini adalah KH Muhammad Shaleh, KH Muhammad As’ad Alias KH Daeng, KH Ahmad Ma’ruf, dan beberapa tokoh terkemuka lainnya.
 
Dari sekian panjang ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pola jaringan ulama Sulawesi sejak abad 20-an sudah berhubungan erat dengan ulama-ulama Timur Tengah melalu jalur kekerabatan para Sayyid dan delegasi santri untuk belajar ke Makkah. Selain itu pula perlu digarisbawahi bahwa jaringan intelektual ulama Sulawesi abad 20-an sudah terkoniksi dengan beberapa ulama Nusantara di daerah Jakarta, Sumatera, Salemo, Mangkoso, dan lebih-lebih dengan sesamaa ulama Sulawesi sendiri yang satu sama lain saling terkait.

Penulis: Ahmad Fairozi
Editor: Kendi Setiawan