Nasional

Reformasi Polri, Pakar Tekankan Perubahan Mendasar Kurikulum Pendidikan Kepolisian

NU Online  ·  Rabu, 8 Oktober 2025 | 19:00 WIB

Reformasi Polri, Pakar Tekankan Perubahan Mendasar Kurikulum Pendidikan Kepolisian

aparat kepolisian memegang Peran sentral dalam sistem hukum karena menjadi ujung tombak pelaksana di lapangan. (Foto: NU Online/Haekal)

Jakarta, NU Online

Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, menyampaikan pentingnya perubahan mendasar atau fundamental dalam sistem pendidikan kepolisian sebagai bagian dari reformasi institusional Polri. Hal ini ia sampaikan dalam seminar nasional bertema Ke Mana Arah Reformasi Kepolisian Saat Ini? yang berlangsung di Gedung IASTH UI, Kampus Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).


Menurutnya, aparat kepolisian memegang peran sentral dalam sistem hukum karena menjadi ujung tombak pelaksana di lapangan. Namun, untuk menjalankan peran tersebut secara efektif, lanjutnya, mereka membutuhkan ruang diskresi agar bisa mengambil keputusan dalam situasi mendesak.


“Saya juga tadi mengatakan tugas-tugas institusional polisi, saya kira itu jarak untuk mereformasi (dan) memulihkan sistem berpikir sistem keterjangkauan para polisi ini. Jadi budaya hukumnya diubah dan dalam hal ini mengubah reformasi kurikulum pendidikan polisi jadi sangat penting," jelasnya.


Sulistyowati menyoroti pendekatan hukum yang terlalu legalistik dan menyarankan agar sumber hukum tidak hanya terpaku pada undang-undang, tetapi juga mencakup yurisprudensi serta pertimbangan sosial lainnya.


“Jangan terlalu bersifat legal positivistik. Menjadikan hukum pidana, hukum KUHAP sebagai satu-satunya acuan. Kiblatnya itu yang namanya sumber hukum bukan hanya kodifikasi undang-undang tapi adalah juga putusan-putusan pengadilan," katanya.


Ia memandang, pendekatan hukum yang kaku justru tidak akan mampu merespons cepat dinamika sosial dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, kurikulum kepolisian harus dibangun dengan semangat interdisipliner agar para aparat mampu menyikapi isu-isu kompleks, termasuk yang berkaitan dengan moralitas, ekonomi, sains, hingga politik.


“Kurikulum di kepolisian harus tanggap terhadap perkembangan-perkembangan baru, bagaimana melakukan studi hukum interdisiplin karena dalam kenyataannya hukum itu bekerja selalu berhadap dengan politik, soal kasus moral, sosial, ekonomi, agama, bahkan sains dan teknologi hari ini.”


Ia mencontohkan, dalam kasus korupsi infrastruktur, aparat mungkin memahami pasal-pasal hukum, namun justru para ahli teknik sipil yang bisa membuktikan praktik korupsi melalui deteksi teknis terhadap bangunan atau fasilitas publik.


“Tetapi seorang polisi sangat fasih berbicara soal pasal-pasal dalam korupsi, misalnya, tapi siapa yang memiliki pengetahuan pembuktian atas hal itu, orang teknik sipil. Oleh karena itu studi hukum interdisipliner saya kira harus masuk ke kurikulum pendidikan kepolisian," paparnya.


Sementara itu, Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, Komjen Pol Chryshnanda Dwilaksana, menegaskan bahwa reformasi Polri tidak cukup hanya dilakukan oleh anggota di lapangan. Ia menekankan bahwa proses tersebut harus dimulai dari para pemimpin, serta melibatkan kolaborasi dengan masyarakat dan kalangan akademik.


“Apakah yang direformasi ini Polri saja? Tentu saja tidak mungkin. Reformasi harus melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat dan dunia akademik. Karena ini bagian dari keterbukaan," terangnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang