Nasional

Shalat Rebo Wekasan, Bagaimana Hukumnya?

Selasa, 27 Agustus 2024 | 07:00 WIB

Shalat Rebo Wekasan, Bagaimana Hukumnya?

Ilustrasi shalat Rebo Wekasan. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Masyarakat Nusantara mengenal tradisi Rebo Wekasan, yaitu hari rabu terakhir di bulan Shafar. Di hari tersebut, masyarakat berasumsi terjadi musibah-musibah, termasuk yang sering ramai diperbincangkan adalah ritual shalat Rebo wekasan. Hal tersebut menuai pro dan kontra. Sebenarnya bagaimana pandangan fiqih Islam mengenai hukum shalat Rebo wekasan?


Ustadz Mubassyarum Bih menjelaskan bahwa pada dasarnya, tidak ada nash sharih yang menjelaskan anjuran shalat Rebo wekasan. Karenanya, jika shalat Rebo wekasan diniati secara khusus, misalkan “aku niat shalat Shafar”, “aku niat shalat Rebo wekasan”, maka tidak sah dan haram.


Hal tersebut sebagaimana ia jelaskan dalam artikelnya berjudul Hukum Shalat Rebo Wekasan dalam Islam yang dikutip NU Online pada Selasa (27/8/2024).
 

Hal tersebut didasarkan pada prinsip kaidah fiqih yang dikutip dari Syekh Sulaiman al-Bujairimi dalam Tuhfah al-Habib Hasyiyah ‘ala al-Iqna’, “Hukum asal dalam ibadah apabila tidak dianjurkan, maka tidak sah.”


Atas pertimbangan kaidah itu, ulama mengharamkan shalat Raghaib di awal Jumat bulan Rajab, shalat nishfu Sya’ban, shalat Asyura’ dan shalat kafarat di akhir bulan Ramadhan, sebab shalat-shalat tersebut tidak memiliki dasar hadits yang kuat. Hal ini sebagaimana dijelaskan Syekh Abi Bakar Syatha dalam I’anah al-Thalibin mengutip Syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Irsyad al-‘Ibad.


“Adapun hadits-hadits shalat tersebut adalah palsu dan batal, jangan terbujuk oleh orang yang menyebutkannya,” tulis Ustadz Mubassyarum Bih mengutip Syekh Abu Bakr bin Syatha dalam I’anah al-Thalibin.


Meskipun demikian, ulama berbeda pandangan jika shalat Rebo wekasan diniati shalat sunah mutlak. Ada yang menyebutnya tetap haram, seperti yang ditetapkan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Pandangannya tersebut didasarkan pada hadits sahih yang hanya berlaku untuk shalat-shalat yang disyariatkan, tidak termasuk shalat Rebo Wekasan.


“Tidak boleh berfatwa, mengajak dan melakukan shalat Rebo Wekasan dan shalat hadiah yang disebutkan dalam pertanyaan, karena dua shalat tersebut tidak ada dasarnya dalam syariat. Tendensinya adalah bahwa kitab-kitab yang bisa dibuat pijakan tidak menyebutkannya, seperti kitab al-Taqrib, al-Minhaj al-Qawim, Fath al-Mu’in, al-Tahrir dan kitab seatasnya seperti al-Nihayah, al-Muhadzab dan Ihya’ Ulum al-Din. Semua kitab-kitab tersebut tidak ada yang menyebutkannya. Bagi siapapun tidak boleh berdalih kebolehan melakukan kedua shalat tersebut dengan hadits shahih bahwa Nabi bersabda, shalat adalah sebaik-baiknya tempat, perbanyaklah atau sedikitkanlah, karena sesungguhnya hadits tersebut hanya mengarah kepada shalat-shalat yang disyariatkan.” (KH. Hasyim Asy’ari sebagaimana dikutip kumpulan Hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur).


Berbeda dengan Kiai Hasyim, Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki menghukumi shalat sunnah mutlak dalam Rebo Wekasan boleh. Niat shalat sunnah mutlak di Rebo Wekasan ia anggap sebagai sebuah solusi untuk membolehkan shalat-shalat yang ditegaskan haram dalam nashnya para fuqaha’. Hal ini sebagaimana ia jelaskan dalam kitabnya, Kanz al-Najah wa al-Surur.


Ustadz Mubassyarum Bih menegaskan bahwa perbedaan pandangan di kalangan ulama sebagaimana dijelaskan di atas adalah hal yang sudah biasa dalam fiqih. Sebab, masing-masing memiliki argumen yang dapat dipertanggungjawabkan.
 

“Perbedaan tersebut tidak untuk dipertentangkan atau ajang saling bully, namun sebagai rahmat bagi umat, membuka ruang seluas-luasnya bagi mereka untuk menjalankan ritual agama tanpa keluar dari batas syariat,” pungkasnya.


Sebagaimana diketahui, Rebo Wekasan pada Shafar 1446 H ini akan terjadi pada Rabu, 4 September 2024 atau bertepatan dengan 30 Shafar 1446 H.