KH Makin Shoimuri, Sosok Kiai yang Lembut dan Enggan Disebut Kiai
Rabu, 12 Juli 2023 | 22:30 WIB
KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) saat menyampaikan kesan-kesan menjelang pemakaman almaghfurlah Kiai Makin di Rembang, Rabu (12/7/2023). Foto: Istimewa
Ahmad Hanan
Kontributor
Rembang, NU Online
Wafatnya seseorang tidak bisa diprediksi oleh siapapun, baik itu orang biasa maupun orang berilmu. Tak terkecuali pula KH M Makin Shoimuri yang wafat dalam usia 68 tahun pada Selasa (11/7/2023) malam kemarin.
Wafatnya sosok kiai yang termasuk salah satu jajaran syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Rembang, Jawa Tengah, ini membuat masyarakat cukup kehilangan atas kepergiannya. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya pentakziyah yang mengikuti prosesi pemberangkatan jenazahnya pada Rabu (12/7/2023).
Sebelum diberangkatkan ke pemakaman, Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh Rembang KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) yang didapuk untuk memberangkatkan jenazah menyampaikan kesan-kesannya terhadap Kiai Makin.
Di awal, Gus Mus menceritakan sosok Kiai Makin yang merupakan putra dari KH Shoimuri. “Kiai Makin Shoimuri adalah salah satu putra dari Kiai Shoimuri. Saya kenal dengan semua putra Kiai Shoimuri,” jelas Gus Mus.
Gus Mus kemudian melanjutkan cerita. Biasanya seorang anak itu mirip dengan ayah ataupun ibunya. Namun, menurut Gus Mus, Kiai Makin berbeda dari kebiasaan tersebut.
“Kalau menurut ilmu nasab, putra-putra Kiai Shoimuri kalau tidak mirip dengan ayahnya, ya mirip dengan ibunya,” ungkap Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
“Tetapi, kalau saya amati, beliau malah mirip dengan kakeknya, simbah Siroj. Saya menangi Mbah Siroj, waliyullah dari Solo,” tambahnya.
Oleh Gus Mus, ia mengibaratkan sosok Kiai Makin seperti ikan tanpa duri. Hal ini dikarenakan karena sikap lembut dari Kiai Makin.
“Kiai Makin itu istilah Rembang mungkin disebut ngalahan, lembut. Cara Jawa-nya itu ibarat ikan tanpa duri,” terang Gus Mus.
Tidak mau disebut kiai
Sementara itu, Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Rembang KH A Chazim Mabrur menceritakan kenangannya seusai prosesi pemakaman berlangsung. Menurutnya, Kiai Makin merupakan kiai yang rendah hati karena tidak mau disebut kekiaiannya.
“Pernah suatu hari Pak Makin meminta saya untuk menjadi wakilnya. Saat meminta kepada saya, beliau dengan halus berpesan agar tidak usah menyertakan kiai saat menyebutkan namanya,” ungkap Kiai Chazim.
“Untuk itu, saya meminta kepada para santri tirulah Pak Makin. Ketika nanti menjadi kiai tidak harus menampakkan kekiaiannya. Jangan sampai menjadi seorang yang bukan kiai tapi ingin dianggap sebagai kiai,” lanjutnya.
Senada dengan KH Chazim, salah satu keponakan dari Kiai Makin, Gus M Hanies Cholil Barro’ menyebutkan bahwa keluarga sangat kehilangan atas kepergian Kiai Makin.
“Kami merasa kehilangan. Pak Makin adalah sosok yang sederhana, low profile, tidak menampakkan kekiaiannya,” ujar Gus Hanies, sapaan akrabnya.
“Sepanjang yang saya tahu, beliau jarang atau bahkan tidak pernah merepotkan orang lain dalam hal apapun,” tambah Wakil Bupati Rembang ini.
Di akhir hayatnya, KH M Makin Shoimuri yang dilahirkan pada 5 Mei 1955 ini meninggalkan seorang istri bernama Mukhlishoh dan tiga orang anak, Ahmad Zaky, Zakhiroh Makin Tanubak, dan Shulcha Kulliyyatina.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua