Opini

Dunia Mengenal Tulisanmu

Sabtu, 30 Januari 2016 | 13:11 WIB

Oleh Rohmatullah Adny Asymuni*

Ma'al hibral ilal maqbarah begitulah kira-kira Imam Ahmad bin Hambal memotivasi dirinya. Ma'al hibral ilal maqbarah arti sederhananya: bersama pena sampai keperistirahatan, alias kuburan. Kita tahu sendiri bahwa Imam Ahmad bin Hambal termasuk salah satu ulama yang karyanya kekal sampai sekarang dan dibaca oleh milyaran manusia di muka bumi ini.

Menurut hemat saya, menulis bukanlah suatu hal yang mudah, tapi juga bukanlah suatu hal yang sulit. Menulis dianggap sulit bagi mereka yang tidak mau memulainya, tapi bagi mereka yang mau untuk memulai, menulis akan menjadi mudah, asyik dan menggembirakan. Perlu diketahui, menulis butuh waktu, proses dan renungan. Sebab, hakikat tulisan terpancar dari pikiran dan hati. Boleh jadi konten tulisan yang radikal berawal dari pikiran dan hati yang sedang marah. Begitupun sebaliknya, saat suasana pikiran dan hati tenang, alur tulisan pun menjadi damai dan nyaman. Menulis tidak jauh berbeda dengan ucapan. Sebab tulisan merupakan ungkapan lisan yang tersampaikan dengan bentuk huruf yang berawal dari buah pikiran, pengetahuan dan pengalaman. Karena tulisan adalah bahasa lisan (ucapan) yang tersampaikan dengan tarian tangan, maka setiap ucapan yang bermuara dari hati akan masuk ke hati, begitupun setiap rangkaian kata (tulisan) yang keluar dari hati akan berlabuh di hati pula.

Hebatnya sebuah tulisan dapat menghipnotis dan memengaruhi pembaca, menggiringnya bernostalgia ke alam pikiran dan imajinasi yang dituangkan oleh penulis. Seorang penulis ilmu yang sesuai dengan akidah yang benar secara tidak langsung akan memengaruhi pembaca untuk mengenal akidah yang benar. Begitupun sebaliknya, penulis yang menyebarkan akidah yang salah, jika pembacanya termasuk orang yang belum mampu mengetahui tentang salah dan benarnya sebuah tulisan yang ditulis oleh penulis, boleh jadi pembaca akan mengikutinya tanpa ada tanda tanya dan kritik sedikitpun.

Oleh karenanya penting bagi pembaca mengetahui mana tulisan yang mengarahkannya kepada akidah yang benar dan akidah yang melenceng dan mana tulisan yang benar informasinya dan yang tidak benar. Oleh karenaya, pembaca janganlah merasa puas dengan satu bacaan, tetapi carilah bacaan lain sebagai bahan referensi dan perbandingan.

Bagi para penulis, menulis bukan hanya sekedar hobi dan kesenangan semata, namun lebih dari itu, menulis adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan, diimplemenatsikan dalam kehidupan nyata. Menulis adalah sarana dakwah menyampaikan ilmu yang belum tersampaikan, sehingga dari tulisan yang dibaca pembaca dan diamalkan dalam dunia nyata, penulisnya pun mendapatkan pahala dari pembaca yang mengamalkan tulisannya. Begitu juga penulis, wajib mengamalkan apa yang sesuai dengan isi tulisannya. Sebab tulisan tak ubahnya ucapan yang harus senantiasa diamalkan. Tulisan adalah ilmu yang harus diamalkan.

Mengutip pernyataan Imam Al-Ghazali: Kalau kamu bukan anak ulama besar, bukan pula anak seorang raja, maka menulislah. Begitulah kira-kira apa yang disampaikan Imam Al-Ghazali kepada kita tentang urgensi menulis ilmu. Semua pasti sepakat jika para ilmuan Barat dan Islam dikenal karena karyanya yang fenomenal. Sebut saja, Aristoteles, Plato, Karl Marx, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, dan Al-Ghazali adalah segelintir orang yang membuktikan dirinya layak disebut intelektual dengan buku-buku yang dihasilkannya. (Radar Bangka, 25, Februari 2015). Ada ungkapan menarik yang bisa kita jadikan motivasi untuk menumbuhkan rasa semangat menulis. Kurang lebih begini isi ungkapan tersebut: “Kalau kamu ingin mengenal dunia maka membacalah, tapi kalau dunia ingin mengenalmu maka menulislah”.

* Alumni Santri Pondok Pesantren Sidogiri yang sedang kuliah di STEI Tazkia Bogor Jurusan Bisnis dan Manajemen Islam.