Opini

Gus Dur, Cuci Darah, dan Lembaga Donor

Ahad, 10 November 2019 | 00:45 WIB

Oleh Hatim Gazali
 
Tak lama setelah menjadi Ketua Umum PBNU, KH Abdurrahman Wahid divonis terkena glaucoma, yang menghambat penglihannya. Sejumlah tindakan medis pun dilakukan untuk menyelamatkan penglihatannya, tapi mata kirinya tidak bisa diselamatkan karena urat syarafnya sudah telanjur rusak. Beruntung mata bagian kanan Gus Dur masih bisa diselamatkan. Hanya saja, sejak itu Gus Dur harus menjalani pemeriksaan rutin setiap enam bulan sekali.

Namun sejak 2005, Gus Dur sudah harus melakukan cuci darah tiga kali seminggu karena fungsi ginjalnya tidak lagi bekerja sempurna. Gus Dur memang manusia kebal, karena nyaris tidak pernah mengeluh akan sakitnya. Penyakit jantung, ginjal, dan gula darah yang menjadi penyebab wafatnya beliau.

Sudah 10 tahun berlalu Gus Dur wafat. Namun, sampai saat ini, di Indonesia belum ada lembaga donor atau pun peraturan pemerintah yang mengatur teknisnya. Padahal, pasien cuci darah karena ginjal terus bertambah. Beban BPJS dari cuci darah ini menyedot anggaran yang cukup tinggi, bahkan tertinggi kedua setelah jantung.

UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan bahwa syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Hari ini (Kamis, 7 November 2019), dengan berbekal “nyali” dan semangat Gus Dur, saya ketemu mas Toni, Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) di Pojok Gus Dur, tempat yang biasanya digunakan Gus Dur untuk menerima tamu. Ada banyak hal yang kita bincangkan. Bahwa diabetes dan hipertensi penyebab terbesar gagal ginjal.

Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki lembaga donor organ sehingga para pasien gagal ginjal ini secara rutin melakukan cuci darah untuk melangsungkan hidupnya. Bahwa, Peraturan Pemerintah sebagai amanat UU no 36 yang telah dilahirkan 10 tahun yang lalu belum juga ada wujudnya. Bahkan, yang lebih menyedihkan, pernah muncul wacana bahwa BPJS tidak akan menanggung biaya cuci darah. Seketika forum diskusi bersemangat, ganti saja namanya, bukan jaminan sosial, tetapi badan asuransi.

Atas dasar itu, KPCDI bersama saya, dengan meminjam semangat dan energi Gus Dur, ingin mewujudkan lahirnya lembaga donor organ sehingga ketika ada sebagian rakyat Indonesia yang salah satu organ tubuhnya tidak berfungsi dapat tertangani. Ini akan menyelematkan hidup manusia yang oleh agama apapun menjadi prinsip penting.

Untuk itu, kami merancang sejumlah rencana, mulai dari bertemu para stakeholders (para agamawan, kemenkes, komisi 9, lembaga profesi, dan lain sebagainya, kampanye dan sejumlah kajian ilmiah. Karena itu, mohon doa dan dukungan semua pihak untuk mewujudkan rencana-rencana kemanusiaan ini.

Jika kita alpa soal ini, stop dulu bicara Indonesia emas 2045, bonus demografi, karena anak-anak kita sudah disuguhi beragam makanan untuk badan dan jiwa yang tidak sehat. 
 

Hatim Gazali, pengurus harian PP RMINU. Ia adalah Dosen Universitas Sampurna.