Oleh Imam Nahrawi
Mahbub Djunaidi adalah sosok yang serba bisa. Beliau tidak bisa diringkus dan disederhanakan dalam satu kata atau bahkan dalam satu tarikan kalimat saja. Mahbub Djunaidi adalah sosok yang kompleks dan multitalenta. Bisa apa saja dengan cara bagaimana saja.
Sebagai seorang Sastrawan ia bisa menulis dan menghasilkan karya yang tak tanggung-tanggung: menjadi juara di Lomba Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 1974. Novel atau roman Hari ke Hari ini bagi saya menunjukkan bahwa Mahbub Djunaidi adalah sastrawan yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Caranya menulis roman dengan menempatkan sosok anak kecil sebagai tokoh utama yang memandang bagaimana revolusi saat itu terjadi membuat banyak orang berdecak kagum. Ini sesuatu yang brilian, kata seorang juri saat itu: Sapardi Djoko Damono.
Sebagai seorang penulis kolom, kepiawaian Mahbub Djunaidi tidak ada yang meragukannya lagi. Ia adalah ‘mazhab’ penulisan kolom di Indonesia. Kalau di Amerika ada Art Burchwat maka di Indonesia ada Mahbub Djunaidi yang cerdas, tajam, aktual, dan juga terpercaya, mirip slogan Liputan 6 SCTV. Bedanya liputan enam tidak lucu, kalau Mahbub Djuanidi lucu.
Goenawam Mohamad dalam sebuah pengantar buku kumpulan kolom Mahbub Djunaidi di Majalah tempo bertajuk “Kolom demi Kolom” terang-terangan mengungkapkan kecemburauannya dan menuliskannya seperti ini “Saya punya kecemburuan pada Mahbub. Bagaimana dia bisa menulis hingga orang tertawa, padahal isinya cukup serius?. Kelebihan Mahbub pada kolom-kolomnya, yang belum tertandingi oleh siapa pun, ialah bahwa ia bisa mengatasi mempergunakan bahasa Indonesia dengan kecakapan seorang mime yang setingkat Marcel Marcau. Kata-kata, kalimat-kalimat, ia gerakkan dalam pelbagai perumpamaan yang tidak pernah membosankan karena selalu tak terduga”
Mahbub Djunaidi barangkali sedang berakrobat saat sedang menulis kolom. Ibarat seorang jawara atau pendekar silat, ia tak pernah kehabisan jurus. Selalu ada dan terus ada.
Di banyak tulisan-tulisannya, Mahbub Djunadi--sebagaimana yang dia akui bahwa ia seorang generalis, bukan spesialis—mengarahkan pandangan dan pengamatannya di hampir semua bidang. Ekonomi, politik, hukum, pendidikan, olahraga, film dan masih banyak lagi. Luasanya bidang yang menjadi objek garapan dan pandangannya tersebut, uniknya tidak pernah memengaruhi cara pandang khas Mahbub Djunaidi yang selalu bisa mengemas dengan mudah, simpel dan tidak rumit apalagi ruwet untuk dipahami.
Saya pribadi belajar dari Mahbub Djunaidi bahwa orang pintar adalah mereka yang bisa menguraikan perkara yang rumit menjadi mudah dipahami, sebaliknya bahwa orang yang menyulit-nyulitkan perkara yang sebetulnya simpel, itu tandanya bahwa orang itu adalah orang yang ruwet.
“Tidak ada hubungannya antara pintar sama ruwet. Orang-orang pintar adalah orang yang bicaranya bisa dipahami. Orang yang tidak bisa dipahami ya namanya orang ruwet,” begitu tulis Mahbub Djunaidi dalam salah satu kolomnya di Kompas pada tahun 1987.
Penting untuk dicatat bahwa Mahbub Djunadi, dalam menulis, mampu menundukkan bahasa dan kata-kata sebagai ‘anak buah yang tunduk padanya dan bisa disuruh untuk apa saja’. Mahbub Djunaidi berkuasa penuh atas kalimat dan kata-kata yang dituisanya. Sehingga ia leluasa, cenderung ‘out of the box’, dan sedikit urakan, namun segar dan cerdas.
Sebaliknya, tidak sebagaimana lumrahnya penulis-penulis kolom lainnya yang cenderung taat asas, hati-hati dalam memproduksi kalimat, memilih-milih kata yang diaggap sopan dan eufimis, berbasa-basi sehingga terkesan bermuka manis. Mahbub Djunaidi jauh dari itu semua. Ia orisinal. Ia bukan manusia plastik.
Sebagai tokoh pergerakan, siapa yang meragukan sumbangsih gerakan dan juga pemikiran Mahbub Djuanidi. Melalui PMII ia berkiprah dan mengajarkan pada generasi seangkatan maupun setelahnya bahwa berorganisasi itu sangat penting, tidak kalah penting dibandingkan yang lain. Ia mengajarkan bagaimana melakukan perlawanan dengan cara yang elegan. Bagaimana beradu otak tanpa beradu otot.Dari dalam penjara pun ia tetap melakukan perlawanan, tentu saja dengan caranya sendiri.
Pun demikian sebagai seorang politisi, Mahbub Djunaidi adalah sosok yang memiliki pandangan politik yang ‘setia pada nilai-nilai kemanusiaan’ serta menjunjung kepentingan yang tertindas dan lemah. Ia keras terhadap diri sendiri, namun lembut jika berhadap dengan orang lain.
Mahbub Djunadi hidup. Ia tidak mati. Sebab nilai-nilai, contoh keteladanan, dan juga misi penrjuangannya bersemai dan terus menyebar dan berkembang di seantero penjuru negeri hingga sampai saat ini. Inilah jariyah Mahbub Djunaidi yang barangkali hari ini sedang terkekah bersama komedian-komedian kehidupan lain seperti Gus Dur, Benjamin Sueb, Bagio atau Kiai Cholil Bisri di alam saja.
Mahbub Djunaidi adalah manusia ruang, bukan manusia perabot. Manusia ruang adalah mereka yang bisa menampung segala hal: kebaikan, bejahatan, amarah, dendam, benci, dan kasih sayang, temasuk menampung mereka yang membencinya, mencacinya, memujinya, atau menyanjungnya. Sifat ruang adalah menampung segala hal dan menempatkannya di tempat yang pantas untuknya.
Sebaliknya, manusia perabot adalah mereka yang hanya berhenti menjadi perabotan dan aksesoris yang sifatnya hanya sebagai hiasan ruangan saja. JIka manusia ruang bersifat menampung, maka manusia perabot bersifat memenuhi dan menyesaki ruangan.
Sekali lagi saya katakan bahwa Mahbub Djunaidi adalah manusia ruang.
Hari ini, kita berdiri bersama-sama mengenang kebaikan Mahbub Djunaidi. Saat dunia dipenuhi dengan ragam rasa benci dan caci maki. Saat dunia maya sesak dengan amarah dan perdebatan yang tak ada ujungnya. Saat kegaduhan terjadi di mana-mana. Saat huru-hara menegcambah di berbagai belahan dunia. Kita sangat merindukan sosok Mahbub Djunaidi yang jenaka. Yang bisa memandang sebuah tragedi menjadi komedi. Yang sanggup menertawakan kekonyolan diri sendiri. Yang sanggup mengolok-olok dirinya sendiri. Yang sanggup membesarkan hati para generasi penerusnya untuk melakukan perlawanan demi perlawan yang elegan. Yang sanggup menjadikan dunia dalam genggamannya, bukan dalam hatinya. Yang sanggup melakukan kebaikan bukan utuk karena dan agar supaya.
Mahbub Djunaidi manusia ruang berhati samudera, berwatak bumi yang selalu menampung dan melayani segala yang datang menghampiri.
Baik-baik di sana, Bung Mahbub Djunaidi. Kami akan melanjutkan perjuanganmu, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.
Penulis, Menteri Pemuda dan Olahraga RI