Muhammad Ishom
Kolomnis
Di hari itu, tepat pukul 03.40, seluruh anggota keluargaku sudah duduk melingkari meja makan dan siap untuk santap sahur bersama kecuali istriku. Ia masih di mushalla melakukan shalat tahajud.
Suasana sahur dini hari itu terasa kurang menggairahkan. Aku masih kenyang dan anak-anak masih pada ngantuk. Aku hanya mencicipi tahu yang dimasak oseng dan dipotong kotak-kotak kecil oleh istriku. Anakku yang bungsu kurang berselera dengan lauk yang ada. Dia minta dibuatkan telur ceplok. Kutanyakan padanya, “Digorengkan siapa, Ibu apa Bapak?”
“Ibu,” jawab anakku.
“Ibu baru tahajud, Dan?” kataku. “Gimana kalau Bapak yang menggoreng?”
“Ya,” jawab si bungsu menyetujui usulku.
Kedua anakku sehari-hari memang memanggilku “Bapak” dan memanggil “Ibu” pada istriku karena begitulah kami mengajari mereka. Mereka tidak terpengaruh oleh cara bagaimana kedua orang tuanya saling memanggil. Aku dan istriku saling memanggil “Jo” (dari kata “bojo”) sejak awal. Anakku yang pertama baru lahir 6 tahun setelah pernikahan kami. Yang kedua lahir 5 tahun setelah kelahiran yang pertama.
Setelah istriku selesai shalat tahajud ia segera gabung bersama kami.
“Berapa rakaat tahajudmu, Jo?” Tanyaku.
“Empat rakaat,” jawabnya. “Kok tumben nanya-nanya.”
“Emang gak boleh?” Aku balik bertanya.
“Kata Almarhum Pak Ali Asnawi, jumlah rakaat tahajud itu sebanyak dua kali jumlah anak. Maksudnya kalau anakku dua, maka diperlukan salam dua kali. Artinya empat rakaat.” Istriku mencoba menjelaskan.
“Kamu tahu dari mana Jo, lha wong kamu bukan muridnya. Yang murid beliau itu aku?”
“Aku tahu dari Bu Duri, putri beliau. Dia kan temanku mengajar di pesantren.”
Mendengar penjelasan dari istriku, aku membayangkan almarhum Pak Ali Asnawi kalau tahajud pasti jumlah rakaatnya 20 karena jumlah putra-putri beliau 10. Makanya, mereka pada sukses. Dari ke-10 anak itu 8 orang di antaranya sudah hafidz Al-Qur’an sekaligus sarjana.
Tepat pukul 04.22 kami behenti makan sahur setelah mendengar seruan imsak dari masjid. Seperti biasa makan sahur kami akhiri dengan minum air putih sebotol ukuran tanggung.
******
Itulah suasana makan sahur di keluarga saya enam tahun lalu yang terekam dalam buku Dari Sahur ke Sahur; Catatan Harian Seorang Suami (2016).
Sebagaimana disebutkan dalam kisah di atas, guru kami di pesantren almarhum Pak Ali Anawi Al-Hafidz memiliki putra-putri sebanyak 10 orang. Delapan di antaranya sudah hafidz Al-Qur’an sekaligus sarjana hingga catatan ini ditulis pada tahun 2014. Salah satu kunci keberhasilan beliau dalam mendidik putra-putrinya sehingga hampir seluruhnya sudah hafal Al-Qur’an sekaligus menjadi sarjana di usia muda saat itu adalah keistiqamahan beliau dalam bertahajud setiap malam dengan memohon kepada Allah agar putra-putrinya menjadi generasi yang hafidz Al-Qur’an semua.
Shalat tahajud memang bukan shalat sunnah biasa. Tidak semua orang sanggup mengerjakannya, apalagi secara istiqamah, karena waktu pelaksanaanya di tengah malam di saat kebanyakan orang lebih memilih tidur pulas daripada bangun untuk shalat. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an yang intinya barangsiapa melakukan shalat tahajud, Allah akan mengangkatnya ke tampat yang terpuji sebagai berikut:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Artinya, “Dan pada sebagian malam hari bertahajud lah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Isra’: 79).
Tempat (maqam) yang terpuji itu berhasil diraih Pak Ali Asnawi atas keberhasilannya menjadi seorang ayah yang hafidz Al-Qur’an sekaligus menurunkan 8 anak yang hafidz Al-Qur’an juga. Memang shalat tahajud memiliki banyak keutamaan antara lain adalah doa yang dipanjatkan didalamnya akan mudah dikabulkan.
Semua ulama sepakat bahwa jumlah minimal rakaat shalat tahajud adalah dua rakaat. Oleh karena itu, jika seseorang melaksanakan shalat tahajud dua rakaat, maka hal itu dinilai sudah cukup baik. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab ensiklopedia fiqih yang diterbitkan Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait berikut ini:
اتفق الفقهاء على أن أقلها ركعتان خفيفتان؛ لما روى أبو هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا قام أحدكم من الليل فليفتتح صلاته بركعتين
Atinya “Ulama fiqih sepakat bahwa jumlah minimal rakaat shalat tahajud adalah dua rakaat. Hal ini berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, ‘Jika kalian melaksanakan shalat malam, maka hendaklah membukanya dengan dua rakaat yang ringan.” (lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, Wizarah al-Auqaf wa-Asy-Syu’un al-Islamiyah, juz 14, th. 1998. Cet. 2, hal. 88).
Adapun jumlah maksimal rakaat shalat tahajud tidak dibatasi menurut ulama Syafiiyah dan Hanabilah sehingga seseorang boleh melakukan shalat tahajud sebanyak yang ia sanggup. Dengan kata lain jumlah maksimal rakaat tahajud tidak ada batasnya (Lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, Wizarah al-Auqaf wa-Asy-Syu’un al-Islamiyah, juz 14, th. 1998. Cet. 2, hal. 89). Hal ini berdasarkan hadits riwayat Imam Ahmad, Thabrani dan al-Hakim dari Abu Zar dan Abu Umamah, Nabi Saw sebagai berikut:
الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوعٍ، فَمَنْ شَاءَ اسْتَقَلَّ، وَمَنْ شَاءَ اسْتَكْثَرَ
Artinya, “Shalat adalah sebaik-baik ibadah yang telah ditetapkan. Karena itu, boleh seseorang melakukan sedikit sesukanya dan boleh memperbanyak sesukanya.”
Tetapi Pak Ali Asnawi memilih jumlah rakaat tahajud sebanyak dua kali jumlah putra putri beliau yang 10 orang sehingga jumlah rakaatnya mencapai 20. Artinya satu paket shalat tahajud terdiri dari 2 rakaat sebagai doa untuk 1 anak. Untuk memenuhi 10 anak, maka diperlukan 10 paket shalat tahajud.
Jadi setiap malam Pak Ali Asnawi mendirikan shalat tahajud sebanyak 20 rakaat. Di bulan Ramadhan Jumlah rakaat qiyamul lail yang dijalani Pak Ali Asnawi bisa mencapai 43 rakaat, dengan perincian 20 rakaat untuk shalat tarawih, 20 rakaat lagi untuk shalat tahajud, dan 3 rakaat lagi untuk shalat witir. Luar biasa!
Dalam hal ini Pak Ali Asnawi sengaja mengaitkan jumlah rakaat shalat tahajud, yakni 20 rakaat atau 10 paket salam dengan jumlah putra-putri beliau sebanyak 10 orang. Inilah yang disebut tafa’ul (berharap baik). Maksudnya beliau berpengharapan baik mudah-mudahan ke-10 putra-putri beliau akan hafal Al-Qur’an semuanya dengan dilaksanakannya shalat tahajud sebanyak 10 paket salam atau 20 rakaat.
Harapan baik itu berangkat dari janji Allah bahwa doa yang dipanjatkan dalam shalat tahajud mudah dikabulkan. Tafa’ul itu sendiri ditinjau dari sudut fiqih diperbolehkan di dalam Islam.
Muhammmad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua