Manuskrip Pesantren Mengubah Dunia
Kamis, 20 September 2012 | 02:33 WIB
Oleh Fathurrahman Karyadi
Pasca wafatnya Gus Ishom Hadzik (2003) tugas penelusuran manuskrip atau naskah-naksah kuno di Pesantren Tebuireng menjadi mandek. Akibatnya karya-karya emas Hadratus Syaikh KH M Hasyim Asy'ari yang belum terlacak sulit untuk ditemukan kembali.
<>
Adik beliau, Agus Zakki Hadzik terdorong untuk terjun meneruskan jejak yang pernah dirintis sang kakak sejak tahun 1994 itu. Kerja keras tersebut akhirnya membuahkan hasil. Kitab Kiai Hasyim menjadi semakin lengkap dengan diterbitkannya kompilasi berjudul Irsyâd al-Sârî.
Di antaranya kitab-kitab yang baru ditemukan adalah Al-Jâsus fi Ahkâm al-Nâqus. Isinya mengulas polemik Kiai Hasyim tentang hukum menabuh kentongan di masjid sebagai tanda masuknya waktu shalat. Kitab sederhana ini mendapat dukungan oleh banyak ulama. KH Wahab Hasbullah beserta lima kiai lainnya bahkan turut menyumbangkan al-taqrîdz atau andersoment di halaman akhir.
Kitab Manâsik al-Sughrâ yang sejak lama dicari-cari pun akhirnya berhasil ditemukan. Bahkan kitab tersebut sempat menjadi rujukan utama Kementrian Agama RI dalam menyusun buku panduan haji dan umrah. Isinya cukup ringkas namun lengkap mencakupi rukun, wajib dan sunnah dalam bermanasik.
Sedangkan tiga naskah selanjutnya berupa risalah kecil berisi doa Hizb al-Falâh, jimat Asma’ Nabi serta resume sanad kitab-kitab hadits yang beliau dapat dari Syaikh Mahfudz al-Tarmasi. Dengan ditemukannya naskah-naskah emas karya Kiai Hasyim tersebut sesudah pasti akan membawa manfaat luas kepada umat muslim terutama warga NU dan kaum pesantren. Buah pikir beliau dapat dibaca kembali setelah beberapa tahun silam tenggelam akibat naskah yang hilang.
Menelusuri Manuskrip
Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH Salahuddin Wahid pernah mengelar rapat di ndalem kesepuhan guna membahas kelanjutan karya-karya Kiai Hasyim. Kebetulan saya termasuk dari enam orang yang hadir dalam rapat tersebut. Di samping akan mengadakan penerjemahan seluruh karya Kiai Hasyim, juga penelusuran manuskrip yang belum terbit akan lebih dioptimalkan.
Meski hanya seorang santri biasa saya berusaha keras ikut membantu demi tersebarnya karya Kiai Hasyim ke publik. Dan alhamdulillah ada beberapa naskah yang berhasil saya temukan. Di antaranya ialah; Pertama, naskah satu lembar tanpa judul mengulas tentang akidah atau teologi. Setelah dikaji ulang ternyata naskah tersebut serupa dengan kitab Majmû' Rasâil yang diterbitkan oleh Salim Nabhan Surabaya pada tahun 1930. Isinya beberapa kitab karya Kiai Murtadha Tuban dan dua risalah karya Kiai Hasyim. Di sana risalah tersebut diberi judul Risâlah al-‘Aqâid.
Kedua, masih berupa naskah satu lembar tanpa judul. Dan ternyata ia juga terhimpun dalam kitab sebelumnya. Berjdul Risâlah fi al-Tauhîd. Isi kandungannya cukup sistematis dan ringkas. Kiai Hasyim menjabarkan dengan gamblang tentang makna Islam, Iman dan Ihsan. Ketiga, sebuah naskah kuno yang pernah diperbanyak oleh Kiai Ahyad bin Arsyad Kediri dengan angka tahun 1352 H (81 tahun silam). Isinya mengulas hukum-hukum yang berkenaan dengan masjid.
Keempat, nasihat tiga perkara mengenai singkronisasi ilmu fikih, tasawuf dan aqidah. Naskah berupa sobekan kertas dalam berbahasa Arab. Kelima, otobiografi Kiai Hasyim yang beliau tulis sendiri saat studi di Makkah al-Mukarramah. Terlampir pula sanad kitab Shahih Bukhari, Muslim dan Muwattha'. Naskah ini ditulis pada tahun 1349 H. Tradisi Kiai Hasyim setelah kitab yang dkaji bersama para santri kahatam, beliau memberikan sanad kitab tersebut yang bersambung sampai kepada pengarang. Bahkan menurut penuturan KH. Abdul Muhith Muzadi yang pernah kami wawancarai, dahulu sebelum Tebuireng memiliki percetakan sendiri, Kiai Hasyim menulis sanad sebuah kitab di atas tiga papan tulisan dan semua peserta didik harus menulisnya.
Kelima, naskah sanad fiqih yang bersambung kepada Rasulullah SAW melalui Imam Syafii. Naskah asli masih berupa tulisan tangan beliau model riq’ah. Tampaknya naskah ini belum pernah terpublikasi. Bahkan para kiai dan ketua PBNU pun bisa dipastikan belum mengetahuinya. Ini merupakan data terpenting karena merupakan mata rantai leluhur warga NU.
Keenam, al-Durar al-Muntatsirah yang menjelaskan tentang tarekat, kewalian dan tasawwuf. Format penulisan menggunakan tanya jawab interaktif sebanyak 19 soal. Kemudian ada lembaran terpisah berjdul Susulan yang ternyata berupa tambahan satu soal sehingga menjadi lengkap 20 soal tanya jawab.
Dari beberapa naskah di atas kemudian kami terjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kini sudah terbit dengan judul ”Beragama Baik dan Benar menurut Hadratus Syaikh” setebal 66 halaman. Buku kecil itu mendapat kata pengantar dari Pengasuh Pesantren Tebuireng.
Kemudian pada November 2011 buku tersebut menjadi objek penelitian dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Ahmad Musyafiq, M.Ag. dari penelitian itu lalu terbit bukunya berjudul ”Reformasi Tasawuf KH M Hasyim Asy’ari” setebal 182 halaman.
Dimana Manuskrip Berada?
Belajar dari penelusuran naskah Hadratus Syaikh kami mendapat banyak pelajaran sekalipun kami belum pernah menerima materi filologi. Naskah-naskah para tokoh biasanya disimpan oleh ahli waris; putra ataupun cucu. Jika mereka tidak menyimpannya, maka kemungkinan besar adalah murid langsung para tokoh tersebut dan para ahli warisnya.
Di samping menghubungi person secara langsung, tak menutup kemungkinan di museum atau perpustakaan besar ikut menyimpannya. Seperti naskah Kiai Hasyim berjdul Tamyîz al-Haqq min al-Bâthil. Ternyata tersimpan di Museum NU di Surabaya sedangka keluarga dan murid beliau tidak memilikinya. Alhamdulillah berkat kerjasama dengan pengelola museum kami berhasil memfotocopy kitab tersebut yang rencananya ke depan akan diterbitkan kembali oleh Pustaka Tebuireng dengan edisi terjemahan serta transkip naskah asli.
Informasi terkini, banyak pula naskah para ulama nusantara yang ternyata tersimpan di perpustakaan besar di luar negeri. Seperti kitab Jawâz al-Taqlîd wa Hurmat al-Ijtihâd karya Hadratus Syaikh yang tersimpan di Leiden Library, Netherland, Belanda. Ungtungnya, kitab itu sudah bisa diambil kembali oleh pihak keluarga dan kini disimpan Agus Zakki Hadzik. Kalau saja tidak diselamatkan pasti naskah berharga itu akan raib.
Oleh karenanya, mari kita selamatkan naskah-naskah leluhur pesantren. Siapa tahu dari naskah-naskah tersebut terdapat karya fenomenal yang akan merubah dunia. Seperti karya Kiai Ihsan Jampes yang mampu mengguncang negeri Mesir dan Maroko karena kehebatan beliau dalam mengomentari kitab agung Imam Ghazali Minhâj al-’ Âbidîn.
* Mahasiswa Ma’had Aly Tebuireng Jombang dan peminat filologi.
Terpopuler
1
Sosiolog Sebut Sikap Pamer dan Gaya Hidup Penyebab Maraknya Judi Online
2
Menkomdigi Laporkan 80 Ribu Anak Usia di Bawah 10 Tahun Terpapar Judi Online
3
Komisi III DPR Singgung Judi Online Masuk Kategori Kejahatan Luar Biasa
4
Kabar Duka: KH Munsif Nachrowi Pendiri PMII Wafat
5
Besok Sunnah Puasa Ayyamul Bidh Jumadal Ula 1446 H, Berikut Niat dan Keutamaannya
6
Khutbah Jumat: Peran Ayah dalam Kehidupan Keluarga
Terkini
Lihat Semua