Opini

Memesantrenkan Masyarakat

Kamis, 27 September 2012 | 05:03 WIB

Oleh Dito Alif Pratama

 

Sepintas mungkin agak aneh ketika kita membaca judul diatas, tetapi sejatinya itulah langkah strategis untuk bagaimana kita terus membumikan tradisi dan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

<>
Pesantren sebagaimana dipahami merupakan miniatur agama, tempat dimana syiar dan ajaran Islam disebarluaskan, mulai dari nilai-nilai kesabaran, kesederhanaan, keikhlasan, ukhuwah islamiyah, tawadhu, hingga saling hormat dan kasih sayang kepada sesama, semuanya menjadi satu paket kurikulum disamping belajar dan mengkaji ilmu agama, dan saya pun yakin semuanya merupakan rutinitas penting yang akan sangat bermanfaat dalam upaya membangung masyarakat dan negeri jika benar-benar mampu diterapkan di masyarakat.

Mengapa harus memesantrenkan masyarakat? Pertanyaan ini tidak harus diartikan tekstual, atau dengan kata lain kita memaksa semua masyarakat untuk mengenyam pendidikan pesantren. Tidak, bukan itu yang saya maksud. Tetapi maksud dari pernyataan tersebut adalah bagaimana kita menanamkan nilai-nilai kepesantrenan di masyarakat, nilai kesabaran, kesederhanaan, semangat menuntut ilmu hingga sopan santun dan banyak ajaran nan luhur lainya. Diakui atau tidak, Masyarakat kita haus akan nilai-nilai kerohanian sebagaimana yang diajarkan di pesantren, budaya hedonisme yang kian mewabah, materialisme yang tamak akan harta kian merajalela, saling dorong dan menjatuhkan untuk berebut jabatan, telah menjadi pemandangan yang tidak lagi sulit kita dapatkan dalam kehidupn kekinian. Tradisi dan nilai-nilai luhur kepesantrenan itulah yang akan membantu  mengikis budaya buruk di masyarakat apabila nilai-nilai kepesantrenan benar-benar mampu diterapkan di masyarakat.

Lalu pertanyaanya, siapa yang harus menggalakkan itu semua? Yang menjadi titik tekan saya adalah para alumni pondok pesantren itu sendiri, namun bukan berarti semua lulusan pondok pesantren itu baik. Tetapi husnudzon, mereka sedikit banyaknya mereka telah lama mengenyam pendidikan pesantren, dan diharapkan mereka mampu berdialog dan menjawab semua permasalahan di masyarakat. tidak hanya itu figur dan teladan yang baik dari para kiai dari pemerintah selaku ulul amri  pun sangat dibutuhkan, teladan yang baik itu jauh lebih penting daripada berdakwah dengan jutaan kata. 

Tidak berhenti disitu, saya rasa pendapat inipun sejalan dengan hasil rekomendasi Munas dan Konbes NU di Cirebon beberapa waktu lalu. Dalam rekomendasinya, NU dan para alim ulama menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai kepesentrenan dalam lurikulum pendidikan di Indonesia. ini tak lain dan tak bukan, karena memang keluhuran ajaran pesantren yang memang telah sejak lama tumbuh dan banyak membantu memberikan warna perubahan dan perkembanagn tradisi keagamaan di negeri ini. Sistem pendidikan pesantren juga terkenal dengan pendidikan karakter lewat keteladanan yang diberikan oleh kiai dan para guru kepada santri-santrinya. Di pesantren para santri juga dibiasakan hidup sederhana, mencukupkan diri, dengan sedikit bekal untuk belajar, jauh dari berkelebihan. 

Dalam Munas tersebut pun direkomendasikan beberapa poin penting antara lain, Pertama, Merekomendasikan kepada pemerintah untuk meninjau ulang pendidikan karakter yang masih lemah dan belum menjadi kesadaran atau internalisasi nilai-nilai, serta belum berorientasi ke masa depan (mutu dan kepribadian unggul) bagi peserta didik, sehingga pendidikan karakter tidak bisa diaplikasikan dengan maksimal. Kedua, Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga menanamkan kepada peserta didik karakter yang mulia, baik terkait hubungan dengan manusia (hablu minannas), dengan Allah (hablu minailah), dan dengan alam (hablum minal ‘alam). Ketiga, Nilai-nilai kepesantrenan (kemandirian, keikhlasan, ketawadhu’an, dan hidup sederhana) itu sangat sesuai dengan semangat pasal 31 ayat (3) UUD 1945 tentang pendidikan yaitu iman, taqwa, dan akhlak mulia, oleh karena itu nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai bagian pendidikan karakter dari sistem pendidikan nasional. (NU Online, 26/09/12)

Ini menjadi bukti betapa pentingnya nilai-nilai kepesantrenan disebarluaskan di masyarakat, sebagai bentuk syiar dan dakwah Islamiyah kita. Tidak hanya itu, kiranya perlu untuk terus memegang teguh nilai toleransi dan mau menerima dan menghargai perbedaan pendapat, selama tidak menodai agama dan keluhuran Islam. Sebagai penegas bahwa Islam memang layak disebut Rahmatan lil Alamiin.

Sudah saatnya konsep pendidikan semacam ini kita galakkan bersama, dengan harapan, pendidikan, keamanan hingga interaksi sosial satu sama lain bisa semakin baik. Saatnya kita Memesantrenkan Masyarakat dan Memasyarakatkan pesantren.


* Pemerhati Sosial Agama dari Farabi Institute IAIN Walisongo Semarang dansSantri di Pesantren Darunnajah Tugu Semarang