Oleh Zastrouw Al-Ngatawi
Pagi sudah mulai beranjak menuju siang, namun suasana tetap sejuk dan teduh karena mendung tetap bergelayut di atas stadion Utama GBK. Matahari seolah enggan mengganggu suasana sejuk yang ditebarkan oleh ibu-ibu Muslimat NU, sehingga merelakan sinarnya yang panas terhalang mendung. Setelah mengguyur sejak dini hari, Mendung yang ada di seputaran GBK pagi itu sepertinya juga berusaha menahan diri agar tidak turun supaya tidak mengganggu kekhusukan ibu-ibu Muslimat yang sedang berdoa untuk bangsanya.
Setelah duo Srikandi NU; Mbak Yenny dan Bu Khofifah menyampaikan sambutan, giliran berikutnya adalah tausiyah dari Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj. Dalam tausiyahnya kiai mengingatkan pentingnya meningkatkan peran warga NU dalam segala sektor lehidupan berbangsa dan bernegara; bidang ekonomi, hukum, sosial budaya dan politik. Peningkatan peran NU ini dimaksudkan untuk menjaga keutuhan bangsa dan merawat keberagaman sebagai aktualisasi dan realisasi Islam rahmatan lil 'alamin ala manhaji Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah.
Hal ini penting dilakukan karena saat ini sudah berkembang ideologi dan faham keagamaan yang selalu menyalahkan semua hal yang ada di negeri ini. Tidak hanya bentuk dan dasar negara bahkan praktek ibadah yang sudah berlangsung berabad abad dinegri ini semua dianggap salah. NKRI thoghut, Pancasila kafir, yasinan, tahlilan, dzikir, istighotsah semua salah. Faham menyalahkan seperti ini sudah masuk di seluruh sektor kehidupan bangsa ini. Mulai sekolah, kampus, majlis taklim, masjid bahkan sudah masuk dalam lingkungan birokrasi dan aparatur negara.
Menghadapi situasi seperti ini Kiai Said mengingatkan agar kader-kader NU masuk dan menempati posisi strategis di setiap sektor, terutama politik. Ini penting dilakukan untuk menghambat gerakan kaum yang selalu menyalahkan karena menggap semua yang ada di negeri ini salah.
Sedangkan NU selama ini tidak pernah menyalahkan praktek ibadah orang lain yang berbeda. NU tak pernah menyalahkan apalagi monolak bentuk negara NKRI dan dasar negara Pancasila. Bahkan secara tegas NU menyatakan akan membela dan mempertahankan NKRI dan Pancasila, ini tercermin dalam slogan "NKRI dan Pancasila harga mati".
Atas kenyataan ini, secara tegas Kiai Said menyatakan bahwa Departemen agama, imam masjid-masjid, KUA semua harus dipegang NU, selain NU semua salah. Dengan konteks dan alur logika yang ada, jelas pernyataan kyai Said merupakan upaya membangun counter terhadap gerakan yang selalu menyalahkan dan menganggap semua salah.
Pernyataan Kiai Said juga bisa dipahami, pemikiran dan sikap keagamaan NU yang moderat, toleran dan tidak mudah menyalahkan itu harus mewarnai para khatib, pengelola masjid, pejabat du KUA, Kemenag dan beberapa posisi strategis lainnya agar semua yang ada tidak dianggap salah.
Jika dicermati lebih dalam, pernyataan Kiai Said itu juga merupakan respon negara yang selama ini mengabaikan peran NU. Selama Orde Baru peran NU dimarginalkan. Jangankan untuk menempati posisi strategis, untuk sekadar menjadi pegawai rendahan saja warga NU dipersulit. Hal ini juga terjadi pada era reformasi, meskipun pada era ini mulai ada peningkatan peran NU di bidang politik.
Pengabaian terhadap NU ini berdampak pada masuknya gerakan dan pemikiran keagamaan yang menyalahkan semua hal ke dalam seluruh aspek lehidupan bangsa terutama dalam aspek keagamaan. Untuk itu Kiai Said mengingatkan agar kader maupun pemikiran ala NU bisa berperan lebih besar untuk menggantikan pemkiran yang menggap semua salah.
Selain itu, pernyataan tersebut juga dimaksudkan untuk meningaktkan soliditas dan solidaritas sekaligus upaya menjaga spirit perjuangan warga nahdliyyin dalam menjaga NKRI. Ketika bangsa ini sudah di kepung oleh fitnah, hoaks, caci maki dan saling menyalahkan, di sini Kiai Said membakar spirit perjuangan warga NU untuk melawan semua itu dengan cara mengambil peran strategis secara maksimal. Karena dalam kondisi demikian pemikiran NU lah yang paling sesuai untuk menjawab berbagai persoalan tersebut.
Pernyataan Kiai Said ini mendapat apresiasi dari Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pengarahan. Menurut presiden Di tahun politik seperti sekarang rawan terjadi perpecahan antar kelompok karena perbedaan pilihan. Untuk itu presiden mengingatkan agar tetap menjaga persaudaraan dan kerukunan meski terjadi perbedaan pilihan. Dalam konteks ini presiden berpesan kepada muslimat NU agar berperan aktif menjaga persatuan dan merawat persaudaraan. Presiden tidak ingin karena berbeda, masyarakat Indonesia tidak lagi saling bersaudara.
Untuk itu presiden mendukung langkah Muslimat NU yang bertekad melawan hoaks, fitnah dan ghibah. Hal ini menuntut peran maksimal dari NU. Dalam upaya merawat dan menjaga Indonesia secara tegas presiden menyatakan: "Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keberagaman. Jokowi meminta Muslimat NU untuk saling menghargai perbedaan itu".
Setelah sambutan presiden rangkaian acara ditutup dengan doa yang disampaikan oleh Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. Selesai doa suasana GBK berubah menjadi lautan manusia. Beginilah cara NU menanamkan solidaritas dan memperkuat soliditas warganya untuk menunjukkan kesetiaan pada negara dan agamanya. (Bersambung)
Penulis adalah pegiat budaya, dosen Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta