Opini

Prospek Fatayat NU ke Depan Perspektif Akademik

Rabu, 14 Desember 2005 | 11:19 WIB

Dr. Hj. Sri Mulyati, MA

Pendahuluan
Fatayat NU adalah salah satu badan otonom organisasi sosial keagamaan kemasyarakatan Nahdlatul Ulama yang cukup disegani oleh masyarakat dan telah tampil sebagai organisasi pemudi Islam yang mampu mewarnai wacana diskursus keperempuanan muslim Indonesia dan dengan kegiatan-kegiatanya yang sarat dengan perjuangan hak-hak perempuan tentunya menjadi perhatian dan diperhitungkan. Dengan semakin lanjutnya usia Fatayat NU diharapkan tampil semakin dewasa dan bertanggung jawab dan hendaknya menyadari pentingnya manajemen modern untuk kelanjutan roda organisasi antara lain efisiensi waktu, tenaga, biaya, pengenalan potensi diri dan kelemahan serta mampu melaksanakan kegiatan yang bersifat solutif. Juga termasuk pentingnya kejujuran, akuntabilitas dan membumi, mempunyai sense of belonging dan sense of responsibility.

<>

Setiap pengurus walaupun baru pernah di tingkat pucuk pimpinan ataupun yang sudah mengabdi sekian lama, saya yakin nantinya akan semakin sayang dan cinta pada organisasi, sayang dalam arti yang sesungguhnya bukan basi-basi atau terpaksa sayang. Untuk sampai kepada sayang dan cinta kepada organisasi, tentu perlu mengenali karakteristik Fatayat, dari segala seginya, antara lain memahami landasan filosofis (raison d’etre) Fatayat didirikan, visi dan misinya, ciri khas (identity), masalah-masalah yang dihadapi Fatayat NU dari waktu ke waktu (internal dan eksternal), termasuk pengenalan secara lebih baik terhadap mitra kerja Fatayat NU (lokal, nasional, regional dan internasional), dan apa manfaat yang dapat diberikan kepada ummat dan bangsa tercinta. Dengan identifikasi diri setidaknya dapat menentukan arah kebijakan organisasi ke depan dan merencanakan prospek seperti apa yang diinginkan untuk Fatayat di masa mendatang. Dari perspektif akademik dapat pula kita diskusikan kemungkinan prospek Fatayat NU masa depan.

Pembahasan
Sesungguhnya pengurus Fatayat NU di semua jenjangnya saat ini telah mempunyai latar belakang pendidikan yang relatif maju jika di bandingkan dengan dua dekade yang lalu, apalagi di level pucuk pimpinan, banyak yang sudah tamat strata dua dan para calon doktor dalam berbagai bidang disiplin ilmu. Ini adalah suatu rahmat dan potensi yang amat berharga. Pertanyaannya adalah apakah potensi akademik yang dimiliki pengurus akan mampu membawa organisasi ke arah yang lebih baik?

Setidaknya mungkin identitas akademik akan tercermin dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan monitoring/evaluasi program, misalnya semangat ilmiah, objektif, sistematik, dan kejujuran. Apakah Fatayat tahan terhadap godaan politik praktis, program titipan atau kegiatan yang mungkin tidak terlalu berhubungan langsung dengan kepentingan anggota. Apakah Fatayat mampu secara rinci mendesain rancangan anggaran belanja yang diperlukan dan dari sumber mana dana itu dapat diperoleh/diusahakan? Sudahkah Pimpinan Wilayah/Cabang Fatayat NU di seluruh Indonesia mempunyai kantor yang permanen dengan segala fasilitas yang layak untuk sebuah organisasi?

Menurut hemat saya prospek Fatayat NU ke depan akan sangat baik apabila beberapa hal-hal mendasar yang kami sebutkan diatas betul-betul mendapat perhatian yang seksamadan diwujudkan dalam tindakan keseharian organisasi. Secara profesi banyak pengurus Fatayat yang sangat potensial untuk memajukan organisasi, namun perlu juga upaya pematangan sikap-sikap yang lebih dewasa dan toleransi pada batas-batas tertentu bagi pengurus, tidak berfikir “project or political oriented” semata. Sikap-sikap keterbukaan, lapang dada menerima kelebihan orang lain dan belajar dari kekurangan siapapun untuk diambil hikmahnya, akuntabilitas dalam hal keuangan secara kejujuran individu serta kolektif sangat diperlukan.

Menurut hadist Nabi saw: "Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu adalah bertanggung jawab terhadap kepemimpinanya".

Setiap pemimpin baik laki-laki atau perempuan harus bertanggung jawab terhadap Allah atas kepemimpinannya. Sebuah paradigma yang salah telah terjadi di kalangan masyarakat kita, ketika orang menggunakan segala cara untuk menduduki suatu jabatan tertentu (sebagai pimpinan institusi/lembaga tertentu), begitu juga untuk memperpanjang masa jabatanya. Sebagian orang mungkin memperoleh lewat money politics untuk menyenangkan bosnya, kelompoknya, keluarganya atau hawa nafsunya sendiri, mengorbankan kawan dan pekerjaanya. Tampuk kepemimpinan yang dicapai melalui cara-cara tak terpuji hanya akan menghasilkan pemimpin yang menyalahgunakan jabatan dan kekuasaan untuk menganiaya mereka/pengikut yang tidak tunduk padanya atau yang dianggap menyainginya. Tipe kepemimpinan model ‘one man show’ ini disebut tirani bukan leadership. Namun sejarah telah membuktikan kepempinan model ini mengabaikan ‘aturan-aturan aksi dan reaksi’ hukum keseimbangan ketika unsur fisik dan non fisik diakui wujud dan fungsinya. Apabila kepe