Pesantren Salaf yang Kaya Inovasi
Sabtu, 25 Juli 2015 | 02:01 WIB
Secara geografis, pondok pesantren putra-putri Assalafie terletak di Desa Babakan, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Didirikan pada tahun 1966 M / 1386 H oleh Almaghfurlah KH Syaerozie (1935 – 2000 M) bin KH. Abdurrohim bin KH. Junaid bin Kiai Nursaman, yang nasabnya tersambung hingga Syaikh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. <>
Keberadaan pesantren Assalafie merupakan pengembangan dari lembaga pendidikan agama Islam di Desa Babakan Ciwaringin yang telah ada semenjak kurang lebih 300 tahun silam, yang merupakan lembaga pendidikan Islam tertua dan terbesar di Jawa Barat, yang didirikan oleh Raden KH Hasanuddin (Kiai Jatira).
Tahun pelajaran 2015, santri yang mukim di pondok pesantren Assalafie berjumlah 1.200 orang, dengan perician 700 santri putra dan 500 santri putri.
Dalam visinya, Pondok Pesantren Assalafie bertekad memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan, ikut berpartisipasi mencetak sumber daya manusia yang kompeten, serta menciptakan kader-kader muslim yang berilmu, beriman, bertaqwa dan berakhlaqul karimah, sehingga mampu menampilkan dirinya sebagai figur khairul ummah (teladan masyarakat).
“Pendidikan berkarakter berbasis religi menjadi ciri khas pesantren kami, agar tercipta generasi muslim Indonesia yang peduli terhadap agama dan bangsanya” jelas Abah Hammam, panggilan akrab KH. Azka Hammam Syaerozi, Lc, sebagai pengasuh pesantren.
Menjaga Tradisi, Menumbuhkan Inovasi
Keistimewaan lain dari pondok pesantren putra-putri Assalafie Babakan Ciwaringin adalah mampu mengkombinasikan sistem pendidikan salaf (trandisional) dan kholaf (modern) dalam satu waktu. Hal ini tentunya mengacu pada kaidah “Al-muhafadzotu ‘ala as-salafis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah” (menjaga tradisi lama yang baik, dan mengadopsi dengan tradisi baru yang lebih baik).
Para santri putra-putri Assalafie bisa dipetakan ke dalam dua katagori. Pertama, santri yang hanya mengaji dan belajar di madrasah diniyah kurikulum lokal, yaitu Madrasah Al Hikamus Salafiyah (MHS) dan Madrasah Al Hikamus Salafiyah Putri (MHSP) yang memiliki jenjang pendidikan dari tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Ma’had Aly. “Mereka adalah santri takhosus putra dan putri, hanya mengkaji kitab kuning, namun dibekali juga dengan life skill atau keterampilan”. lanjut Abah Hammam.
Kedua, para santri yang mengikuti sekolah formal, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Di Assalafie sendiri, telah disediakan sekolah berkurikulum Kementerian Agama RI, yaitu Madrasah Tsanawiyah NU Assalafie (MTs NUSA) dan Madrasah Aliyah NU Assalafie (MA NUSA). Kedua lembaga ini diperuntukkan untuk para orang tua yang anaknya ingin disekolahkan pendidikan model “satu atap”. Di samping itu, telah disediakan fakultas Agama Islam jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dan jurusan Ilmu Filsafat, cabang Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Cirebon.
Selain tafaqquh fiddin (mengaji), santri putra-putri Assalafie juga dibekali dengan pengembangan wirausaha, organisasi, jurnalisme dan kesenian. Melalui Badan Usaha Milik Pesantren Assalafie (BUMPA), para santri mengembangkan berbagai aktivitas bisnis, seperti depot isi ulang air minum, kantor pos, jasa finansial, toko kelontongan dan warung makan.
Melalui wadah perkumpulan santri yang berbasis kedaerahan, para santri dibiasakan hidup berorganisasi dan mengembangan jiwa kepemimpinannya. Diperkuat dengan keaktifan mereka dalam Organisasi Intera Sekolah (OSIS), jam’iyah di Madrasah dan kepengurusan Asrama.
Setelah mereka menyelesaikan pendidikannya, para alumni putra-putri Assalafie masih terus berkoordinasi dan menjaga komunikasi, baik dengan almamater maupun dengan sesama alumni. Hal ini terlihat dengan adanya wadah Ikatan Alumni Assalafie (IKLAS), rutin mengadakan pertemuan setiap dua bulan sekali, dan mengadakan silaturrahmi Nasional pada momen peringatan haul Al Maghfurlah KH. Syaerozi Abdurrohim (muassis pesantren).
Terkait dunia jurnalisme, para santri mengembangkan potensinya melalui majalah Salafuna yang terbit per triwulan, website resmi pesantren Assalafie, dan jejaring sosial. Di samping itu, terdapat juga buletin-buletin berkala yang diterbitkan oleh sekolah dan perguruan tinggi di lingkungan pesantren Babakan Ciwaringin.
Sedangkan pengembangan seni Islami, disalurkan melalui group nasyid Basmatussalaf, yang telah melakukan beberapa kali rekaman studio dan pergi tampil ke berbagai kota. Melalui kursus qiro’ah, shalawat dan kaligrafi setiap pagi hari Jum’at, dan melalui kegiatan seni bela diri Taekwondo.
Di antara kontribusi di bidang pemberdayaan masyarakat, pesantren Assalafie mempunyai Lembaga Amil Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (LAZISWA) Qinthorul Barokah. Lembaga ini bergerak di bidang pengumpulan dan pendistrubusian ke para mustahiq.
Jago Bahtsul Masa’il
Di pesantren Assalafie, terdapat satu wadah khusus untuk para santri yang fokus menekuni kajian kitab kuning, yaitu Forum Kajian Kutub Turots Assalafie (FOKTA). Di forum inilah setiap hari Selasa siang puluhan santri berdebat dan beradu argumen dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan keagamaan dengan melalui pendekatan kitab kuning.
Tradisi bahtsul masa’il di kalangan santri Assalafie sangat kental, sehingga dikenal satu-satunya pesantren di Jawa Barat yang rutin mengadakan bahstul masa’il kubro dua kali dalam satu tahun, yaitu pada saat peringatan Maulid Nabi & Haul Al Maghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim di bulan Robi’u Tsani serta pada haflah Khotmil Qur’an & Akhirus Sanah di bulan Sya’ban.
Di bawah bimbingan Abah Yasif –panggilan akrab KH. Yasif Maemun Syaerozie- Forum Kajian Kutub Turots Assalafie (FOKKTA) juga aktif mengirimkan delegasinya ke acara bahtsul masa’il di berbagai daerah, baik yang diadakan oleh lembaga bahtsul masa’il (LBM) Nahdlatul Ulama maupun yang diadakan oleh pesantren-pesantren. Di samping itu, FOKKTA juga telah mengumpulkan hasil-hasil bahtsul masa’il kubro-nya dalam bentuk buku, dan telah beberapa kali diterbitkan.
Mengenal Sang Muassis
KH. Syaerozie Abdurrohim, muassis pesantren Assalafie –semasa hidupnya- dikenal sebagai kiai yang istiqamah dalam dunia pendidikan. Di samping itu, beliu juga memiliki jiwa organisatoris dan produktif menulis.
Dalam dunia organisasi, KH. Syaerozi Abdurrohim pernah menjabat sebagai pengurus Syuriah Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon dan Propinsi Jawa Barat, sebagaimana beliau juga aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sedangkan dalam dunia tulis menulis, Al Maghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim –yang merupakan sahabat dekat mantan Rois Am Syuriah PBNU Dr. KH. Sahal Mahfudz- memiliki beberapa karya dalam bahasa Arab, di antaranya adalah : 1- Bad’ul Adib Fi Nadzom Mughni Labib (Nahwu), 2- Syarh Kitab Al Luma’ (Ushul Fikih), 3- Mudzakaroh Fi Ilmi Al Mustholah (Mushtolah Hadits) 4- Qosidah Tarbawiyah (Syair Pendidikan).
Saat mendirikan pesantren ini, Al Maghfurlah KH. Syaerozie Abdurrohim menggubah beberapa bait syair dalam bahasa Arab, beliau berkata:
مشاعرنا لا زالت مشعر الطلاب # مقاصدهم لله بالعلم والتقى
“Syi’ar kami masih berkisar pada syi’ar para santri, di mana tujuannya murni karena ketakwaan dan keilmuan”.
أجار الإله في تمام بنائه # بباءٍ وهاءٍ ثم غينٍ موافقا
“Allah sang pencipta telah memberikan pahala dalam penyempurnaan bangunannya, dengan rahasia huruf “Ba” “Ha” kemudian “Ghain” yang diridhoi”.
رِبَـاطٌ الَّـذِىْ كَانَ مآثر أَسْلاَف # تَـرَى فِيْـهِ لاَ يَـزَالُ كَـوْنُـهُ آمِنَا
“Pesantren yang menjadi penerus ulama salaf, engkau melihatnya selalu dalam keadaan nyaman”.
وَطُـلاَّبُـهُ يَـهْدِيْــهِمُ اللهُ أَقْـوَام # طَرِيْـقٍ إِلَيْـهِ ابْتَغُـوْا مِنْهُ رِضْوَانَا
“Dan para santrinya, semoga Allah memberikan mereka petunjuk dan mereka pun selalu berharap mendapat keridho’an-Nya”.
فَـذَا الْمَعْهَدُ الَّذِىْ عَلَى ذَاكَ أُسِّـسَا # عَلَى أَقْصَرٍ مِنْ أَلْفِ مَنْ كَانَ مَيْمُوْنَا
“Maka pesantren yang didirikan atas dasar itu, paling tidak seribu orang yang akan selalu diberkahi”.
Sepeninggal beliau, yang wafat pada hari Rabu 12 Juli 2000 M / 10 Rabi’ul Akhir 1421 H, dan sepeninggal sang istri Ny. Hj. Tasmi’ah binti KH. Abdul Hannan pada hari Selasa 10 Juni 2003 M / 10 Rabiul Akhir 1424 H, tongkat estafet pondok pesantren Assalafie diteruskan oleh putra-putri dan menantu beliau. (Muhammad Asyrofie/Mahbib)
Terpopuler
1
Amal Baik Sebelum Puasa: Saling Memaafkan dan Bahagia Menyambut Ramadhan
2
Melihat Lebih Dalam Kriteria Hilal NU dan Muhammadiyah
3
Didampingi SBY-Jokowi, Presiden Prabowo Luncurkan Badan Pengelola Investasi Danantara
4
Jadi Pengumpul Dana Terbanyak, Pengurus LAZISNU Jatim dan Jateng Ikut Kunjungi Warga Palestina
5
Ini Alasan Presiden Prabowo Bentuk Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia
6
Ini 5 Program Ramadhan 2025 LTM PBNU: Ada Seleksi Naskah Khutbah dan Mudik Bareng
Terkini
Lihat Semua