Al-Qur’an ibarat samudera ilmu dan petunjuk yang amat kaya dan melimpah. Siapa saja yang mengajinya laksana sedang berlayar untuk mendapatkan kekayaan alam yang dikandungnya. Meskipun sama-sama mengarungi samudra, namun hasil yang mereka peroleh tidak sama. Ada yang mungkin mendapatkan teri, udang, rajungan, tongkol, tengiri, dan lain-lain. Ada juga yang mungkin mendapatkan mutiara yang terpendam di dalam samudera.
Banyak hal yang bisa mempengaruhi mereka mendapatkan hasil laut yang berbeda-beda, diantaranya adalah karena perbedaan alat perlengkapan yang digunakan dan perbendaan ilmu pengetahuan teknologi yang dikuasai. Semakin rendah kulitas alat dan ilmu yang digunakan pasti hasil yang dicapai pasti tidak sebagus hasil dari mereka yang menggunakan alat dan ilmu yang berkualitas tinggi. Analogi ini bisa membantu kita memahami mengapa ada banyak simpulan yang berbeda yang dihasilkan dari orang-orang yang membaca dan mempelajari Al-Qur’an yang sama.
Agar kajian terhadap Al-Qur’an menghasilkan ilmu dan petunjuk yang benar dan berkualitas, maka pengajinya harus menguasai ilmu-ilmu standar yang diperlukan dalam mengaji Al-Qur’an (ulumul quran). Ada banyak kitab primer ulumul quran yang telah disusun oleh para ulama terdahulu, diantaranya adalah al-Burhan karya Az-Zarkasyi, al-Itqan karya as-Suyuthy, Manahilul ‘Irfan karya az-Zarqany dan al-Mabahits fi Ulumil Quran karya Mana’ al-Qatthan. Kandungan kitab-kitab ini meliputi tema dan materi standar yang dijadikan acuan para ulama dalam mempelajari kandungan Al-Qur’an.
Mempelajari dan menguasai kandungan kitab-kitab primer tersebut sangat membantu siapa saja dalam mempelajari Al-Qur’an untuk mendapatkan petunjuk darinya. Tanpa itu, maka Al-Qur’an akan dibaca dan dipahami menurut keinginan pembaca sendiri, sehingga mustahil bisa mendatangkan petunjuk sebagaimana yang dikehendakioleh Allah SWT dan RasulNya. Tanpa ilmu-ilmu Al-Qur’an yang standard itu, maka sangat besar kemungkinan Al-Qur’an dipahami semata-mata dari teks yang tertulis. Konsekwensinya adalah berbagai teori analisis teks dan sastra kontemporer dipaksakan sebagai kerangka konsep dalam membaca dan memahami Al-Qur’an yang bisa jadi simpulan yang dihasilkan sejalan syariat atau bahkan kontraproduktif dengan syariat.
Dengan mengikuti pembahasan tema-tema standar yang telah dirumuskan oleh para ulama terdahulu dalam kitab-kitab primer itu, Gus Awis, panggilan akrab Dr. Muhammad Afifuddin, MA menyusun sebuah buku berbahasa Arab yang bisa memudahkan para pembelajar pemula dalam ilmu Al-Qur’an dan ilmu tafsir. Buku yang berjudul, “Mawaridul Bayan fii Ulumil Qur'aan” ini berisi dua puluh tujuh pembahasan seputar ilmu Al-Qur’an, ilmu tafsir, dan kajian beberapa kitab tafsir baik yang klasik, kontemporer maupun beberapa kitab tafsir karya ulama Indonesia. Semuanya disajikan dengan ringkas, singkat dan jelas. Dia menjelaskan, “Pada awalnya, buku pertama tentang Al-Qur’an yang saya susun ini saya niatkan untuk mempermudah para pelajar dalam memahami ilmu Al-Qur’an. Mengingat luas dan banyaknya sub kajian ilmu al-Qur’an, maka saya berusaha menyingkat dengan mengambil inti sari pembahasaannya lalu memetakannya menggunakan tabel, dengan harapan segera dimengerti dan diingat oleh para pelajar”.
Peta konsep ulumul quran adalah kelebihan buku ini. Dosen UINSA Surabaya ini mengemas ulang pokok-pokok pembahasan studi Al-Qur’an dan tafsir dalam bentuk peta konsep. Inilah yang membedakannya dengan buku-buku terdahulu. Dengan kemasan seperti ini, buku ini lebih tepat dijadikan sebagai buku pegangan ringkas mahasiswanya yang sedang mengikuti mata kuliah ulumul quran dan tafsir.
Bagi orang-orang yang telah mendalami studi Al-Qur’an dan tafsir, buku ini tentu tidak banyak memberikan informasi baru. Tapi mereka tentu akan sangat terbantu mudah mengajarkan materi ilmu quran dan ilmu tafsir, oleh paparan buku ini yang disusun dalam bentuk peta konsep. Materi yang luas dan dalam dapat diringkas dalam sebuah peta konsep, sehingga mudah dipahami dan diingat secara lebih cepat daripada paparan naratif saja. Oleh karena itu, buku ini tetap saja layak dibaca dan dipahami baik oleh pembaca pemula maupun pembaca tingkat lanjut dalam studi Al-Qur’an dan tafsir.
Setelah memaparkan dua puluh tujuh pembahasan hal-hal yang barhubungan dengan ulumul quran dan tafsir, pengasuh pondok pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang ini memberikan dua catatan akhir sebagai bentuk pengakuan jujur penyusun buku. Pertama, ilmu ini sangat penting dikuasai oleh siapa saja yang bermaksud memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Dengan perangkat ilmu ini, pembaca Al-Qur’an akan mengetahui metode yang tepat dan benar dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an.
Kedua, membahas ulumul quran dan tafsir secara komprehensif memerlukan usaha yang sangat maksimal, tidak cukup sekadar ditulis secara singkat dan terbatas seperti buku ini. Oleh karena itu penyusun buku ini menyarankan agar pembaca jangan hanya mencukupkan diri dengan buku ini saja, namun perkayalah dengan wawasan lain agar bisa memberikan pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an dan tafsirnya.
Apa yang penulis baca, pahami, kemudian tulis dalam esai resensi ini bisa jadi berbeda dengan apa yang dibaca dan dipahami oleh orang lain, meskipun objeknya sama. Oleh karena itu, agar mendapatkan pemahaman yang lebih kaya makna, penulis menyarankan kepada para pembaca memiliki dan membaca sendiri buku ini. Bisa jadi pembaca akan mendapatkan mutiara ilmu melebihi apa yang telah penulis paparkan dalam esai resensi ini. Silakan membuktikan sendiri.
Data Buku
Judul : Mawaaridul Bayaan fii 'Uluumil Qur'aan
Penulis : Dr. Muhammad Afifuddin, MA
Penerbit : Lisan Arabi
Cetakan : Pertama, 2016
Tebal : 177 Halaman
Peresensi: Nine Adien Maulana, Guru SMA Negeri 2 JombangJawaTimur