Pustaka

Kitab Nashaihul Ibad: Nasihat-nasihat untuk Jiwa yang Hampa

NU Online  ·  Senin, 8 Desember 2025 | 15:30 WIB

Kitab Nashaihul Ibad: Nasihat-nasihat untuk Jiwa yang Hampa

Sampul kitab Nashaihul 'Ibad. Sumber: Penulis.

Di tengah kesibukan kehidupan di dunia, manusia terkadang ada di titik terendah dalam kehidupannya. Berkeluh kesah dengan keluarga sudah. Curhat kepada teman terdekat juga sudah. Akan tetapi, untuk bangkit dari keterpurukan itu masih belum menemukan pijakan yang kokoh. Seolah-olah semua nasihat dan pecut semangat yang diperoleh itu sulit untuk dijadikan pijakan. Bisa tapi belum begitu kokoh untuk dijadikan pijakan sebagai titik balik.


Dalam kondisi seperti itu, biasanya pijakan kokoh datang dari dalam. Dari hati kita sendiri. Tapi, terkadang kita lupakan. Bukan dilupakan, lebih tepatnya kita abaikan. Tidak kita beri makan. Tidak kita beri gizi. Padahal, selain jasad yang wajib dikasih asupan pangan dan gizi, hati juga wajib.


Hanya saja, kalau jasad lapar, ia punya alarm yang memberi tahu saatnya makan. Berbeda dengan hati. Ia hanya bisa berdiam. Kesamaan hanya satu, jika tidak dikasih makan dan asupan gizi yang cukup, keduanya sejatinya akan sama-sama mati. Mari renungkan perkataan Imam Fathul Mushili yang kemudian dikutip oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin berikut:


قال فتح الموصلي رحمه الله : أليس المريض إذا منع الطعام والشراب والدواء يموت؟ قالوا بلى. قال كذلك القلب إذا منع عنه الحكمة والعلم ثلاثة أيام يموت


Artinya: “(Di hadapan para muridnya) Imam Fathul Mushili rahimahullah berkata: ‘Bukankah akan mati jika ada orang sakit yang tidak mendapatkan makan, minum, dan obat ?’  Mereka pun menjawab: 'Iya benar, akan mati’. Beliau melanjutkan: ‘Begitu juga hati, ketika tidak mendapatkan hikmah dan ilmu selama tiga hari, maka hati akan mati'," (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin, [Beirut: Darul Ma'rifah, t.t.], jilid I, hlm. 7).


Saat hati sudah mati, ia tidak bisa memberi nasihat pemiliknya, nasihat yang bisa dijadikan pijakan kokoh saat berada di titik terendah. Sebaliknya, jika hati sehat, sebelum diminta pun, ia akan memberinya. Karena alasan inilah, membaca kitab seperti Nashaihul Ibad karya Syekh Muhammad Nawawi Banten ini sangat penting. Di dalamnya, kita akan disuguhkan banyak ilmu dan hikmah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi untuk hati.


Sekilas tentang Kitab Nashaihul Ibad

Berjudul lengkap Nashaihul Ibad fi Bayani Alfazhi Munabbihat alal Isti'dadi li Yaimil Ma'ad. Sesuai dengan judulnya, Nashaihul Ibad merupakan penjabaran (syarah) dari kitab matan karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani yang bertajuk Munabbihat alal Isti'dadi li Yaimil Ma'ad.


Jadi, salah satu karya beliau yang memuat nasihat, panduan kehidupan, dan pengingat penting ini dijabarkan oleh Syekh Nawawi Banten. Lalu kitab syarah itu diberi tajuk Nasha’ihul Ibad; nasihat-nasihat untuk hamba Allah SWT.


Bernama lengkap Ahmad bin Ali bin Muhammad al-Kinani al-Asqalani. Nama kunyah-nya adalah Abul Fadhal, laqab-nya Syihabuddin, dan dikenal dengan nama Ibnu Hajar al-Asqalani. Al-Kinani merupakan salah satu suku di daerah Asqalan, sekarang kita kenal dengan Palestina.

 

Seperti lazimnya karya kitab, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengawali dengan ucapan basmalah, hamdalah, dan shalawat kepada Nabi SAW. Lalu, beliau mengatakan bahwa kitab ini berisi 9 bab yang masing-masing bab memuat nasihat-nasihat yang semua diambil dari kaul Nabi SAW (al-akhbar) dan kaul sahabat (al-atsar).


Dalamnya syarah-nya, Syekh Nawawi Banten menyebutkan bahwa keseluruhan nasihat-nasihat tersebut berjumlah 214. Yang 45 hadits Nabi SAW, sisanya yang 169 adalah kaul sahabatnya. Redaksinya sebagaimana berikut:


وجملة المقالات مائتان وأربع عشرة الأخبار خمسة وأربعون والبواقي آثار


Artinya: "Nasihat-nasihat (tersebut) berjumlah 214, dengan rincian 45 perkataan Nabi SAW, sisanya adalah atsar (169)." (hlm. 14).


Seruan untuk Menyayangi Semua Makhluk Tuhan

Sebelum masuk ke bab pertama, Syekh Nawawi Banten menyebutkan dua hadits. Salah satu hadits tersebut sangat relate dengan keadaan Indonesia akhir-akhir ini, saat resensi kitab ini ditulis. Nabi Muhammad SAW bersabda:


قال: الراحمون يرحمهم الرحمن تبارك وتعالى، ارحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء


Artinya: “Para penyayang adalah mereka yang disayangi Allah Yang Maha Penyayang, Tabaraka wa Ta'ala. Maka sayangilah makhluk bumi niscaya kalian semua akan disayangi makhluk langit.” (HR Imam Abu Daud).


Dalam pandangan Syekh Nawawi Banten, saat menjabarkan makna hadits ini, bahwa seruan untuk sayang kepada makhluk bumi di atas tidak terbatas pada makhluk yang berakal saja, tapi yang tidak berakal juga, seperti hewan dan makhluk bumi lainnya, termasuk pohon atau tanaman. (hlm. 15).


Seruan menyayangi seluruh makhluk ini tampaknya sangat relevan dengan keadaan Indonesia yang sedang berduka karena bencana alam menimpa di beberapa daerah. Perasaan kasih sayang di hati, bukan hanya mendorong pemiliknya untuk berempati, membantu materi, mendukung untuk bangkit, tapi juga akan menjadi tameng dari sifat destruktif yang mengakibatkan alam tidak seimbang, seperti pembuangan limbah sembarangan, penambangan pohon ilegal, dll.


Logika sederhananya, jika sudah tertancap rasa kasih sayang pada hati seseorang, tampaknya tidak akan merusak alam atau hutan. Karena ketika hutan rusak, ia tahu ekosistem hewan akan terganggu. Lah, jika rasa kasih sayang masih ada, perusakan itu tidak akan dilakukan. Jika masih melakukan, bisa dipastikan yang bersangkutan sudah tidak memiliki rasa kasih sayang. Karena alasan inilah, hadits ini harus didengungkan ulang di tengah masyarakat Indonesia saat ini.


Dalam kitab Nasha’ihul Ibad, seperti penjelasan di muka, adalah penjabaran atas 214 nasihat yang terdiri dari 45 sabda Nabi SAW dan 169 sisanya adalah atsar sahabat. Jika kita baca dengan saksama semua nasihat tersebut, di samping bisa memenuhi kebutuhan pangan dan gizi hati, banyak yang bisa kita amalkan di kehidupan nyata dan dijadikan panduan hidup.


Misalnya hadits seruan kasih sayang di atas. Hadits tersebut sudah sepantasnya kita jadikan panduan hidup. Bukannya Nabi SAW sendiri diutus sebagai rahmat di alam semesta ini? Benar, Allah SWT berfirman:


وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ


Artinya: "Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya' [21]: 107).


Bahkan, pada bab pertama dan sekaligus menjadi nasihat pembuka, juga merupakan nasihat yang harus dijadikan panduan hidup. Nasihat pembuka tersebut adalah hadits berikut:


ومنه ما روي عن النبي ﷺ أنه قال: خصلتان لا شيء أفضل منهما: الإيمان بالله والنفع للمسلمين و خصلتان لا شيء أخبث منهما الشرك بالله والضر بالمسلمين


Artinya: "Termasuk nasihat (pertama) adalah nasihat yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda: 'Ada dua tabiat, yang lainnya, tidak ada yang lebih utama daripada dua tabiat ini, yaitu (1) beriman kepada Allah SWT, dan (2) bermanfaat kepada Muslimin. Juga Ada dua tabiat, yang lainnya, tidak ada yang lebih buruk daripada dua tabiat ini, yaitu (1) menyekutukan-Nya, (2) toxic kepada Muslimin." (hlm. 17).


Syekh Nawawi Banten, memberi misal manfaat kepada orang lain tidak melulu urusan materi atau harta, bisa dengan tenaga, jabatan, atau sekadar memberi nasihat kepada orang lain.


Lebih lanjut, beliau juga menjabarkan hadits di atas dengan hadits lain yang secara spesifik sebagai misal dari bentuk manfaat kepada orang lain, seperti melunasi hutang, memberi makan masyarakat yang sedang kelaparan, menghilangkan rasa kesedihan, atau hanya sekadar memberi kebahagiaan ke hati siapa saja. Lagi-lagi, nasihat pertama sekaligus syarah Syekh Nawawi Banten ini sangat relevan dengan keadaan saat ini.


Walhasil, jangan abai dengan kebutuhan hati kita. Bukan hanya jasad yang butuh dikasih pangan dan asupan gizi, hati juga. Mari perhatikan hati kita layaknya perhatian dengan jasad dengan memenuhi kebutuhan dengan cara membaca kitab semacam Nashaihul Ibad. Di samping kontennya membuat hati sehat, juga bisa dibuat panduan hidup sehari-hari. Semoga bermanfaat. Selamat membaca.


Identitas Kitab

  • Judul: Nasha’ihul Ibad fi Bayani Alfazhi Munabbihat alal Isti'dadi li Yaimil Ma'ad;
  • Penulis Matan: Imam Ibnu Hajar al-Asqalani;
  • Penulis Syarah: Syekh Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali al-Jawi al-Bantani;
  • Penerbit: Maktabah At-Turmusy Litturots;
  • Cetakan ke-1: 2019;
  • Tebal: 162 halaman.

Peresensi: Ustadz Syifaul Qulub Amin, Alumnus PP Nurul Cholil Bangkalan dan Pegiat Literasi Keislaman
 

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang