Pustaka

Kitab Imta’ul Asma’: Panduan Praktis Memahami Fiqih Dasar,

NU Online  ·  Sabtu, 29 November 2025 | 16:00 WIB

Kitab Imta’ul Asma’: Panduan Praktis Memahami Fiqih Dasar,

Kitab Imta’ul Asma’

Fiqih adalah ilmu yang membimbing umat dalam memahami syariat Islam. Ilmu ini bersifat dinamis dan terus berkembang seiring perubahan zaman, namun tetap berpegang pada prinsip-prinsip syariat. 

 

 

Para ulama telah menulis banyak kitab fiqih dengan gaya dan pendekatan yang beragam. Sebagian kitab disusun secara panjang dan mendalam agar pembaca dapat mengikuti alur istinbat hukum secara lengkap, sementara kitab lainnya dibuat lebih ringkas agar mudah dipahami oleh para pemula.

 

 

Di antara kitab-kitab matan fiqih yang ringkas, Matn Abi Syuja’ termasuk yang paling terkenal. Ukurannya kecil, tetapi kandungannya sangat berharga. Kitab ini biasanya diajarkan kepada penuntut ilmu pemula dalam mazhab Syafi‘i sebagai dasar penting dalam memahami fiqih.

 

 

Sejak dahulu hingga sekarang, para ulama memberikan perhatian besar terhadap kitab ini dan menulis banyak syarah atasnya. Di antaranya adalah Fathul Qarib al-Mujib, Al-Iqna’ fi Halli Alfadz Abi Syuja’, hingga kitab Kifayatul Akhyar. Karya-karya monumental ini menunjukkan betapa pentingnya Matn Abi Syuja’ dalam tradisi fiqih Syafi‘i.

 


Mengenal Kitab Imta‘ul Asmā’, Syarah Matn Abi Syuja’

 

Dalam deretan syarah panjang Matn Abi Syuja’, hadir sebuah karya bernama Imta‘ul Asmā’. Menariknya, kitab ini ditulis oleh seorang tokoh perempuan, yang bernama; Dr. Syifa’ Muhammad Hasan Hitou. Fakta ini menunjukkan bahwa kontribusi keilmuan dalam bidang fikih tidak hanya berasal dari para ulama laki-laki. Dr. Syifa’ sendiri merupakan putri dari Syekh Muhammad Hitou, seorang ulama besar asal Suriah.

 

 

Dalam karyanya ini, Dr. Syifa’ memberikan sentuhan khas yang membedakannya dari syarah-syarah lainnya. Ia menggunakan format penjelasan tingkat menengah: tidak terlalu ringkas sehingga tetap kaya uraian, namun juga tidak terlalu panjang sehingga mudah diikuti oleh pembaca.

 

Setiap pembahasan dilengkapi dengan dalil-dalil terkait, penjelasan redaksi matan, dan tambahan faedah yang memperluas wawasan. Selain itu, beliau juga mengangkat berbagai persoalan penting yang perlu diketahui oleh para penuntut ilmu agar pemahaman mereka terhadap fikih menjadi lebih kokoh dan menyeluruh.

 

Cuplikan Isi Imta’ul Asma’

 

Salah satu hal menarik dari karya ini adalah cara Dr. Syifa’ menghadirkan analisis yang relevan dengan kebutuhan pembaca masa kini. Dalam beberapa persoalan, ia tidak hanya mengutip pendapat klasik, tetapi juga menawarkan penjelasan dengan pendekatan yang lebih kontemporer.

 

 

Contohnya terlihat pada pembahasan mengenai ukuran dua kullah. Dr. Syifa’ menggunakan perhitungan modern sehingga ukuran tersebut lebih mudah dipahami dan dapat diterapkan dalam konteks kekinian. 

 

 

Hal serupa juga tampak pada penjelasan tentang jarak minimal yang membolehkan qashar shalat. Jika sebelumnya ukuran jarak ini disampaikan berdasarkan standar perjalanan klasik, ia mengonversinya ke dalam satuan kilometer agar lebih jelas dan relevan bagi pembaca masa kini.

 


Secara keseluruhan, Imta’ul Asmā’ memuat seluruh bab yang terdapat dalam Matn Abi Syuja’, mulai dari Kitab Thaharah (bersuci) hingga Kitab al-‘Itq (memerdekan budak). Namun, yang membedakan karya ini dari syarah-syarah sebelumnya adalah kehadiran bagian pendahuluan yang dirancang sebagai pengantar sebelum memasuki uraian detail matan. 

 


Pada bagian ini, Dr. Syifa’ menjelaskan berbagai konsep dasar yang penting dalam fiqih, seperti definisi fiqih, hukum taklifi, sumber-sumber hukum, serta proses istinbath dalam pengambilan keputusan hukum.

 

 

Selain itu, ia juga menambahkan ulasan singkat mengenai keistimewaan Mazhab Syafi‘i dan biografi Imam Abi Syuja’. Kehadiran materi pendahuluan ini sangat membantu, terutama bagi pembaca pemula, karena memberikan kerangka pemahaman yang utuh sebelum mereka memasuki pembahasan yang lebih teknis.

 

 

Menariknya, Dr. Syifa’ tidak hanya menyajikan isi kitab Matn Abi Syuja’ apa adanya, tetapi juga menyoroti bagian-bagian yang tidak sejalan dengan pendapat mu‘tamad dalam Mazhab Syafi‘i. Hal ini menunjukkan bahwa Imta’ul Asmā’ tidak hanya menjadi syarah penjelas, tetapi juga karya kritis yang membandingkan pendapat Abi Syuja’ dengan preferensi mayoritas ulama mazhab.

 

 

Salah satu contoh kritik tersebut terdapat pada bab salat. Abi Syuja’ menyebutkan bahwa waktu shalat Magrib berlangsung sejak terbenam matahari hingga batas waktu yang cukup untuk melakukan azan, berwudhu, menutup aurat, dan melaksanakan shalat lima rakaat (tiga rakaat wajib dan dua rakaat sunnah). 

 

Menurut Dr. Syifa’, pendapat ini mengikuti qaul jadid Imam Syafi‘i. Sementara itu, mayoritas ulama menguatkan qaul qadim, yaitu pendapat bahwa waktu Magrib berlangsung hingga hilangnya mega merah (syafaq al-ahmar). Ia menjelaskan:

 

 

هذه المسألة اختلف فيها قول الإمام الشافعي رحمه الله بين المذهب القديم والجديد، فما ذكره المصنف رحمه الله هو المذهب الجديد. وأما المذهب القديم، فممتد وقت المغرب إلى غياب الشفق الأحمر، وهو الذي رجحه الأكثرون

 

Artinya, “Masalah ini merupakan persoalan yang terdapat perbedaan pendapat dalam mazhab Imam al-Syafi‘i antara pendapat lama dan pendapat barunya. Dan apa yang disebutkan oleh penyusun matan adalah sesuai dengan pendapat baru. Adapun pendapat lama (al-madzhab al-qadīm), maka waktu Maghrib itu berlangsung sampai hilangnya mega merah (syafaq al-ahmar), dan inilah pendapat yang lebih kuat menurut mayoritas ulama.” (Dr. Syifa’, Imta’ul Asma’, [Damaskus, Darul Musthafa: 2022], halaman 17)

 

 

Contoh lain dapat ditemukan pada bab puasa. Abi Syuja’ berpendapat bahwa seseorang yang meninggal dunia dengan tanggungan puasa wajib harus mengganti sebanyak satu mud makanan untuk setiap hari yang ditinggalkan. Dr. Syifa’ menegaskan bahwa pendapat ini kembali mengikuti qaul jadid. 

 

 

Namun menurut qaul qadim, wali mayit memiliki dua pilihan: menggantikan puasa tersebut atau memberi makan satu mud per hari. Pendapat inilah yang dianggap mu‘tamad oleh Imam an-Nawawi. Dr. Syifa’ menuliskan:

 

ورحج النووي القول القديم واستدل عليه، وهو المعتمد المفتى به، فيكون هذه المسألة من المسائل التي يفتى بها على القديم

 

Artinya, “Dan Imam an-Nawawi mengunggulkan pendapat qaul qadim dan menjadikannya sebagai hujjah. Pendapat ini adalah pendapat yang muktamad dan yang difatwakan. Maka masalah ini termasuk masalah yang lebih diunggulkan pendapat qaul qadim” (Dr Syifa, 18)

 

Dengan struktur pembahasan yang sistematis, disertai pengantar yang kuat dan analisis komparatif terhadap pendapat-pendapat dalam Mazhab Syafi‘i, Imta’ul Asmā’ menjadi kitab pendamping yang sangat tepat bagi siapa saja yang ingin mempelajari Matn Abi Syuja’ secara bertahap dan mendalam. 

 


Pembaca tidak hanya diajak memahami isi matan, tetapi juga diberikan wawasan metodologis dan perbandingan pendapat yang membantu mereka mempelajari fiqih secara lebih kritis dan komprehensif.

 


Identitas Kitab


Judul: Imta’ul Asma’
 

Penulis Matn: Syekh Abi Syua’
 

Penulis Syarah: Dr Syifa’ Muhammad Hasan Hitou
 

Penerbit: Damaskus, Darul Musthafa
 

Tahun terbit: cetakan pertama 2022
 

Jumlah halaman: 393 halaman 

Peresensi: Ustadz Bushiri (Pengajar di Zawiyah Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan)

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang