Tadzkirah al-Gabi, Kitab Langka Karya Syekh Burhanuddin Ulakan Padang
Kamis, 2 Maret 2017 | 07:08 WIB
Kitab “Tadzkirah al-Ghabî’ merupakan terjemahan dan penjelasan kitab “al-Hikam”, sebuah karya di bidang tasawuf Islam yang sangat terkenal dan banyak dikaji hingga saat ini, karangan seorang ulama sufi besar asal Mesir, yaitu Syaikh Ibn ‘Athâillah al-Sakandarî (w. 1309 M).
Saya mendapatkan salinan manuskrip ini hanya empat halaman saja, dari guru budiman al-Fadhil Buya Faqiha Hilwa Masyithah, ulama, cendikiawan muda, filolog, dan kolektor naskah-naskah Islam langka dari Sumatera Barat (Minangkabau). Saya juga mendapatkan sedikit ulasan kitab ini dari Chairullah Ahmad dalam tulisannya yang berjudul “Naskah Tadzkir al-Ghabi; Melirik Ideologi Syaikh Buranuddin Terhadap Tasawuf dan Syari’at di Minangkabau” (dimuat pada laman “Khazanah Naskah Islam Minangkabau”, 04/12/2015).
Jumlah keseluruhan manuskrip adalah 350 halaman. Setiap halamannya memuat 23 baris tulisan. Tulisan atau teks pada manuskrip ini ditulis dalam bahasa Jawi (Melayu) dan sedikit Arab, dengan aksara Arab. Teks ditulis dengan tinta warna hitam dan merah. Tinta merah untuk menulis teks Arab, sementara tinta hitam untuk teks Melayu.
Pengarang kitab ini, yaitu Syekh Burhânuddîn Ulakan, merupakan salah satu tokoh sentral dalam sejarah pemikiran Islam di Nusantara sekaligus jaringan intelektual ulama Nusantara pada peralihan abad ke-17 M dan 18 M. Beliau adalah ulama besar Minangkabau dan penyebar Islam di lingkungan Istana Kesultanan Islam Minangkabau Pagaruyung.
Syaikh Burhânuddîn lahir pada tahun 1646 M di Ulakan, Padang Pariaman, Minangkabau, dan wafat di sana pada tahun 1704 M. Beliau adalah murid dari Syaik ‘Abd al-Raûf ibn ‘Alî al-Jâwî al-Sinkilî (Syaik Abdul Rauf Singkel, w 1693 M). Syaikh Burhânuddîn kemudian berkarir sebagai ulama sentral di lingkungan Kesultanan Islam Minangkabau Pagaruyung, sekaligus sebagai mursyid Tarekat Syathariyyah di negeri Minangkabau. Beliau ini satu generasi dengan Syaikh ‘Abd al-Muhyî al-Jâwî (Abdul Muhyi Pamijahan, Tasikmalaya), Syaikh ‘Abd al-Bashîr al-Dharîr (Tuan Guru Basir Rappang, Makassar), dan Syaik ‘Abdul Malik ibn ‘Abdullâh (Tok Pulau Manis Kelantan, Semenanjung [Malaysia]).
Salah satu dari buah karya dan pemikiran Syaikh Burhânuddîn Ulakan adalah kitab “Tadzkirah al-Ghabî”. Keberadaan karya ini pada mulanya “majhûl” (tidak diketahui) dan dianggap “hilang” karena tidak terlacak, hingga akhirnya “ditemukan” dan diungkap kembali oleh al-Fadhil Buya Apria dan al-Fadhil Chairullah melalui naskah yang sedang kita perbincangkan ini.
Penisbatan kitab “Tadzkirah al-Ghabî” sebagai karya Syaikh Burhânuddîn Ulakan terdapat pada halaman terakhir kitab ini. Tertulis di sana;
(Telah selesai kitab yang dinamakan dengan “Tadzkirah al-Ghabî” dengan pertolongan Allah al-Malik al-Wahhâb, yang menunjukkan kepada jalan kebenaran, dan kepadaNyalah tempat kembali dan bernaung, [kitab ini] karangan tuan kita, guru kita, dan panutan kita dalam ilmu tarekat, hakekat, dan ma’rifat, al-Syaikh Burânuddîn Ulakan, yang bermadzhab Syafi’i).
Sayangnya, tidak ada keterangan yang menjelaskan kapan karya ini dikarang oleh pengarangnya. Diperkirakan karya ini ditulis oleh pengarangnya pada akhir abad ke-17 M atau awal abad ke-18 M.
Naskah ini sendiri adalah naskah salinan. Identitas penyalin naskah ini juga terdapat di halaman akhir naskah, yaitu Salbia (?, S-L-B-Y-A) dari Ulakan, tanpa membubuhkan titimangsa penyalinan. Tertulis di sana;
(Pemilik kitab ini dan penyalinnya adalah seorang yang fakir lagi hina, yang mengakui akan dosa-dosanya, yang sangat memerlukan pengampunan Allah yang Maha Penyayang, Salbia [S-L-B-Y-A) dari Ulakan dan bermadzhab Syafi’i).
Dalam pembukaan, Syaikh Burhânuddîn Ulakan menjelakan jika kitab “Tadzkirah al-Ghabî” ini adalah terjemahan sekaligus syarah atas kitab “al-Hikam al-‘Athâ’iyyah” dalam bahasa Jawi (Melayu). Beliau menulis dalam bahasa Arab;
(Dan ini adalah syarah [penjelasan] yang dinamakan dengan “Tadzkirah al-Ghabî” yang mana ia ditulis dalam bahasa Jawi [Melayu]. Karya ini merupakan taufiq dari Allah Yang Maha Menunjukkan kepada jalan yang benar. Dan aku berharap agar syarah ini dapat bermanfaat bagiku dan orang-orang sepertiku dalam ibadah, di dunia dan akhirat).
Syaikh Burhânuddin kemudian melanjutkan dalam bahasa Melayu;
(Maka aku hendak memaknakan kitab “Hikam” dengan bahasa Jawi [Melayu] dan mensyarahkan dia dengan dia, kemudian daripada itu minta tulung dan bantu daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Setelah selesai menulis pembukaan kitabnya, Syaikh Burhânuddîn kemudian langsung memulai penjelasan “pemikiran hikmah” pertama dari kitab hikam dan menerjemahkannya dalam bahasa Melayu. Beliau memulai dengan menjelaskan “hikmah” pertama berikut;
(Salah satu tanda bergantung dengan amal perbuatan adalah berkurangnya harapan ketika gagal)
Keberadaan kitab “Tadzkirah al-Ghabî” ini menjadi sangat penting, karena selain isinya yang mengulas kajian tasawuf tingkat lanjutan dan menjelaskan isi kitab “al-Hikam al-‘Athâiyyah” dalam bahasa Melayu, karya ini juga menjadi bukti utama jejak intelektual Syaikh Burhânuddîn Ulakan, sekaligus sebagai salah satu fakta sejarah atas mahakarya ulama Nusantara di akhir abad ke-17 M atau awal abad ke-18 M. (A. Ginanjar Sya’ban)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
2
Cerita Rayhan, Anak 6 Tahun Juara 1 MHN Aqidatul Awam OSN Zona Jateng-DIY
3
Peran Generasi Muda NU Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045 di Tengah Konflik Global
4
Luhut Binsar Pandjaitan: NU Harus Memimpin Upaya Perdamaian Timur Tengah
5
OSN Jelang Peringatan 100 Tahun Al-Falah Ploso Digelar untuk Ingatkan Fondasi Pesantren dengan Tradisi Ngaji
6
Pengadilan Internasional Perintahkan Tangkap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant atas Kejahatan Kemanusiaan
Terkini
Lihat Semua