Semua elite baik di lingkungan social maupun kalangan politik tampil dengan membawa gagasan hendak memperbaiki republik ini. Demikian halnya para elite professional dan kalangan agamawan, memiliki cita-cita dan klaim yang sama. Tetapi apa yang terjadi, hanyalah serentetan keributan yang ditimbulkan oleh mereka, baik karena berebut kekuasaan atau berebut pangan, bahkan ujungnya adalah berebut keduanya.
Relasi antar kelompok yang dulu sangat cair, berubah menjadi tegang. Toleransi hanya sebagai slogan yang lazim diucapkan, tetapi paling susah dilaksanakan. Demikian juga korupsi, banyak yang berusaha tampil sebagai pemberantas, tetapi bukannya mereda, melainkan semakin merajalela, tidak dengan cara tersembunyi, malah semakin terbuka. Konflik akhirnya juga semakin menajam, padahal tidak sedikit mereka bicara tentang rekonsiliasi dan perdamaian.
<>Fenomena di atas menunjukkan bahwa betapa luasnya kesenjangan antara mulut dan hati, kesenjangan antara ucapan dengan tindakan. Sebenarnya hal itu secara gamblang bisa dilihat, bagaimana mungkin seorang tiran bisa dipercaya hendak menegakkan demokrasi. Atau bagaimana bisa dipercaya seorang koruptor hendak memberantas korupsi. Demikian juga seseorang mengkampanyekan perdamain, sementara pekerjaannya membuat keributan di sana-sini. Semua itu terjadi sekarang ini, tanpa kontrol.
Akibatnya republik ini tidak pernah melangkah maju, sebaliknya malah mengalami kemerosotan, tidak hanya secara politik dan ekonomi, tetapi juga secara moral. Dari situlah yang menjadikan bangsa ini tidak dihormati oleh bangsa lain, karena besar, tetapi tidak beradab. Selama ini oleh orde baru kehidupan social, politik dan keagamaan telah dimaterialisasikan, sehingga kesemuanya hanya sebagai alat untuk memperoleh akses ekonomi.
Kejujuran memang telah menghilang dari tengah kehidupan, bahkan telah menghilang dari diri para elite. Dalam situasi yang chaos seperti ini mereka memiliki banyak keuntungan sebab perilaku mereka tidak terkontrol oleh publik, sehingga kondisi perekonomian negara tidak semakin membaik, walaupun kriisis telah lama terjadi. Sebab ada penyebab utama gagalnya penyelesian krisis, karena banyak pendatang baru dalam dunia politik dan bisnis, yang ingin mengeruk keuntungan besar dalam waktu yang singkat.
Tetapi kelihatan masyarakat sudah menjadi kebal bahkan bebal untuk menanggapi, dan mengntrol semua yang terjadi di masyarakat dan elite kekuasaan, perilaku menyimpang telah dianggap sebagai kelaziman. Ini tidak hanya berlaku di kalangan elite pusat, tetapi juga terjadi di daerah. Muncul juga aktor-aktor baru yang sangat rakus kekuasaan dan kekayaan, sehingga ekologi daerah menjadi terancam. Bagaimana ketika eksploitasi sumber daya alam daerah, idak lagi bisa dikontrol oleh instansi di pusat, sebab masyarakat pemerintah daerah menghendaki adanya peningkatan pendapatan daerah.
Sebenarnya bukan pendapatan daerah yang diutamakan, mereka lebih peduli pada nasib sendiri, tidak peduli dengan penderitaan orang lain. Kita saksikan hampir keseluruhan kalangan parlemen, hanya sibuk membuat peraturan yang bisa mendatangkan uang untuk diri sendiri. Bahkan mereka berusaha membuat keputusan yang memperkaya diri dengan kenaikan gaji ratusan persen disertai tunjangan dan fasilitas yang berlebihan, dibanding mayoritas rakyat yang miskin dan menderita.
Di tengah kegalauan nasional semacam itu tiba-tiba sosok pemimpin berkarakter muncul dari Malaysia dalam siaran TV kita, di mana penampilan sang tokoh memberikan arti penting sumbangan Bung Karno untuk menata dunia ketiga. Tokoh tersebut adalah Mahatir Muhammad, yang telah melakukan pembanguan negeri dengan penuh martabat, tanpa banyak manipulasi. Denag ide-idenya yang cemerlang, menjadikan ia disegani oleh rakyat seasia tenggara.
Kunci keberhasilan Mahatir dalam melakukan transformasi politik dan budaya rakyat Malaysia adalah kejujuran dalam melaksanakan tugas. Sementara kalangan elite kita hanya pintar membuat slogan atau mempolitisir aktivitas, sehingga tidak satupun orang mau konsisten dengan cita-citanya semula.
Sikap semacam itu menunjukkan bahwa tingkat peradaban kita msih rendah, soalnya perilaku tercela tidk hanya dilakukan oleh elite politik, tetapi juga dilakukan warga negara yang sama. Ini menunjukkan bahwa kita hanya bisa ngomong, tetapi tidak mau berbuat apa-apa terhadap negara dan bangsa ini. Apa yang disebut national interest itu tidak ada yang ada hanya privat interest. Karena seorang hanya mengabdi pada kepentingannya sendiri, maka segala cara bisa dilakukan, sehingga segala manipulasi dengan mudah dilakukan, tanpa risiko, karena banyak orang melakukan hal yang sama. Itulah kondiisi lita.Semuanya terjadi karena tidak adanya konsistensi antara pikiran ucapan dengan tindakan. (abdul mun’im dz)
Terpopuler
1
Ini Amalan Jumat Terakhir Bulan Rajab, Bisa Jaga Keberkahan Rezeki Sepanjang Tahun
2
Khutbah Jumat: Jagalah Shalat, Maka Allah Akan Menjagamu
3
Khutbah Jumat: Mengenal Baitul Ma’mur dan Hikmah Terbesar Isra’ dan Mi’raj
4
Paduan Suara Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang Meriahkan Kongres Pendidikan NU 2025
5
7 Penerima Penghargaan Pesantren dalam Malam Anugerah Pendidikan NU
6
Khutbah Jumat: 4 Hikmah Pemilihan Baitul Maqdis sebagai Tempat Isra Nabi Muhammad SAW
Terkini
Lihat Semua