Risalah Redaksi

Isra’ Mi’raj sebagai Pengingat Keterbatasan Manusia

Sabtu, 14 April 2018 | 06:15 WIB

Setiap tanggal 27 Rajab, kita selalu memperingati Isra’ Mi’raj yang merupakan naiknya Nabi Muhammad ke Sidratul Muntaha, sebuah ruang tak tersentuh manusia, untuk menerima perintah shalat. Peristiwa ini penuh makna dengan adanya bebarapa kali “negosiasi” Nabi yang Muhammad meminta agar jumlah kewajiban shalat dikurangi atas saran dari Rasul yang hidup sebelum kenabiannya mengingat manusia akhir zaman merupakan kaum yang lemah.

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini manusia bisa mengendalikan banyak hal. Manusia kini bukan lagi makhluk yang lemah, yang tak berdaya di hadapan alam. Begitu kebanyakan manusia memandang dirinya. Dengan demikian, mereka telah memposisikan diri seperti tuhan yang mampu menciptakan dan mengendalikan hanya hal. 

Kloning untuk menciptakan kembaran binatang sudah dilakukan. Dalam jangka waktu yang tak lama lagi, mungkin saja kloning manusia dilakukan. Atau mungkin saja sudah dilakukan di sebuah laboratorium rahasia, entah di mana lokasinya. Bedah plastik yang mengubah wujud manusia sudah jamak dilakukan. Entah untuk alasan estetika atau untuk kesehatan. Rata-rata umur manusia semakin panjang dan kini terus dikembangkan teknologi untuk memperpanjang umur manusia yang mana sel-sel tubuh tetap dalam kondisi muda. Akankah manusia akan bisa hidup abadi? Itu menjadi pertanyaan yang kini dibahas kembali seiring kemajuan kemajuan teknologi.

Rekayasa genetika juga berhasil menciptakan berhasil menciptakan berbagai jenis hewan sesuai kebutuhan manusia seperti ayam yang cepat besar atau memiliki telur banyak, sapi yang menghasilkan banyak susu, atau domba yang menghasilkan bulu lebih halus. Berbagai varietas tumbuhan baru yang lebih produktif, rasa yang lebih enak, atau lebih tahan terhadap penyakit juga terus dilahirkan. 

Belum lagi penemuan-penemuan baru yang muncul dalam beberapa abad terakhir seperti pesawat terbang yang membuat manusia bisa terbang seperti burung atau kapal selam yang menjadikan manusia memiliki kemampuan layaknya ikan. Penemuan teknologi baru ini mengalami percepatan mengingat dunia usaha atau pemerintah berusaha menjadi yang terdepan dalam sebuah bidang industri atau jasa. 

Apakah dengan segala kemudahan yang berhasil diciptakan ini membuat manusia menjadi lebih bahagia? Ini merupakan pertanyaan yang sulit dijawab. Yang pasti, upaya manusia untuk mengejar kemajuannya telah membuat makhluk hidup lainnya yang dulu hidup berdampingan mengisi bumi ini semakin menderita. Hutan-hutan ditebangi untuk memenuhi hasrat keserakahan manusia. Selanjutnya, hewan yang hidup di dalamnya kini terancam punah. Keseimbangan bumi mulai mengalami goncangan dengan adanya pemanasan global. Suhu udara di beberapa bagian dunia meningkat drastis pada musim panas yang menyebabkan kematian sementara di lokasi lainnya, hujan yang tiada henti menyebabkan banjir bandang di sebuah area yang sebelumnya aman-aman saja. 

Apakah dengan segala kemajuan ini, bumi semakin aman dan terkelola? Ternyata terdapat ancaman baru yang memusnahkan manusia, dari teknologi yang dibuat oleh manusia sendiri. Perang nuklir yang bisa saja terjadi dengan tiba-tiba akan memusnahkan jutaan manusia di kota-kota metropolitan yang mungkin saja menjadi sasaran dari pemimpin tanpa hati nurani yang memerintahkan pengeboman nuklir. Atau bisa saja senjata kimia yang menyebar melalui udara menjadi pembunuh tanpa ampun, yang hanya mematikan manusia tetapi tidak menghancurkan infrastrukturnya. Di satu sisi upaya perbaikan kualitas hidup manusia terus ditingkatkan, alat-alat penghancur peradaban dengan skala yang semakin massif juga terus dikembangkan. 

Temuan kecil dengan efek kupu-kupu mampu menimbulkan badai di tempat lain di dunia. Teknologi digital yang dikerjasakan di garasi atau asrama kampus dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Aplikasi media sosial hanya dalam waktu beberapa tahun sudah dipakai dan menjadi kebiasaan bagi banyak orang di seluruh dunia. Tapi di sisi lain, saat ada kepanikan, maka hal tersebut juga dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok dunia. 

Belum lagi, jika muncul sebuah wabah penyakit yang dengan cepat dapat menular ke seantero dunia, mengingat mobilitas manusia yang semakin tinggi dari satu wilayah ke wilayah lainnya. HIV/AIDS yang muncul dari komunitas kecil di suatu tempat, kemudian dengan cepat menyebar melalui beragam cara. Dan baru disadari ketika ketika sudah menjadi wabah yang memakan banyak korban. 

Bahkan, jika memandang dari sudut kemampuan menghadapi alam, manusia kini lebih lemah dari umat-umat terdahulu. Mungkin ini bagian yang dimaksudkan oleh para Rasul terdahulu saat memberi nasehat kepada Nabi Muhammad. Kita sedemikian tergantung dengan teknologi dan peralatan. Tanpa mobil, listrik, korek api, dan bahkan teknologi-teknologi sederhana yang sudah akrab dalam kehidupan sehari-hari, kita mati kutu, terdiam tak bisa melakukan apa-apa. Ketrampilan kita untuk bisa bertahan menghadapi alam sudah hilang tersapu oleh kemajuan teknologi.

Sikap hati-hati dalam menerima dan mengembangkan teknologi baru ini dalam menjaga harkat manusia untuk menyadarkan bahwa ada banyak hal yang di luar kendali manusia, yang bisa menyebabkan kehancuran peradaban manusia itu sendiri. Bahwa manusia sendiri adalah makhluk yang lemah. Isra’ Mi’raj menjadi pengingat bagi kita bahwa manusia tetaplah lemah di hadapan raksasa semesta yang hingga kini masih menyimpan rahasia tak terkira. 

Pengembangan teknologi yang dilandasi dengan etika dan moral, akan menjaga teknologi tersebut untuk kepentingan terbaik manusia, bukan untuk memenuhi hasrat keserakahan pada pemilik modal atau ilmuwan eksentrik yang hanya peduli pada popularitas dan tujuan pribadi semata. (Achmad Mukafi Niam)