Sudah lama dunia ini dalam cengkeraman kejahatan, puasa merupakan media spiritual untuk membebaskan diri dari cengkeraman tersebut. Kejahatan telah sedemikian kuat mencengkeram kesadaran kita, pikiran kita, kehendak kita dan kejiwaan kita serta tingkah laku kita. Puasa sebagai gerakan spiritual melawan kecenderungan tersebut, sebab puasa mengajarkan kesederhanaan, kesederhanaan melahirkan kejujuran yang selanjutnya akan melahirkan rasa saling percaya, yang kemudian mendorong solidaritas sesama manusia, dengan alam dan dengan tuhan. Di sini manusia bebas dari nafsu jahat yang mencengkeramnaya, maka akan lahirlah kedamaian, kesejahteraan dan keadilan.
Di tengah harapan besar terhadap kebebasan itu tiba-tiba kita dikejutkan oleh kepergian Presiden Yasser Arafat, seorang pejuang yang tangguh sehingga menjadi Pemimpin Dunia Islam dan pemimpin dunia perjuangan melawan imperialisme-kolonialisme pada umumnya. Seluruh Dunia Ketiga terkejut dan bersedih, dunia Islam berbelasungkawa, sehingga para kepala negara melayat pemakaman sang pemimpin. Sebaliknya kaum imperialis Barat apalagi Israel bersorak gembira, terbukti tak satupun orang penting negara-negara yang suka berkhotbah tentang demokrasi, peradaban, hak asasi manusia, membisu, bahkan diam-diam menyetujui upaya Israel untuk membunuh Arafat. Kita berharap tumbuh seribu Arafat.
<>Sejarah menunjukkan bahwa tidak ada pejuang negara Islam dan negara dunia ketiga yang anti imperialisme dan kolonialisme yang dibiarkan hidup. Ingatlah pemimpin besar kita Yang Maha Kasih Gamal Abdel Naser, mati dibantai imperialis, Paduka Yang Maha Mulia pemimpin Besar Indonesia Soekarno digulingkan dan dibunuh oleh imperialis Barat. Yang Maha Pembebas Salvador Alliande tewas ditembak tentara imperialis yang meneyerbu istananya. Al-Mukarram Raja Faisal Bin Abdel Aziz didongkel dari tahta Saudi dan dihabisi pengaruhnya. Kepada para kekasih Allah itu kita berguru dan bersuri tauladan untuk meneruskan perjuangan.
Tidak sedikit pula tokoh besar yang sudah dimakzulkan seperti yang Mulia Daniel Otega (Nicaragua), Abdurrahman Wahid (Indonesia) dan Saddam Hussein (Irak) termasuk Edward Savardnanse (Georgia). Semua diganti dengan dengan dalih menampilkan pemimpin yang demokratis. Padahal mereka hanya diganti dengan para pemimpin boneka yang dibina dan menghamba pada imperialis yang kehadirannya semata untuk memenuhi kepentingan kapitalis, sambil menghancurkan kepentingan negara dan kehendak rakyat.
Dalam kesematan ini kita berharap agar kekuatan pembebasan yang mewakili kebesaran dan martabat dunia ketiga seperti Al Mukarram Muammar Qadafi (Libya), yang Maha Pemimpin Fidel Castro (Cuba), dan Yang Terhormat Hugo Sanches (Venesuela) dan Shahibul Fadlilah Muhammad Khatami (Iran) agar tetap tegar menjadi pemimpin bangsa merdeka, walaupun mereka terus-menerus didongkel, diteror dan diboikot tetapi tetap mampu membawa rakyat bersikap gagah, lebih cerdas, lebih beradab, lebih sehat, lebih sejahtera, lebih adil. Tetapi dunia imperialis memfitnah mereka sebagai tiran yang biadab, anti kemanusiaaan dan sebagainya.
Ekspresi yang aneh, dengan meninggalnya Arafat ini Barat berteriak berakhir sudah “kepemimpinan orang besar”. Imperialisme yang melahirkan modernitas memang berusaha keras menolak kepemimpinan dunia ketiga yang berpengaruh, lalau diciptakan berbagai teori ilmiah tentang keburukan pemimpin berintegritas, dengan menolak pemimpin kharismatik, pemimpin bertipe pejuang yang disebut dengan solidarity maker, lalu menggantinya dengan seorang pemimpin tukang yang disebut dengan administratur, yang dianggap sebagai tipe ideal dalam modernitas.
Sejak awal kalangan imperialis sangat ketakutan terhadap munculnya pemimpin besar, tokoh kharismatik yang dipatuhi, orang yang mampu menggalang kekuatan rakyat, yang unjung-ujungnya berani berhadapan dengan kekuatan asing yang mau merampas kedaulatan bangsa yang akan menghisap darah rakyat. Tokoh tersebut tidak hanya dimusnahkan secara akademik tetapi sebagaimana diuraikan di atas, mereka dibantai secara plitik, agar intervensi mereka dan penguasaan mereka terhadap dunia timur dan dunia ketiga pada umumnya lancar. Dengan cara itu lalu dicari pemimpin kacanagan, penjilat, oportunis yang menyembah pada kepentigan imperialis, mereka bukan panutan rakyat, hanya sekadar administratur.
Di tengah bulan yang fitri dengan hati yang fitri ini kita berdoa agar bangsa dunia ketiga dan umat Islam khususnya dianugerahi Tuhan seorang pemimpin besar, sorang solidarity maker yang memiliki integritas moral, amanah dan memiliki kharisma, sehingga bisa menjadi panutan bagi bangsa yang jujur. Hanya pemimpin yang memiliki integritas tinggi dan kharisma yang besar yang bisa menghadang laju gelombang imperialisme dengan segala macam kejahatan yang disebarkan, mampu membangun manusia fitri yang penuh kebebasan. Selamat Idul Fitri dan jadikan momentum lebaran ini sebagai titik tolak pembebasan. (Munim DZ)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Jagalah Shalat, Maka Allah Akan Menjagamu
2
Khutbah Jumat: Mengenal Baitul Ma’mur dan Hikmah Terbesar Isra’ dan Mi’raj
3
Paduan Suara Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang Meriahkan Kongres Pendidikan NU 2025
4
7 Penerima Penghargaan Pesantren dalam Malam Anugerah Pendidikan NU
5
Kongres Pendidikan NU 2025 Akan Dihadiri 5 Menteri, Ada Anugerah Pendidikan NU
6
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
Terkini
Lihat Semua