Risalah Redaksi

LGBT dan Fitrah Manusia untuk Bereproduksi

Jumat, 19 Februari 2016 | 15:14 WIB

Hari-hari ini, Indonesia diramaikan dengan isu kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang ingin diakui eksistensinya sebagai sebuah perilaku normal dan ingin mendapatkan hak-hak hukum. Sebenarnya keberadaan LGBT sudah ada sejak lama. Dalam Al-Qur’an dikisahkan tentang dihukumnya kaum Nabi Luth karena berperilaku homoseksual. Dalam tradisi lokal, juga ada gemblak, yaitu remaja dan anak kecil yang dijadikan kekasih oleh seorang warok agar kesaktiannya tetap terjaga. Seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya ajaran Islam, tradisi gemblak ini pun luntur. Agama berperan dalam menghapus perilaku menyimpang ini. 

Jika Islam dan ajaran agama samawi berusaha menghapus perilaku ini. Dalam tradisi sekuler dan liberal, LGBT diakui eksistensinya sebagai sebuah bentuk kenormalan dan mendapat hak hukum untuk menikah dengan sesama jenis. Mereka berdalih, berdasarkan sains, LGBT merupakan sesuatu yang alamiah yang terjadi pada semua makhluk hidup, baik manusia atau hewan. Dan jika dihadapkan antara sains dan agama, sains yang harus dimenangkan. Kelompok sekuler dan liberal beranggapan bahwa keyakinan agama hanya didasarkan atas dogma, sedangkan sains adalah temuan ilmiah. Meskipun demikian, klaim sains tentang normalitas LGBT sendiri juga masih menjadi perdebatan diantara para ilmuwan. 

Neil N. Whitehead (2013) dalam penelitiannya berjudul My Genes Made Me Do It! Homosexuality and the Scientific Evidence terkait dengan orang-orang homoseksual yang memiliki saudara kembar dengan gen identik menunjukkan dari sembilan pasangan kembar yang salah satunya homoseksual, hanya terdapat satu yang pasangannya juga homoseksual. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada faktor genetik. Hasil penelitian ini secara otomatis juga menafikan aspek biologi lainnya terkait dengan homoseksual. Ia berpendapat bahwa faktor nurture lebih besar daripada faktor nature. Adanya faktor “gay gen” juga tidak secara otomatis membuat orang menjadi seorang homoseksual. Disinilah peran ajaran agama untuk memandu seseorang memiliki orientasi sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk hidup.

Pada kepengurusan PBNU periode 2010-2015 pernah ada usulan untuk membahtsulmasailkan (mengkaji) masalah LGBT ini, tetapi usulan tersebut ditolak karena hukumnya sudah jelas. Sesuatu yang dibahas adalah persoalan yang sifatnya masih remang-remang. Dalil-dalil dalam agama Islam yang terkandung dalam Qur’an dan hadits secara tegas mengharamkan perilaku homoseksual. 

Tuntutan pengakuan hukum juga bertentangan dengan dasar bernegara di Indonesia. Indonesia mendasarkan diri pada Pancasila yang berketuhanan sementara negara-negara sekuler dan liberal yang melegalkan LGBT memang mendasarkan diri pada kebebasan individu. Dengan basis ketuhanan, nilai-nilai agama memandu perilaku individu. Orang tidak boleh bertindak seenaknya dengan alasan tidak menganggu individu lain, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai kemaslahatan bersama. Pada negara yang menganut paham sekuler dan liberal, hak individu diatas segala-galanya selama hal itu tidak menganggu hak orang lain. 

Bagi NU yang selama ini selalu memposisikan sebagai kelompok tengah (tawazun), yang tidak ekstrem kiri atau kanan, maka upaya untuk legalisasi LGBT merupakan bagian dari pertarungan lama yang selama ini terus berlangsung. NU menentang ide-ide yang dikampanyekan kelompok kiri (kelompok liberalis) yang mengagungkan kebebasan tanpa batas, sebagaimana penentangan NU terhadap upaya “pemurnian” Islam ala Arab (kelompok fundamentalis) yang sangat kaku dalam menafsirkan teks-teks agama. 

Sebagai manusia dan sebagai warga negara, kelompok LGBT harus dihargai dan mendapat hak-haknya sebagai warga negara sebagaimana orang lain. Tetapi meminta status normal atas perilaku LGBT, apalagi keinginan untuk menyebarkannya adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Kasus-kasus pencabulan remaja dan anak-anak oleh pengidap LGBT juga harus diproses secara hukum karena hal ini menimbulkan trauma bagi anak yang masih dalam proses perkembangan dan pencarian jati diri. NU akan mendukung upaya penyandang LGBT yang ingin memperbaiki diri karena sudah menjadi tugas NU untuk memperbaiki kondisi masyarakat. (Mukafi Niam)