Seiring dengan peningkatan kemampuan ekonomi, gairah Muslim Indonesia untuk beribadah umrah di Arab Saudi meningkat pesat. Apalagi antrian haji yang bisa mencapai puluhan tahun menyebabkan umrah menjadi pilihan untuk bisa beribadah ke tanah suci. Rombongan umrah asal Indonesia yang biasanya berbusana batik dengan gampang ditemui di Makkah atau Madinah. Per akhir musim umrah 2017 pada Juli lalu, dalam satu tahun terdapat 875.958 jamaah Indonesia atau naik 25 persen dari tahun sebelumnya.
Dengan potensi besar ini, bisnis penyelenggaraan keberangkatan umrah menjadi hal yang menggiurkan. Biro perjalanan umrah bertebaran di mana-mana. Mereka mempromosikan diri dengan beragam cara, termasuk membangun jejaring sampai ke desa-desa sebagai jembatan untuk menjemput calon konsumen yang tinggal di daerah. Tak ketinggalan, banyak bank menawarkan tabungan haji atau umrah. Jika lebih dari 850 ribu jamaah membayar 20 juta, diperkirakan bisnis ini bernilai 17.5 triliun setiap tahunnya. Banyak pihak mendapat keuntungan dari bisnis ini, mulai dari pajak untuk pemerintah, maskapai penerbangan, sampai agen-agen yang mencari jamaah.
Sayangnya, di tengah antusiasme masyarakat untuk menjalankan ibadah umrah, banyak pihak yang berusaha memanfaatkan kesempatan tersebut dengan melakukan penyalahgunaan. Kasus First Travel dengan korban lebih dari 58 ribu jamaah umrah senilai 848.7 miliar kini sedang disidangkan di pengadilan. Kemudian menyusul Abutour yang juga tidak mampu memberangkatkan 27 ribu orang. Belum lagi Hannien Tour dengan total dana digelapkan 41 miliar, ada pula PT Garuda Angkasa Mandiri (GAM). Biro perjalanan umrah ini sedang dalam penyelidikan polisi.
Berbagai model penipuan jamaah umrah sudah berlangsung sejak lama. Modus yang sering terdengar adalah penerlantaran jamaah umrah di Saudi Arabia. Jamaah umrah ditawari paket murah, tetapi setelah di sana, mereka diminta membayar uang tambahan untuk hotel atau pesawat. Kalau tidak, mereka tidak akan dipulangkan. Sejumlah berita soal jamaah umrah yang terlantar sempat menghiasi pemberitaan media. Kini, tipu-tipu ala jadul tersebut sudah jarang terdengar. Model yang ada sekarang bahkan lebih canggih lagi, dengan korban yang lebih besar, yaitu dengan penipuan ala skema ponzi. Jika dulu hanya puluhan jamaah dari satu biro umrah yang terlantar, kini puluhan ribu orang dengan jumlah uang mencapai ratusan miliar yang tidak bisa berangkat. Jika dulu mereka tidak bisa pulang ke Indonesia, kini, calon jamaah bahkan berangkat pun tidak.
Skema ponzi menggunakan model pemberian keuntungan investasi yang tidak berasal dari keuntungan investasi, tetapi dari setoran investor berikutnya. Dalam kasus jamaah umrah yang berbiaya murah ini, biaya keberangkatan jamaah dibayar bukan dari uang jamaah, tetapi dari uang pembayaran jamaah berikutnya, sampai akhirnya jamaah yang mendaftar terakhir tidak bisa berangkat karena uangnya sudah dipakai untuk biaya pemberangkatan jamaah sebelumnya. Dan umumnya jamaah terakhir ini yang paling banyak karena terpesona dengan jamaah sebelumnya yang sudah berhasil berangkat.
Masyarakat banyak yang tertipu karena mereka tergiur dengan umroh promo yang biayanya sangat murah. Hanya berkisar 16-18 juta, padahal standar umum yang ditetapkan Kemenag adalah 1700 dolar Amerika atau setara dengan 22 juta. Mereka tidak curiga karena pendaftar sebelumnya dengan biaya tersebut terbukti bisa berangkat. Padahal, keberangkatan jamaah awal dibiayai dari pembayaran pendaftar jamaah berikutnya, sampai akhirnya pada titik tertentu, tidak ada lagi uang untuk memberangkatkan jamaah.
Yang tertipu oleh pola seperti itu bukan hanya orang-orang biasa, bahkan sejumlah pejabat dan intelektual menjadi korbannya, sebagaimana disampaikan langsung kepada NU Online. Banyak orang tertipu karena ada fakta bahwa orang-orang yang membayar dengan biaya murah bisa berangkat. Artinya, jika tidak ada pengawasan yang lebih ketat terhadap travel-travel umrah yang menggunakan skema ponzi, kasus yang sama akan berulang di masa mendatang.
Masyarakat harus belajar kritis saat menghadapi beragam tawaran yang terlihat menggiurkan, baik tawaran investasi atau bisnis yang dalam waktu singkat memberi keuntungan besar atau biaya murah yang tidak rasional. Dalam investasi terdapat prinsip dasar untuk menghindari penipuan, yaitu to good to be true, atau kita harus curiga kalau terlihat terlalu menggiurkan.
Penipuan ala skema ponzi mengharuskan banyak institusi negara untuk mengantisipasi hal tersebut sebelum kasusnya pecah dan memakam banyak korban. Kementerian agama sebagai pengawas pengelolaan haji dan umrah pasti terlibat. Terkait dengan pengumpulan uang dari masyarakat, OJK memiliki wewenang. Jika ada travel umrah yang menawarkan biaya sangat murah dibawah biaya operasi, ini indikasi yang harus ditangani dengan cepat.
Saat terindikasi penipuan sudah nampak di depan mata dengan banyaknya jamaah yang tidak bisa diberangkatkan, pihak keamanan juga harus bertindak sigap. Jangan sampai ada upaya mengulur-ulur waktu dari travel yang diduga melakukan penipuan dengan beragam alasan, lalu menghilangkan sejumlah aset yang seharusnya dikembalikan kepada jamaah umrah. Berapapun jumlah uang yang bisa diselamatkan, jauh lebih baik daripada tidak tersisa sama sekali. aset finansial jauh lebih mudah dipindahkan daripada aset fisik. Ini PR besar yang harus diselesaikan terkait dengan bisnis biro umrah. (Achmad Mukafi Niam)