Risalah Redaksi

Mencari Kiai di Internet

Rabu, 30 April 2014 | 04:43 WIB

Sejak Maret 2014 lalu NU Online membuka rubrik baru “Bahtsul Masail”. Ini merupakan kelanjutan dari rubrik “Konsultasi Agama Online” yang dulu pernah diprogramkan namun hanya untuk bulan Ramadhan. Dan seperti diperkirakan, peminat rubrik baru ini ternyata cukup luar biasa. Beberapa artikel tanya-jawab yang di-upload bahkan lebih banyak pembacanya dari rubrik keislaman yang ada sebelumnya seperti Ubudiyah, Syariah, Khotbah dan Hikmah. <>

Berbeda dengan beberapa rubrik keislaman sebelumnya bersifat tematik, rubrik Bahtsul Masail ini lebih interaktif menjawab pertanyaan dari pembaca. Setiap hari Redaksi menerima puluhan e-mail di alamat redaksi@nu.or.id berisi pertanyaan seputar keislaman. Sebagian besar yang disampaikan merupakan pertanyaan yang sangat sederhana atau terkait persoalan tingkat dasar, atau sangat sering dibahas dan Redaksi langsung bisa menjawab secara singkat melalui email yang bersangkutan, sehingga dirasa tidak perlu dibahas secara lebih panjang lebar di rubrik Bahtsul Masail.

Mengapa internet menjadi pilihan untuk menanyakan persoalan penting seperti tentang agama Islam? Mungkin saja masyarakat segan atau malu menanyakan urusan agama kepada kiai atau ustadz di sekitar rumah. Gus Mus, Rais Aam PBNU saat NU Online meminta izin membuka rubrik Bahtsul Masail, bercerita, ada tamu datang ke ndalem kiai dan sudah menyiapkan beberapa pertanyaan, namun ketika berada tepat di hadapan kiainya itu, sang tamu malah kehabisan kata-kata.

Cara yang cukup efektif untuk belajar agama saat ini adalah mencari sendiri berbagai informasi lewat internet. Di dunia maya masyarakat tidak akan sungkan-sungkan untuk menanyakan atau menemukan jawaban masalah-masalah yang remeh atau sangat sulit sekalipun. Dan internet melalui mesin pencarian yang serba cepat selalu bisa memberikan jawaban, entah benar atau salah. Selain itu, sekarang masyarakat dimanjakan dengan berbagai inovasi teknologi komunikasi yang murah dan mudah.

Indonesia sebagai negara muslim terbesar menjadi salah satu pengguna internet. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, jumlah user internet di Indonesia meningkat dari waktu ke waktu. Jumlah user internet di Indonesia untuk tahun 2012 mencapai 63 juta atau 25,86% dari penduduk Indonesia. Diperkirakan Pada pada tahun 2013 jumlah ini akan menjadi 82 juta user, tahun 2014 menjadi 107 dan pada 2015 sudah mencapai 139 juta atau 50 % dari total penduduk Indonesia.

Ada informasi yang lebih menarik, bahwa user baru pada 2013 sekitar 3,7 juta itu ternyata didominasi masyarakat di bawah kelompok menengah. Ini menunjukkan bahwa para pengakses internat tidak hanya berasal dari kalangan kelas menengah ke atas seperti diperkirakan banyak orang. Inovasi teknologi yang murah, mobile apalagi dimudahkan dengan fasilitas touch screen dengan fitur dan gambar yang menarik menjadikan semua kalangan kesempatan yang punya mengakses internet, termasuk anak-anak dan generasi tua. Sebagian pengguna internet itu masuk kategori “bargain hunter” yang rela berjam-jam browsing internet untuk mencari kebutuhannya.

Namun perlu diingatkan bahwa berbagai informasi yang berseliweran dalam jutaan situs itu bisa diibaratkan seperti hutan belantara. Para pencari informasi bisa menemukan hal yang sangat bermanfaat, namun pada sisi lain data yang didapatkan bisa jadi kurang memenuhi keinginan, kurang memadai, bahkan pada titik tertentu bisa menyesatkan dan menjerumuskan.

Di sisi lain, masyarakat muslim berada di tengah persebaran paham-paham keagamaan dan model beragama cara baru yang cukup gencar dipublikasikan oleh sejumlah media massa. Berbagai informasi tentang gerakan, ajaran dan manuver paham-paham baru ini relatif mudah terpublikasi karena memiliki aspek sensasional dan menjadi santapan industri media dan disebarluaskan melalui internet. Selain itu, tidak syak lagi, kelompok-kelompok yang ekstrim kiri maupun kanan cenderung sangat aktif dalam memanfaatkan media internet untuk mensosialisasikan berbagai ajaran dan aktifitas mereka.

Berbagai informasi yang disebarkan oleh kelompok-kelompok baru yang sangat aktif memanfaatkan media internet ini perlu diimbangi dengan mengaktifkan situs-situs Islam yang moderat. Dengan demikian mereka yang belajar Islam lewat internet akan mendapatkan informasi yang memadai.

Beberapa konten keislaman yang bersifat spesifik juga perlu mendapatkan porsi lebih. Banyak informasi penting tentang tuntunan Islam sehari-hari yang sulit diakses oleh masyarakat. Berbagai perkembangan baru di bidang hukum Islam di Indonesia juga yang telah dibahtsulmasailkan oleh ulama dunia terkait persoalan-persoalan kontemporer juga perlu mendapatkan porsi yang lebih banyak lagi di jagat dunia maya. Semakin banyak materi keislaman di internet tentu semakin bagus. Dan ini secara teknis akan sangat membantu masyarakat yang ingin belajar keislaman.

Tidak untungnya, memang para peng-upload data di internet tidak selalu mereka yang ingin berbagi informasi. Beberapa situs memang sengaja membahas beberapa tema keislaman yang tidak sesuai dengan paham yang mereka anut. Tujuan mereka menulis, atau menyebarkan informasi justru ingin memunculkan kesan negatif terhadap ajaran atau amalan yang sedang mereka bahas. Pada konteks ini beberapa kelompok yang disebut mayoritas (assawadul a’dlom) akan dikalahkan oleh kelompok kecil yang sangat aktif menyebarkan informasi di dunia maya.

Tidak ada pilihan kecuali menambah aktivitas mengaji dan penyebaran informasi mengenai ajaran Islam yang rahmatan lila lamin di internet. Logika formal mesin pencarian internet seperti Google adalah semakin banyak materi keislaman tertentu yang beredar di berbagai situs, entah dengan cara copy-paste atau mengulang-ulang pembahasan dengan perpektif lain, entah melalui situs lembaga resmi atau blog pribadi atau akun media sosial, maka materi tersebut akan tampil di halaman muka dan akan dibaca lebih dulu oleh para pencari informasi di internet. Dan ini akan meminimalisir bahkan menyingkirkan berbagai konten-konten keislaman yang tidak pas. (A. Khoirul Anam)