Risalah Redaksi

Mengembangkan Dakwah melalui Seni

Ahad, 5 November 2017 | 10:00 WIB

Mengembangkan Dakwah melalui Seni

Sharla Martiza (The Voice Kids Indonesia).

Lagu Assalamu’alaika ya Rasulallah yang dinyanyikan oleh Sharla Martiza dalam ajang reality show di sebuah TV swasta menjadi viral. Cuplikan lagu yang diunggah di Youtube ditonton oleh lebih dari 4.8 juta. Repost oleh Maher Zain, menuai tayangan lebih dari 500 ribu berbagai akun media sosial me-repost lagu yang dinyanyikan oleh remaja dengan suara merdu dari Jombang itu.

Sesungguhnya dakwah melalui seni memiliki potensi untuk meraih perhatian dari masyarakat. Selama ini, dakwah melalui ceramah-ceramah di panggung sangat dominan. Kelompok tertentu bahkan menyampaikannya aksinya di panggung dengan retorika-retorika yang sangat keras dengan menyatakan bahwa praktik-praktik keagamaan yang dilakukan oleh orang di luar komunitasnya dianggap bidah dan sesat. 

Seni merupakan sebuah bahasa universal yang bisa dipahami oleh siapa saja. Seni menghasilkan jiwa-jiwa yang lembut. Dakwah yang dilakukan dengan kelembutan akan menghasilkan sikap keberagamaan yang lembut dan santun. Sayangnya potensi besar untuk berdakwah melalui seni ini kurang mendapat perhatian. Bahkan, bagi sebagian Muslim konservatif, seni cenderung dijauhi karena dianggap agak dekat dengan dunia kemaksiatan dan kehidupan bebas ala seniman.  Akibatnya seni menjadi media sekuler yang diproduksi untuk tujuan-tujuan komersial yang isinya asal disukai publik. Soal apakah kontennya mendidik atau  tidak, bukan menjadi urusan bagi produsennya. Konten di TV dan internet sebagai sumber hiburan, sangat minim dengan hal-hal yang sifatnya religius yang dapat menghibur masyarakat sekaligus mendekatkan diri kepada Allah. 

Secara alamiah, komunitas NU telah menjalankan dakwah melalui seni, seperti dilakukan oleh Habib Syech yang menggelar shalawatan ke berbagai penjuru Indonesia. Grup-grup shalawat lokal yang terinspirasi oleh keberadaan Habib Syech juga tumbuh di berbagai daerah. Kombinasi pertunjukan seni dan orasi juga sudah banyak dilakukan untuk menarik jamaah agar mau berkunjung ke lokasi pengajian. 

Pasar seni religi yang besar ini juga mendapat perhatian dari kelompok-kelompok band pop seperti yang dilakukan oleh Ungu, Wali, Bimbo, Haddad Alwi, dan lainnya. Mereka biasanya melansir lagu-lagu terbarunya menjelang Ramadhan tiba, ketika masyarakat semakin dekat dengan hal-hal yang religius. Ini sah-sah saja secara bisnis, dan ada pesan-pesan bagus yang bisa didapatkan oleh para penikmatnya. 

Di lingkungan NU, upaya memperkuat seni dilakukan dengan pembentukan kembali Lesbumi NU pada muktamar ke-31 NU tahun 2004 setelah vakum cukup lama karena kebijakan politik Orba. Pada muktamar ke-33 tahun 2015, salah satu amanatnya adalah pembentukan Ikatan Seni Hadrah Indonesia (Ishari). Seni hadrah atau sebagian dikenal dengan nama terbangan adalah seni yang populer di lingkungan pesantren. 

Salah satu ciri seni adalah kreatifitas. Mereka selalu menciptakan sesuatu yang baru atau mengubah yang ada dengan aransemen yang baru. Kita bisa amati bahwa selera musik tiap generasi juga berbeda beda. Ada saat Rhoma Irama dan Iwan Fals mencapai puncak karirnya, tapi tiap generasi memiliki idola sendiri-sendiri, dengan gaya yang dibawa masing-masing orang. Musik yang hidup di lingkungan pesantren, sudah tentu harus terus memunculkan kreatifitasnya untuk menghasilkan sesuatu yang segar, yang kekinian, yang dapat masuk ke generasi kini. Jika tidak, maka daya jangkauannya terbatas pada komunitas yang ada atau generasi-generasi tua saja. Generasi muda, kebutuhannya akan seni akan dipenuhi oleh siapa saja, yang dapat memenuhi selera mereka. Kita tidak bisa hanya mengumpat bahwa anak-anak muda semakin tidak bermoral. 

Kini, para seniman adalah idola para generasi muda. Mendekati mereka dengan gampang adalah dengan bermusik. Bagi kalangan yang lebih berumur, hidup pun menjadi semakin keras dengan sengitnya bersaingan. Seni dan musik bisa menjadi alat untuk sejenak melupakan berbagai persoalan hidup. Tapi untuk bisa sukses, tak cukup sekedar berkreasi, melainkan butuh keseriusan untuk menghasilkan  sebuah karya yang orisinil dan indah. (Ahmad Mukafi Niam)