Apa yang disampaikan oleh KH Said Aqil Siroj tersebut harus dilihat dalam konteksnya, tidak berdiri sendiri dan tidak untuk mendukung kepemimpinan non-Muslim. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi di mana semua warga negara berhak untuk menjadi pemimpin. Untuk menjadi pemimpin yang baik, syarat utama yang harus dipenuhi adalah kejujuran dan keadilan. Sifat-sifat seperti ini bisa dimiliki oleh penganut agama apa saja, Muslim atau non-Muslim. Tetapi jika ada dua pilihan antara Muslim dan non-Muslim yang memiliki kualifikasi yang sama, tentu pemimpin Muslim yang harus diutamakan. Prinsip seperti ini sudah menjadi keputusan NU dalam Muktamar ke-30 di Pesantren Lirboyo Kediri pada 1999. Apa yang dikatakan oleh KH Said Aqil Siroj juga merujuk pada pernyataan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang dikutip oleh Ibnu Taimiyah bahwa negara yang adil akan kekal sekalipun ia negara kafir. Sebaliknya negara yang zalim akan binasa sekalipun ia negara Islam.
Kita tentu prihatin dengan upaya mendiskreditkan Ketua Umum PBNU melalui media sosial. Perilaku seperti ini juga menunjukkan sikap tidak islami. Kelompok Islam yang memiliki pandangan bahwa Muslim harus dipimpin oleh Muslim itu merupakan pandangan yang sah, tetapi harus dilakukan dengan mekanisme yang ada. Jika ada non-Muslim yang ternyata dipercaya oleh masyarakat menjadi pemimpin, ini seharusnya menjadi otokritik bagi kelompok pendukung bahwa pemimpin harus Muslim, kenapa tidak berhasil menempatkan tokohnya sebagai pemimpin. Di sini menjadi pertanyaan bagi partai-partai yang menegaskan diri sebagai partai Islam untuk mendudukkan calonnya sebagai pemimpin masyarakat.
Dalam sistem demokrasi, para politisi berusaha menarik simpati dengan menggunakan isu agama, etnis, kelompok dan identitas lainnya. Ini merupakan salah satu sisi buruk dari demokrasi. Jika hal ini tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan benturan atau konflik dalam masyarakat. Kita sendiri saat ini masih belajar bagaimana berdemokrasi dengan baik. Seharusnya, para calon pemimpin menyampaikan visi misinya ke mana umat akan dibawa bukan dengan mengkampanyekan agama, etnisitas, dan identitas kelompok lainnya. Jika ini dilakukan, maka Indonesia akan dipimpin oleh orang-orang terbaik, apapun agamanya, dari manapun sukunya, atau dari manapun kelompoknya. Rakyat juga akan menikmati keberadaan pemimpin yang baik, apapun agama mereka. Dengan sistem demokrasi, India yang mayoritas Hindu pernah memiliki Presiden Muslim, yaitu Abdul Kalam. Di Kanada yang mayoritas non-Muslim Naheed Nenshi berhasil menjadi walikota beragama Islam pertama dan berprestasi sebagai walikota terbaik di dunia. Kita tentu akan semakin bangga jika semakin banyak Muslim yang berkontribusi dalam membangun peradaban di dunia, baik ketika memimpin masyarakat mayoritas Muslim atau non-Muslim. (Mukafi Niam)
Terpopuler
1
Ketum PBNU: NU Berdiri untuk Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga
2
Harlah Ke-102, PBNU Luncurkan Logo Kongres Pendidikan NU, Unduh di Sini
3
Badan Gizi Butuh Tambahan 100 Triliun untuk 82,9 Juta Penerima MBG
4
LP Ma'arif NU Gelar Workshop Jelang Kongres Pendidikan NU 2025
5
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
6
Mendagri Ungkap Makan Bergizi Gratis Juga Akan Didanai Pemerintah Daerah
Terkini
Lihat Semua