Di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta, masyhur dengan pondok pesantren penghafal Al-Qur’an. Nama-nama pondok Al-Muayyad, Al-Qur’aniyy, begitu tersohor hingga ke luar daerah. Bila waktu subuh maupun maghrib, dari pondok tersebut, sering pula kita dengarkan lantunan syahdu para santri yang tengah mendaras Kalamullah. Belum lagi ditambah para ustaz serta ustazah di langgar maupun masjid, yang selalu setia menemani para santri mengaji Kitab Suci.
Di daerah penghasil batik itu, terdapat sejumlah tokoh ulama ahlul-Qur’an. Siapa yang tidak kenal KH Ahmad Umar bin Abdul Mannan, KH Ahmad Musthofa (Mbah Daris), KH Ahmad Asy’ari, KH Asfari (Mbah Bei), dan masih banyak lagi nama yang kiranya dapat disebutkan.
Termasuk di dalamnya, yakni KH Muhammad Tolhah bin Sulaiman, seorang ulama Ahlul-Qur’an yang tinggal di daerah Tegalsari, Kelurahan Bumi, Laweyan. Pribadi yang memiliki sifat lemah lembut ini dikenang sebagai sosok yang rendah hati.
“Beliau Bicaranya halus, tidak pernah ingin jadi yang di depan,” kenang Ketua Yayasan Ta’mirul Masjid Tegalsari, KH Idris Shofawi, saat ditemui As-Shofwah di kediamannya, belum lama ini (16/5).
Kiai Idris juga masih ingat pesan singkat yang diberikan KH Muhammad Sulaiman, kala dirinya hendak pergi haji, tahun 1991 silam. “Dadiya lemah, lemah diidak meneng tapi akeh manfaate (Jadilah seperti tanah, yang diam meski selalu diinjak, di sisi lain memiliki banyak manfaat,-red.)
Produktif Menulis
Di sela-sela kesibukannya mengajar, KH Muhammad Sulaiman juga produktif dalam menghasilkan karya tulisan. Salah satu yang cukup populer yakni kitab tafsir al-Quran berbahasa Arab : Jami’ul Bayaan. Sebuah ringkasan dari berbagai kitab tafsir, yang konon populer dan dicetak hingga ke luar negeri.
Selain kitab tafsir tersebut, Mbah Muhammad yang pernah berguru kepada KH Dimyathi Tremas, KHR Munawwir Krapyak, dan lainnya itu menulis beberapa buku antara lain : Khulasoh Min Shuwaril Qur’an (1992), Asmaul Husna dan Syarahnya (1991), Bukti Al-Quran Sebagai Wahyu (1989).
Ia juga memiliki jadwal rutin mengajar di Masjid Tegalsari, yakni pengajian Tafsir Jalalain (Selasa pagi) serta Shahih Bukhari, di serambi masjid. Sepeninggalnya, rutinan ini dilanjutkan KH Naharussurur, kemudian estafet berpindah sampai ke KH Abdul Halim Naharussur yang berjalan hingga sekarang.
Begitulah, sosok kiai panutan umat ini, tutup usia pada Sabtu Pon 28 Shofar 1412 H atau bertepatan dengan 7 September 1991 pukul 13.30 WIB di RS Kasih Ibu. Jenazahnya dikebumikan keesokan harinya, di Makam Pulo Laweyan, berdekatan dengan makam KH Ahmad Shofawi. Lahumu al-fatihah! (Ajie Najmuddin)