Ajengan KH Muhammad Masthuro adalah pendiri Pondok Pesantren Al-Masthuriyyah, Babakan Tipar, Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat. Ia lahir di Kampung Cikaroya, Tipar, Sukabumi pada tahun 1901.
Kemudian ia belajar kepada Al Habibib Syekh Ibnu Salim Al Attas, guru para ajengan Sukabumi. KH Masthuro merupakan santrinya yang paling disayang, sehingga sebelum wafat, Habib Syekh berpesan supaya dikebumikan di samping KH Masthuro. Kedua ulama tersebut dimakamkan berdampingan di Pesantren Al-Masthuriyah.
KH Masthuro memiliki 13 putra dan putri. Salah seorang putranya, almarhum KH E. Fachrudin Masthuro, pernah menjabat Wakil Rais ‘Aam PBNU, hingga wafatnya menjadi salah seorang Musytasayar PBNU.
Sebagai seorang yang hidup di masa penjajahan Belanda, KH Masthuro memperlihatkan keberaniiannya. Ia melindungi para pejuang dan rakyat Indonesia. Sering penjajah memeriksa pesantrennya, tetapi K.H. Masthuro tidak menyerahkan mereka yang meminta perlindungan itu, sekalipun penjajah menodongkan senjata kepadanya.
Sebelum wafat, K.H. Masthuro mewasiatkan 6 hal kepada anak-anak dan mantu-mantunya, yaitu: 1. Kudu ngahiji dina ngamajukeun Pesantren, Madrasah. Ulah Pagirang-girang tampian. (harus bersatu untuk kemajuan pesantren) 2) Ulah hasud (jangan hasud) .3) Kudu nutupan kaaeban batur,(harus menutupi aib orang lain) 4.) Kudu silih pikanyaah, (saling mengasihi) 5.) Kudu boga karep sarerea hayang mere,(suka memberi) 6.) Kudu mapay thorekat anu geus dijalankeun ku Abah (harus mengikuti tarekat KH Masthuro).
Wasiat tersebut, hingga kini menjadi pegangan keturunan dan penerus KH Masthuro di pesantren Al-Masthuriyah. Wasiat tersebut, terutama yang poin pertama, dalam keberlangsungan lembaga pendidikan memiliki makna penting untuk menanamkan dan memperkuat lembaga yang dirintisnya. Wasiat ini diungkapkan dengan jelas agar para pewaris perjuangan KH Masthuro tidak sulit menafsirkan maknanya. Dan sluruh putra-putrinya 100% tinggal di kompleks pesantren tersebut untuk turut serta mengembangkan Al-Masthuriyah. Dan hanya sekitar 20% cucunya yang tidak tinggal di Al-Masthuriyah. Lembaga pendidikan di Pesantren Al-Masthuriyah sudah lengkap mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi..
KH Masthuro mengarang kitab berjudul Kaifiyatus Solat, tebal 89 halaman, yang ditulis dengan bahasa Arab. Kitab ini merupakan tukilan dari berbagai kitab yang membahas bab solat, mulai dari Safinatun Naja, Sulam Munajat, Fathul Qorib, Fathul Mu’in, tapi lebih banyak dari kitab Bajuri. Kitab ini ditulis dengan bahasa Arab yang mudah dipahami.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua