Warta JELANG MUKTAMAR

Dikritisi Kiai Muda Jatim, Said Aqil Janji Edit Tulisannya

Rabu, 21 Oktober 2009 | 05:25 WIB

Sidoarjo, NU Online
Forum Tabayyun dan Debat Terbuka yang mempertemukan Forum Kiai Muda (FKM) Jawa Timur dan tokoh NU KH Said Aqil Siraj di Pondok Pesantren Bumi Shalawat, Tulangan, Sidoarjo, Selasa (20/10) kemarin, berlangsung cukup menarik.

Dengan disaksikan oleh para habaib dan 300-an kiai, forum tersebut seolah menjadi forum penumpahan uneg-uneg terhadap pemikiran Said Aqil yang selama ini dinilai banyak menyimpang dari arus besar pemikirian NU.<>

Acara yang dimoderatori oleh DR Sutarto ini, dimulai dengan penyampaian “uneg-uneg” oleh juru bicara FKM KH Abdullah Syamsul Arifin mengenai beberapa pemikiran Said Aqil yang terdapat dalam buku Tasawwuf sebagai kritik sosial, diantaranya Said Aqil menulis bahwa kehadiran Islam sarat dengan nuansa politis, Imam Syafi’i dianggap simpatisan Syi’ah dan tentang pembelaaanya terhadap Ahmadiyah.

Abdullah mencoba mengkritisi pendapat Said Aqil dengan rujukan kitab-kitab Mu’tabarah dan risalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah karya KH Hasyim Asy’ari. “Mohon kiranya Kiai Said menjelaskan semua ini, agar umat tidak resah,” tukasnya.

Mendapat “seragan” itu, Said Aqiel lalu mengeluarkan satu koper kitab karangan ulama sunni. Dengan gaya khas, Said Aqil menjawab secara cerdas, ilmiah dengan wawasan yang komprehensip. Said Aqiel juga menggunakan ta’bir-ta’bir kitab kuning dan kajian sejarah untuk melengkapi keterangannya.

Yang menarik, ia juga menerima koreksi dari beberapa kiai dan habaib mengenai tulisan-tulisannya yang dirasa kurang santun. Dijelaskannya bahwa karya tersebut ditulis pada saat dirinya baru pulang dari Timur Tengah. “Saya janji insyaallah akan mengedit lagi tulsan-tulisan itu,” kata Said Aqil yang akrab dipanggil Kang Said.

Tampaknya, forum menjadi ajang klarifikasi bagi Said Aqil. Diawal acara, Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur H Misbahussalam menandaskan bahwa acara tersebut murni untuk mengklarifisikasi adanya pemikirian Said Aqil yang diduga tidak sejalan dengan mainstream pemikiran NU.

Diharapakan ajang tersebut benar-benar jadi ajang ilmiah, bukan ajang pembantaian pemikiran tanpa argument. “Lebih baik kita tabayyun sekarang, daripada nanti waktu muktamar tidak ada waktu lagi,” ungkapnya. (ary)