Brebes, NU Online
PBNU berpendapat bahwa penggunaan alat bantu penglihatan dalam melaksanakan rukyah dimungkinkan dengan ketentuan alat tersebut hanya membantu memperjelas pandangan mata bukan memantulkan dan posisi hilal diatas ufuk.
Demikian dikatakan oleh Rais Syuriyah PBNU KH Masyhuri Naim dihadapan peserta silaturrahmi nasional ahli hisab dan rukyah yang diselenggarakan oleh Lajnah Falakiyah NU, Sabtu (7/9).
<>Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan bersama antara para ahli rukyah dan hisab NU dalam pertemuan nasional yang diselenggarakan pada tahun 1994 dan kemudian dikukuhkan melalui SK PBNU No. 311/A;II;03/I/94 dengan ketentuan tinggi hilal minimal 2 derajat, lama hilal 8 jam dan azimuth atau jarak matahari dan bulan 3 derajat.
“Kesakasian hilal dengan menggunakan teropong juga harus bisa dilihat dengan mata telanjang karena apa yang dilihat teropong tidak ada bedanya dengan apa yang dilihat dengan mata telanjang,” tandasnya.
Demikian pula, dimungkinkan juga melihat hilal secara tidak langsung, tetapi direkam dan kemudian dilihat ulang. Namun harus terdapat saksi lain yang melihat secara langsung.
“Ini untuk menghindari adanya rekayasa munculnya hilal, misalnya merubah gambar atau menggunakan hasil rekaman bulan sebelumnya,” paparnya.
Tentang adanya batasan hilal harus diatas ufuk, Kiai Masyhuri menjelaskan bahwa ketentuan imkanurrukyah atau batas minimal hilal dapat dilihat terjadi sesat setelah ijtima’ terjadi atau tidak mungkin hilal bisa dilihat dibawah ufuk. (mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Bersihkan Diri, Jernihkan Hati, Menyambut Bulan Suci
2
Khutbah Jumat: Sambut Ramadhan dengan Memaafkan dan Menghapus Dendam
3
Awal Ramadhan, Gus Baha Pilih Ikut Keputusan Pemerintah, Apresiasi Perbedaan
4
Anggaran Pendidikan Dipangkas, BEM PTNU DIY: Pemerintah Korbankan Hak Rakyat
5
Muncul Ajakan Cuti Bersama, Koalisi Masyarakat Sipil Gelar Aksi Indonesia Gelap Hari Ini
6
Arab Saudi Berikan 100 Ton Kurma Ramadhan untuk Indonesia
Terkini
Lihat Semua