Warta KEBANGKITAN BUDAYA

Film Islami dan Porno Sama-sama Mengejar Rating

Kamis, 22 Mei 2008 | 21:18 WIB

Jakarta, NU Online
Maraknya pornografi dalam film nasional, baik di layar lebar maupun televisi membuat kalangan produser merilis produk lain yaitu film yang berlatarbelakang agama, seolah sebagai tandingan film porno itu.

Menurut pemantauan Slamet Rahardjo Djarot, sutradara dan produser film nasional terkemuka, film dan sinetron islami didorong oleh spirit yang sama dengan film porno yang hendak ditandingi, karena sama-sama didorong oleh semangat pragmatisme, mengabaikan spirit Islam, hanya mengejar rating.<>

Para sutradara film dan sinetron berlatar belakang agama sering salah paham. Mereka menampilkan agama secara vulgar. Agama hanya dipahami artefaknya saja berupa pengungkapan ayat-ayat suci yang verbal dan berlebihan. Bahkan masih dibumbui adegan mistik yang melecehkan keluhuran Islam.

“Akhirnya Islam tampil sangat dangkal, serba instan seperti sulapan. Padahal relitas umat Islam tidak begitu,” kata Slamet dalam perbincangan dengan NU Online di sanggar Teater Populer Jakarta Pusat pekan lalu

Padahal menurut pemenang beberapa Piala Citra ini, sebelum membuat karya film atau kesenian pada umumnya perlu melakukan penelitian, pendalaman agara bisa memahami persoalan sampai pada substansinya. Bila telah terpegang rohnya, maka tinggal melengkapi dengan cerita pendukungnya dengan demikian akan mudah untuk  memvisualisasikan.

“Dengan film yang serius penggarapannya, kita tidak hanya  akan mengangkat citra film kita dalam dunia perfilman internasional, tetapi akan mampu mengangkat harkat bangsa ini,” katanya.

Indonesia ini kaya dengan filsafat, laku kehidupan, ajaran moral, ini terdapat di seluruh pelosok tanah air. Kita perlu menggalinya dengan tekun dan sabar, pasti akan memperoleh temuan yang berharga.

Penggalian itu yang perlu dilakukan oleh para seniman, sebab semua bahan telah tersedia. “Tinggal kita malas atau giat menggalinya. Ini memang butuh waktu, kalau soal dana bisa disiasati, karena dana terbatas sudah bisa untuk mengawali penggalian budaya,” kata Slamet.

Pendidikan dan penyadaran menjadi penting dilakukan agar para pemirsa bisa memahami Islam secara substansial, tidak hanya verbal hanya artefaknya saja. Menurut Slamet, langkah ini sangat penting karena film dapat menjadi sarana untuk mendorong kebangkitan bangsa Indonesia. (mdz)