Warta

Gus Dur: Fundamentalisme sebagai Reaksi atas Memuncaknya Modernisme

Senin, 17 April 2006 | 02:57 WIB

Jakarta, NU Online

Munculnya sikap keras yang berujung pada fundamentalisme bahkan sampai kepada terorisme adalah reaksi atas memuncaknya modernisasi, dan proses globalisasi. Kelompok garis keras, dalam hal ini umat Islamnya, seakan kehilangan semuanya dalam dunia modern dan di tengah arus modernisasi itu.

<>

Hal itu disampaikan Gus Dur di dalam satu acara diskusi publik di Jakarta, Sabtu (15/4). "Tapi kita tidak usah risau. Menurut saya, lebih baik semuanya diselesaikan secara budaya," katanya. Sayangnya Gus Dur tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai penyelesaian "krisis" modernisasi dan globalisasi secara budaya itu.

Gus Dur menyatakan ketidak setujuaanya atas cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh beberapa kelompok Islam dalam mengatasi berbagai persoalan di tengah-tengah "krisis" modernisasi dan globalisasi itu. Menurutnya, masing-masing kelompok tidak bisa memaksakan diri. Semua tindakan harus didasarkan pada undang-undang.

"Tiap-tiap orang mempunyai hak untuk berekspresi, asal tidak melanggar undang-undang. Dan setiap orang dilindungi oleh negara," kata Gus Dur.

Gus Dur menyatakan, konflik-konflik yang selama ini terjadi baik bersekala lokal, nasional maupun internasional tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Ada persoalan lain di balik itu, terutama ekonomi dan politik. Di tataran Internasional, konflik Sunni-Syiah yang terus berlanjut, katanya, adalah bermotif ekonomi, dan bukan agama.

Menurut Gus Dur, pihak-pihak yang berkepentinyan membutuhkan konflik antar agama atau kelompok-kelompok agama untuk mengalihkan perhatian.

"Saya sempat Kaget ada berita warga NU yang menyerang kelompok Ahmadiyah di Lombok Tengah. Setelah saya selidiki sebenarnya di sana ada sengketa tanah pertanian rakyat dengan pemerintah di Tanak Awu. Nah, untuk mengalihkan perhatian dipake orang NU, tapi sebenarnya bukan orang NU," kata Gus Dur.

Lebih lanjut, Gus Dur menyatakan, Islam tidak dimonopoli oleh siapa-siapa. "Yang di WALHI (wahana LIngkungan Hidup: red) dan di tempat-tempat lain itu juga Islam. Banyak yang memolitisasi keadaan," katanya. (nam)