Warta

Gus Dur: Pemberantasan Korupsi Masih ‘Habisi’ Orang Megawati

Jumat, 6 April 2007 | 11:17 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali mengingatkan kepada pemerintah agar tidak tebang pilih dalam memberantas korupsi. Pasalnya, ia menilai hingga saat ini pemberantasan korupsi masih berupaya menghabisi orang-orang dekat mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, sedangkan yang lain dibiarkan bebas.

“Hanya orang-orang dekat Megawati saja yang kena (dihukum, Red), seperti Rokhmin Dahuri (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan), Widjanarko Puspoyo (mantan Kepala Bulog), dan lain-lain. Koruptor lain dibiarkan bebas,” tegas Gus Dur dalam sambutannya pada pembukaan “Halaqoh Kebangsaan untuk Rakyat dan Temu Wicara Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (6/4)

<>

Meski mengaku sebagai orang yang ‘disakiti’ Megawati saat lengser dari kursi kepresidenan, Gus Dur menyatakan bahwa jelas sekali pemberantasan korupsi di negeri ini masih tebang pilih. Menurutnya, masih banyak koruptor yang sama sekali belum tersentuh oleh hukum.

Di hadapan peserta halaqoh yang merupakan kiai dan ulama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, Gus Dur menegaskan, salah satu sebab dari pemberantasan korupsi yang masih pandang bulu adalah tidak tegaknya kedaulatan hukum. Hukum di Indonesia sama sekali tidak dijalankan dengan benar. “Mutlak tidak jalan,” tegasnya.

“Kedaulatan hukum tidak tegak. Karena hukumnya tidak dilaksanakan. Dilaksanakan hanya pada orang-orang tertentu saja,” pungkas Gus Dur yang juga mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Padahal, menurutnya, kunci utama untuk memberantas penyakit bangsa itu adalah tegaknya kedaulatan hukum. Jika hokum tidak tegak, maka korupsi menjadi tidak terbendung dan sulit dikendalikan. Akibat lain adalah pemerintah kerap membuat kebijakan yang tidak berpihak dan merugikan rakyat.

Pada acara yang digelar Fraksi Kebangkitan Bangsa bekerja sama dengan MK itu, Gus Dur juga mengungkapkan betapa penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal itu, katanya, diperparah lagi dengan masih banyaknya undang-undang, peraturan-peraturan dan pruduk hukum lain yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar.

“Ada 3.159 undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang bertentangan dengan UUD. Kalau misal kita memperbaiki 100 UU saja setiap tahunnya, maka dibutuhkan waktu 30 tahun,” urai Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB itu.

Gus Dur mencontohkan maraknya peraturan daerah bernuansa syariat Islam di sejumlah daerah yang menurutnya sangat bertentangan dengan semangat UUD. “Perda Syariat di Tengerang, itu bertentangan dengan UUD. Padahal yang bikin, ya orang NU. Itu menunjukkan saking gobloknya dan tidak tahu hukum,” ujarnya. (rif)