Warta

Gus Dur: Penanganan Kasus Dana BI Jelas "Tebang Pilih"

Sabtu, 16 Februari 2008 | 11:14 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menilai penanganan kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jelas-jelas bersifat pilih kasih atau tebang pilih.

"Itu jelas tebang pilih," kata Gus Dur usai membuka rapat kerja Lembaga Pemenangan Pemilu DPP PKB di Jakarta, Sabtu.

<>

Gus Dur menyatakan hal itu menjawab wartawan terkait hanya ditetapkannya tiga orang tersangka dalam kasus tersebut, sementara diduga lebih banyak lagi pihak yang terlibat.

Terkait kasus itu, selain menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak, dan Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, KPK telah meminta pencekalan 17 pejabat dan mantan pejabat BI kepada Ditjen Imigrasi Depkumham.

Ditanya apakah mungkin KPK berani menjerat mantan deputi BI Aulia Pohan yang kini berstatus saksi sebagai tersangka, Gus Dur mengatakan KPK tak mungkin berani melakukan hal itu pada besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.

"KPK tidak akan berani tersangkakan Aulia Pohan. Paling hanya begina-begini, tidak akan jadi. Cari-cari peristiwa yang bisa ’ngaling-alingi’ (menutupi, pengalihan isu, red)," kata mantan presiden tersebut.

Sebelum melakukan lawatan ke Amerika Serikat (AS), 5 Februari lalu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengingatkan KPK agar bertindak adil dalam menangani kasus aliran dana BI.

Dikatakannya, jika KPK mau bertindak adil, maka seluruh pihak yang terkait perkara itu harus ditindak, tidak hanya Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.

Dikatakannya, kalau memang benar masalahnya menyangkut dana lolosnya sebuah undang-undang yang disiapkan BI, seluruh anggota DPR yang terlibat harus diperlakukan sama.   

"Kalau hanya Burhanuddin Abdullah saja yang dipermasalahkan, sedang grup yang ikut menyepakati langkah Burhan tidak diusut, serta tidak berani mempersoalkan DPR karena DPR yang memilih KPK, maka pastilah terkesan sarat  politisasi," katanya saat itu. (ant/mad)